"Aku tidak tahu, apakah akan sampai lulus di sekolah ini atau harus pergi lagi."
"Kamu berani pergi, aku akan memukulmu. Seharusnya kamu tidak pernah kembali bila berujung pergi," ucap Natha lirih, tapi cukup terdengar oleh Osean.
Osean menepuk pundak Natha.
"Aku memang egois. Aku ingin memiliki meskipun tidak selamanya."
"Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Ayya," ucap Natha.
"Aku tidak bilang ingin memiliki Ayyana," ucap Osean.
"Ayyana seharusnya sudah seperti adikku. Seperti pengganti adikku yang telah pergi. Bukankah kamu juga berpikiran sama? Ataukah sekarang perasaanmu sudah berubah," lanjutnya.
"Kenapa kamu menjadi seperti ini?" Natha seperti tidak mengenali sahabatnya lagi.
"Seharusnya aku yang bertanya. Kenapa kamu menjauhi Ayyana? Bukan hanya Ayyana yang merasakannya. Aku sebagai orang luar pun melihatnya. Kamu menjaga jarak. Apa kamu merasa Ayyana hanya sebuah tanggung jawab dan setelah aku kembali kamu merasa bebas melepaskan tanggung jawab itu."
"Sudah aku bilang kita bukan anak kecil lagi," tegas Natha.
Osean berhenti tepat sebelum masuk ke kelas X IPA 1.
"Sejujurnya sepertinya sekarang aku mulai menyukai Ayyana. Aku tidak bisa menganggapnya adik lagi karena dia bukan adikku. Bukan pengganti adikku. Adikku telah tiada dan Ayyana masih ada. Dua orang yang berbeda. Meskipun Ayyana tidak bisa mengobati rinduku kepada adikku, tapi aku akui bersamanya itu menyenangkan. Empat tahun berpisah dengannya aku banyak berpikir. Tidak ada Ayyana lain di dunia ini. Hanya ada satu Ayyana karena itu aku memutuskan sekolah di sini. Aku juga ingin tahu perasaanmu ke Ayyana apa masih sama atau juga sudah berubah sepertiku?"
"Tidak berubah. Dia hanya sebuah tanggung jawab sebagai anak tetangga yang baik. Sekarang, aku serahkan padamu," ucap Natha datar, tidak ada emosi berlebih di suaranya.
Natha mau masuk ke ke dalam kelas lebih dulu, tapi ucapan Osean menghentikannya.
"Tidak bisakah kamu bersikap seperti biasa di hadapan Ayyana?" pinta Osean.
"Sikapku memang selalu seperti ini. Kami tidak bisa duduk diam di satu ruangan. Kami tidak pernah sependapat dalam satu hal. Selalu ada perdebatan bila kami mulai bicara. Begitulah hari-hariku dengannya ketika kamu pergi empat tahun terakhir ini. Tidak ada yang berubah. Selalu seperti itu. Tidak ada yang bisa menggeser posisimu di mata Ayyana, Sean. Bukankah kalian masih suka berteleponan selama ini," ucap Natha yang selalu mendengar kabar Osean dari mulut Ayyana.
Di sisi lain, Osean pun berpikiran sama. "Tidak ada yang bisa menggesermu juga Nath di mata Ayyana. Kehadiranmu di sisinya juga tidak bisa digantikan oleh siapa pun. Di telepon yang keluar dari mulut Ayyana juga hanya tentang Natha. Natha yang begini dan Natha yang begitu," batin Osean.
Perasaan manusia memang unik. Tidak ada yang benar-benar sempurna memenuhi satu hati. Ada sudut-sudut lain yang terisi dengan yang lain sebagai sahabat, keluarga, dan seseorang yang disayangi. Adakah yang bisa berkompromi dengan sudut-sudut kecil itu dan menerimanya menjadi satu yang utuh. Mungkin orang itulah pemenangnya, yang memenangkan hati yang dia kagumi.
***
YOU ARE READING
WHERE ARE YOU?
RomancePersahabatan Ayyana dengan kedua teman masa kecilnya Osean dan Natha hingga dewasa memiliki beragam rasa. Momen pertemuan dan perpisahan sangat dekat dengan mereka. Ketika ada yang kembali, di saat yang sama ada yang harus pergi. Namun, siapakah yan...