"Semoga saja hujan turun dan nggak jadi upacara bendera," ucap Natha sembarangan. Bertepatan dengan permintaannya itu suara petir terdengar dari kejauhan. Teman sebangku Natha langsung lari keluar dan melihat ke langit.
Tumpukan awan putih gelap yang cenderung keabu-abuan mulai menyebar di atas langit sekolah. Langit biru dengan awan putih susu yang beberapa menit lalu sudah hilang tergeser oleh desakan awan-awan nimbostratus.
"Wahhh, doa orang yang terzalimi sungguh luar biasa. Nath, mau hujan benaran, udah mulai gerimis nih. Kamu aman!" seru teman Natha dari pintu kelas.
Osean yang memasuki kelas mencari kursi kosong di dekat Natha. Melihat teman lamanya yang terlihat murung, Osean pun mendekatinya.
"Kamu masih kesal sama Ayyana atau kamu ada masalah?" tanya Osean mendekati Natha.
"Bukan masalah besar," jawab Natha sambil mengubah posisi duduknya.
"Ayyana itu harusnya kamu yang lebih kenal dia. Kamu lebih lama bersamanya. Dia memang terlalu terus terang dan polos, tapi dia anak yang baik. Dia pasti tidak bermaksud mencelakaimu," jelas Osean.
"Aku tahu. Akunya aja yang selalu sial bila bersamanya. Karena kamu sudah kembali, aku bisa terbebas dari kesialan."
"Kamu berbicara seakan Ayyana pembawa sial. Ayyana itu bukan barang dan dia juga bukan sesuatu yang kamu miliki atau aku miliki. Dia memiliki kebebasan untuk berteman dengan siapa saja. Dia itu manusia seperti kita, bukan pembawa petaka," ujar Osean bijak.
Osean tidak pernah mengerti yang dirasakan Natha. Meskipun, mengucapkan Ayyana pembawa sial juga sedikit mengganggu Natha, tetapi gadis itu memang selalu terkena masalah bila bersamanya. Begitu juga sebaliknya.
"Osean, namamu itu bisa diartikan samudra, kan? Samudra yang begitu luas pasti juga memiliki batas. Ada benua-benua besar yang memiliki garis pantai yang memutus samudra satu dengan lainnya. Sabar juga memiliki batas, Sean. Sepuluh tahun. Sepertinya aku terlalu lama bergaul dengan Ayya dan memberi pengaruh buruk untuknya. Andai kamu yang selama ini di sisinya mungkin dia akan tumbuh menjadi anak remaja yang lebih lembut," ucap Natha sambil tersenyum kecil.
"Ayyana yang sekarang juga menarik. Terlihat ceria dan tidak memiliki beban apapun. Dia membuat orang yang melihatnya iri dan ingin berada di dunianya yang berwarna itu. Dia seperti hari ini juga pasti ada peran darimu," jawab Osean.
Natha mengusap lehernya. Natha tahu pandangannya tentang Ayyana akan jauh berbeda dengan Osean. Setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam melihat suatu objek. Pandangan yang sulit dipaksakan atau diubah karena arah memandangnya pun tidak sama.
Teman sebangku Natha akhirnya kembali ke bangkunya yang ada di sebelah Natha, setelah merasakan tetes hujan yang benar-benar jatuh. "Eh, kamu kan yang tadi...." Jarinya menunjuk Osean.
"Hai, kenalin Osean," sapa Osean memperkenalkan diri.
"Malik. Kita satu kelas juga ternyata. Oh iya, cewek yang tadi itu pacarnya kamu Sean atau Natha?" Malik tanpa basa basi ingin tahu kebenarannya. Sambil melirik Natha yang tampak lesu.
"Kami tidak pacaran. Sama kamu, Nath?" tanya Osean.
"Aku dan Ayya? Seperti Tom and Jerry sampai mati pun nggak bakal akur," jawab Natha jujur.
Osean tertawa kecil.
"Nath, hati-hati kalau ngomong. Ucapanmu itu seperti doa. Tadi aja bilang semoga hujan, beneran turun hujan tuh di luar," saran Malik.
Natha terlihat tidak peduli.
***
YOU ARE READING
WHERE ARE YOU?
RomancePersahabatan Ayyana dengan kedua teman masa kecilnya Osean dan Natha hingga dewasa memiliki beragam rasa. Momen pertemuan dan perpisahan sangat dekat dengan mereka. Ketika ada yang kembali, di saat yang sama ada yang harus pergi. Namun, siapakah yan...