Alarm sejak waktu subuh berdering berulang. Kebiasaan buruk Ayyana kalau hari libur, habis subuh itu tidur lagi dan kali ini dia harus tetap terjaga sampai Osean menjemputnya. Jadi, dia membuat suara alarm berulang. Dia pun mandi di waktu langit masih gelap. Hal yang tidak pernah dilakukan seorang Ayyana sebelumnya. Bila ke pantai bareng kakeknya sering kali dia tidak mandi karena pada akhirnya juga dia akan mandi air laut. Entah kenapa kali ini berbeda. Dia ingin tampil wangi dan segar.
Suara sepeda motor Osean terdengar. Ayyana langsung keluar setelah berpamitan dengan kakeknya.
"Hati-hati naik motornya," ujar Kakek dari arah pintu.
"Siap Kek," ucap Osean.
Ayyana menerima helm yang diberikan Osean.
"Kamu mengajak teman-temanmu yang lain nggak?" tanya Osean.
"Aku ajak Marissa, tapi dia nggak bisa ada latihan teater katanya di sekolah. Padahal hari Sabtu masih berkegiatan. Padahal lebih asik liburan," ucap Ayyana.
"Berarti Natha juga latihan teater."
"Mungkin." Ayyana terlihat tidak peduli.
"Marissa dan Natha satu klub teater. Mereka akan memainkan pentas bareng kalau nggak salah di ulang tahun sekolah nanti," jelas Osean.
"Aku sudah pake helm," ucap Ayyana, tidak menanggapi kalimat Osean.
Osean merasa aneh, biasanya kalau bercerita tentang Natha, Ayyana akan bersemangat dan ceria. Namun, pagi ini Osean menyadari Ayyana yang dia kenal belum mengucapkan satu kata pun tentang Natha.
Osean memakai jaket parka hitam miliknya. Sedangkan Ayyana memakai sweater hodiee warna army. Mereka berdua meluncur menuju pantai Teluk Penyu. Salah satu pantai favorit di kotanya. Langit masih gelap, bintang kejora tampak jelas mengikuti perjalanan mereka. Pandangan Ayyana tidak bisa lepas dari bintang cemerlang yang dia rasa mengikutinya.
"Kenapa bintang terang itu terus mengikuti kita? Apa dia seorang mata-mata. Mungkin ada seseorang memasang kamera pengintai di bintang yang mengikuti kita dari tadi," tanya Ayyana setelah sampai di ujung pantai teluk penyu. Dia terlihat penasaran.
"Itu bukan bintangnya yang mengkuti kita, Ay. Hanya karena jarak bintang itu terlalu jauh dibandingkan benda-benda yang ada di bumi. Saat tadi berkendara, harusnya Ayyana lihat rumah-rumah yang kita lewati terlihat berlalu lebih lambat dibandingkan pohon-pohon yang ada di tepi jalan yang arahnya lebih dekat dengan kita. Ditambah bintang yang ada di langit akan terlihat tidak bergerak atau terlihat seperti mengikuti arah kita pergi. Bisa dikatakan itu hanya permainan otak kita saat melihat benda yang jauh atau dekat," jelas Osean.
"Oh..."
"Hanya oh?" Osean tidak puas dengan respon pendek Ayyana.
"Hemmm... apa peristiwa itu ada namanya?" tanya Ayyana.
"Perubahan semu pada suatu benda. Ada yang menyebutnya paralaks. Tergantung dari jarak pandang dan posisi kita memandang benda-benda itu. Pernah naik kereta, nggak? Aku pernah naik kereta, lalu ada kereta di sebelah yang berjalan duluan, tapi mataku memandangnya seolah kereta yang aku naiki yang berjalan pergi. Tipuan mata."
Ayyana berusaha memahami penjelasan Osean seperti di dalam kelas.
"Berarti ketika Osean berjalan pergi menjauhi Ayya, bisa saja Ayya berpikir kalau Ayyalah yang berjalan pergi padahal sebenarnya yang ninggalin Ayya adalah Osean. Benar-benar menipu mata." Ayyana membuat perbandingan.
"Aku tidak akan melakukan hal itu," seru Osean bersaing dengan suara angin laut yang cukup kencang.
"Aku tidak akan pergi lebih dulu tanpa berpamitan dengan Ayyana sehingga Ayyana tidak akan tertipu," tegas Osean lagi.
Ayyana tersenyum. "Meskipun berpamitan tetap saja bikin sedih kalau suatu hari nanti Osean pergi lagi," ucap Ayyana jujur.
"Kalau begitu aku akan tetap di sini."
"Di sini juga bagus. Kita bisa menghabiskan waktu bareng-bareng lagi," seru Ayyana.
"Bareng-bareng dengan Natha juga?" tanya Osean memastikan.
Ayyana terlihat tidak mau menyebut nama Natha. Dia berjalan ke ujung pantai.
"Sunrise sudah terlihat. Warna langitnya mulai berubah. Ada perahu-perahu kecil nelayan juga. Seperti lukisan. Lautan benar-benar sangat luas. Di balik horison masih ada lautan lain lagi yang tidak terlihat dan juga ada pulau dan benua lain yang jauh di sana," seru Ayyana senang.
"Lautan juga memiliki batas supaya para pelaut tetap ingin pulang ke kampung halaman," ujar Osean, sedikit mengutip kalimat Natha bahwa samudra juga memiliki batas, seperti kesabaran manusia. Namun, Osean memandang laut dalam arti lain.
"Laut juga membuat orang-orang yang berdiri di tepi pantai ingin menyeberanginya dan melihat dunia di balik horison," ujar Ayyana.
"Kamu ingin meninggalkan kota ini?" tanya Osean.
"Setelah lulus SMA, Ayyana ingin kuliah ke kota kembang. Habis itu ingin menyeberangi lautan ketemu boyband korea."
"Okay," Osean senyum-senyum mendengar pengakuan Ayyana.
"Kenapa?"
"Padahal kota ini kan kota bercahaya, tapi ternyata seorang Ayyana lebih memilih kembang daripada cahaya. Aku pikir Ayyana lebih suka bintang daripada mawar."
"Ayya suka anggrek dan kaktus," ucap Ayyana mencoba menyambung ucapan Osean yang penuh analogi.
Osean pun tertawa. Mungkin akhirnya Osean ingat yang ada di hadapannya adalah Ayyana yang hanya berbicara sesuai kata hatinya.
>>>
Masih lanjut ya?
YOU ARE READING
WHERE ARE YOU?
RomancePersahabatan Ayyana dengan kedua teman masa kecilnya Osean dan Natha hingga dewasa memiliki beragam rasa. Momen pertemuan dan perpisahan sangat dekat dengan mereka. Ketika ada yang kembali, di saat yang sama ada yang harus pergi. Namun, siapakah yan...