Ayyana harus menambah kesabarannya bila di dekat Natha. Sahabat sepermainannya itu bagai awan hitam yang siap menurunkan petir kapan saja. Tidak ada yang tahu mungkin sedetik kemudian akan turun hujan gara-gara Natha. Meskipun Natha bukanlah dewa kekacauan, nyatanya Ayyana selalu terlibat masalah bila bersamanya. Mungkin juga sebaliknya, Natha selalu tertimpa masalah bila bersama Ayyana. Tidak ada yang benar-benar yakin siapa si biang kekacauan, bila ada masalah yang menimpa mereka.
"Bukan salahku bila rantai sepedamu putus. Aku tidak pernah menyentuh sepedamu. Apalagi memakainya. Rasanya tidak adil bila aku yang kamu salahkan," keluh Natha di tepi jalan raya.
"Kamu pernah ngerasa nggak sih orang-orang di sekitarmu selalu kena sial bila di dekatmu,"
"Nggak. Ayah bundaku baik-baik saja di sekitarku. Bukankah kamu yang...." Natha menelan lagi air liur dan ucapannya.
"Apa kamu bilang?" Ayyana tidak begitu mendengar apa yang diucapkan Natha karena panik sendiri.
"Aku bilang di depan ada bengkel. Kita taruh sepedamu di sana. Kamu bisa membonceng sepedaku," tawar Natha.
"Sepedamu tidak ada dudukan belakangnya, Nath? Kamu suruh aku duduk di roda?"
"Berdiri aja. Paling lima menit sampai. Kalau kamu masih ragu kita bisa terlambat di hari pertama sekolah." Setelah Natha menunggu sekian detik, tetapi Ayyana tidak merespon usulannya. Natha pun menyerah.
"Kalau nggak mau aku pergi duluan. Selamat jalan kaki," ucap Natha.
"Tunggu! Tunggu! Aku titip sepedaku ke bengkel dulu," seru Ayyana, berjalan menuntun sepedanya ke bengkel yang tidak jauh dari mereka berada.
Tidak ada pilihan yang lebih baik bagi Ayyana. Meskipun Ayyana membenci kenyataan, Natha adalah penolongnya pagi ini.
Natha harus berhati-hati mengayuh sepedanya. Jalan raya di pagi hari sangatlah ramai. Penuh dengan kendaraan beroda dua dan mobil.
"Kenapa Ayahmu tidak membelikanmu sepeda motor?" tanya Ayyana.
"Usiaku masih lima belas tahun," jawab Natha.
"Tapi itu lihat ada anak pakai seragam SMA sudah naik motor." Tunjuk Ayyana dengan jari manisnya.
"Mungkin dia telat sekolah dan sudah berusia 17 tahun," jawab Natha asal.
Ayyana tidak bertanya lagi. Keluarga Natha memang terlalu patuh peraturan. Padahal bukan rahasia lagi anak SMP pun sudah ada yang mengendarai sepeda motor di area kompleks mereka. Natha hanya seperti sedang menutup mata. Entah dia memang lebih menyukai sepeda gunungnya atau memang tidak peduli dengan kemajuan teknologi. Pantas saja badan Natha kurus karena terlalu banyak membuang kalori saat bersepeda. Meskipun Meisha selalu memberinya makanan sehat dan seimbang, tetap saja tidak akan bisa membuat Natha gemuk.
"Harusnya kamu bisa memanfaatkan teknologi selagi mampu," ucap Ayyana.
"Kalau aku nggak naik sepeda lagi. Kamu bakalan sendirian loh."
"Aku...." Ayyana kehabisan kata-kata.
"Kamu mau dibeliin sepeda motor juga sama kakek?" tanya Natha.
Ayyana menggeleng. "Aku kan bisa nebeng motor kamu tiap hari. Jadi, nggak capek," jawab Ayyana santai.
Natha tiba-tiba mengerem sepedanya, hampir membuat Ayyana terjatuh. Hidung Ayyana pun membentur helm khusus sepeda yang dipakai Natha. Dengan Kesal Ayyana memukul kepala Natha.
"Ngapain sih ngerem mendadak. Hidung aku..." protes Ayyana, sambil mengelus hidung kecilnya.
"Di depan sudah SMA kita. Kamu mau naik sepedaku sampai parkiran sekolah?" tanya Natha.
"Tentu saja sampai parkiran," jawab Ayyana tanpa pikir panjang. Otaknya teralihkan dengan rasa sakit di ujung hidungnya.
Setelah mendengar jawaban Ayyana. Natha pun kembali mengayuh sepedanya memasuki area sekolah. Menuju parkiran samping yang tidak jauh dari gerbang depan.
"Hei, Nath, Siapa nih? Cewek kamu ya?" tanya seseorang yang menghampiri Natha di parkiran.
"Aku ini mimpi buruknya Natha," jawab Ayyana ketus membuat teman Natha melongo.
"Serius?"
***
> > Serius ga nih? Kalau mau tahu dan penasaran, lanjut baca yuk...
YOU ARE READING
WHERE ARE YOU?
RomancePersahabatan Ayyana dengan kedua teman masa kecilnya Osean dan Natha hingga dewasa memiliki beragam rasa. Momen pertemuan dan perpisahan sangat dekat dengan mereka. Ketika ada yang kembali, di saat yang sama ada yang harus pergi. Namun, siapakah yan...