Part 3

3 1 0
                                    

Natha sengaja membuat jarak dengan Ayyana. Dia sendiri heran biasanya tanpa alasan bisa datang ke rumah Ayyana buat ngerecoki dia atau sekedar mengambil makanan yang ada di meja makan Ayyana. Beberapa hari sejak kelulusan rasanya Ayyana berubah. Menurut Natha, kepribadian Ayyana lebih parah dari sebelumnya. Dia lebih sensitif dan mudah marah. Lebih susah untuk diajak berdama

Sepeda yang tertinggal pun akhirnya diantarkan oleh Adi, Kakek Ayyana. Meisha, bunda Natha sampai minta maaf berulang kali karena sudah merepotkan Adi.

"Natha tidak mau bilang sepedanya tertinggal di mana. Dia bilang nanti diambil. Nantinya panjang sampai Kakek Adi nganterin." Meisha memberi penjelasan.

"Biasa anak-anak kan gitu. Natha lagi berantem ya sama Ayya. Jarang main ke rumah sekarang?" tanya Adi.

Natha menggeleng.

"Kalau ditanya jawab." Meisha mencubit pipi Natha. Wajah Natha yang putih, warisan dari gen bundanya, dengan cubitan kecil pun meninggalkan bekas merah di pipinya.

"Natha kan menggeleng artinya nggak, Bun," jelas Natha, sambil mengusap pipiya.

"Ayya ke mana? Nggak ikut diajak ke sini, Kek?" tanya Meisha.

"Habis pulang dari dokter gigi. Habis operasi kecil cabut gigi. Sekarang lagi tiduran di rumah."

"Kebanyakan makan cokelat sih," ucap Natha.

"Lah, bukannya kamu yang ngasih cokelat satu kardus. Sampai Ayya sakit gigi kan sekarang," omel Meisha kepada Natha.

"Kok malah Natha yang dimarahin. Dia sendiri yang minta cokelat satu kardus sampai ngabisin tabungan Natha, Bun, buat belinya. Gara-gara nilai dia lebih bagus dari Natha, juara satu pula." Natha pun membuka rahasia.

"Kalau nilaimu yang lebih bagus kamu minta apa ke Ayya?" tanya Bunda.

"Beli semua serial komik One Piece," jawab Natha jujur.

"Untung yang nilainya bagus Ayya," ucap Bunda lega.

Adi tertawa mendengarnya.

"Tapi terima kasih loh, Nath. Gara-gara kamu, Ayya jadi mau belajar lebih dibanding biasanya. Ayya operasi gigi juga bukan salah Natha kok. Sakit giginya bukan karena kebanyakan makan cokelat. Gigi geraham bungsu Ayya tumbuhnya miring. Jadi, harus dicabut, kalau nggak, malah ngeganggu kata dokternya. Demi makan cokelat lagi dia bela-belain mau dioperasi," ucap Adi.

"Kek, Ayya nanti daftar ke SMA mana?" tanya Natha penasaran.

"SMA satu sih kemarin sudah masukin berkasnya," jawab Adi.

Natha menatap Bundanya.

"Iya, nanti didaftarin ke SMA satu. Semoga saja sih diterima dengan nilai kamu," jawab Meisha.

"Nilai Natha juga nggak jelek-jelek amat."

"Terlalu rata-rata," ucap Bunda.

"Nggak masuk sekolah khusus laki-laki. Bukannya di sekolah itu juga bagus?" saran Adi.

Natha menggeleng.

"Nggak bisa dipisahin emang nih sama Ayya," ledek Meisha.

"Bukan gitu Bunda, Kakek. Natha cuma mau buktiin kalau Nilai Natha bisa lebih besar lagi dari Ayya. Kalau di sekolah yang sama kan gampang tuh mengukurnya karena ada kesamaan variabel pembanding." Natha beralasan.

"Memiliki rival memang baik untuk perkembangan belajar. Natha mau jadi apa? Apa mau jadi peneliti seperti Kakek?" tawar Adi.

"Belum tahu mau jadi apa. Natha tuh lebih suka design sih, Kek."

"Ngikut Ayahnya," jawab Meisha.

"Arsitek?" Ucapan Adi biasa, tapi terkesan dalam. Mengingat juga putranya Adi dulu juga bekerja di bidang yang sama dengan ayahnya Natha.

"Kalau gitu, Kakek balik dulu ya," pamit Adi.

"Jalan kaki, Kek?" Meisha merasa tidak enak bila membiarkan Adi pulang berjalan kaki. Meskipun jarak rumah mereka tidak begitu jauh.

"Sembari olahraga sore."

"Natha antar pakai sepeda aja," tawar Natha langsung bersiap dengan sepedanya.

"Lah nganterin sepeda. Malah balik diantarin pakai sepeda," ucap Adi.

"Nggak apa, Kek. Sambil Natha nengok Ayya juga." Natha beralasan.

***

"Kakek dari mana?" seru Ayyana mendengar suara pintu depan dibuka.

Sebelum Ayyana menyadarinya, dengan jahil Natha menekan pipi Ayyana dari belakang tanpa peringatan apa pun.

Ayya mengaduh dan ekspresi wajahnya yang menahan sakit terlihat lucu bagi Natha sampai membuatnya tertawa.

"Sudah baik kamu nggak pernah ke sini lagi. Ngapain sih kamu ke sini lagi cuma buat kekacauan saja di dunia aku." Kalimat yang harusnya diucapkan Ayyana seperti itu, tapi suara yang keluar jauh dari harapannya. Karena sakit plus kesal, akhirnya dia memutuskan jurus diam.

"Sorry. Bercanda, Ay," ucap Natha sambil duduk di sebelah Ayyana.

"Oh iya, Nath. Ini ada es krim cokelat. Masih banyak karena Ayyana sakit gigi. Jadi nggak bisa makan. Kakek apalagi giginya sudah sensitif dengan makanan dingin. Kamu habisin saja, nih." Kakek membawa sekotak es krim dari kulkas.

"Siap!" seru Natha tanpa ragu.

Mata Ayyana seolah berteriak, Es krim aku!

"Kangen kan makanan manis? Kangen juga kan makanan dingin sedingin es krim ini? Untuk sekarang sebaiknya kamu relakan demi gigi kamu. Kalau kamu paksakan merebut es krim ini dariku, seumur hidup kamu bakal kangen terus karena nggak bisa lagi mencobanya. Ingat itu gigi yang baru dioperasi," ujar Natha kepada Ayyana.

"Sabar, Ayya. Sabar...," ucap Ayyana seperti mengucap mantra, sambil mengelus pipi kanannya.

Natha akhirnya bisa santai menikmati es krim di samping Ayyana yang masih cemberut mukanya. Ditambah pipi Ayyana yang terlihat bengkak membuat Natha tidak bisa berhenti tersenyum.

***

WHERE ARE YOU?Where stories live. Discover now