Malam itu Aksara menjemput Anggi dengan mobilnya. Aksara juga pamit pada ayah Anggi kalau Anggi akan pulang malam. Tidak banyak obrolan di dalam mobil. Anggi pun tak seceria biasanya. Aksara lirik Anggi yang kini terdiam. Tangan Anggi mengepal satu sama lain.
"Kenapa?" tanya Aksara. Anggi menggeleng lalu tersenyum.
"Nggak papa kok," kata Anggi.
Tujuan mereka malan itu adalah studio musik tempat Kaindra dan bandnya akan tampil. Gigai, nama band Kaindra. Band hasil Maharu Cup itu bertahan dan semakin besar namanya sekarang.
Studio musik itu tampak seperti bangunan tak terurus. Di depan ada papan tulis bertuliskan "Performance Today : Gigai". Motor terparkir rapi di depan studio. Aksara memarkir mobilnya di seberang studio, berjejer di atas trotoar dengan mobil lainnya.
Aksara turun diikuti Anggi. Aksara tarik tubuh Anggi agar mendekat padanya lalu menyebrang. Di balik pintu kayu, ada loket.
"Dua orang seratus dua puluh ribu," kata penjaga loketnya. Aksara membayar lalu memakaikan tiket gelang itu ke tangan kanan Anggi. Aksara tarik tangan Anggi untuk masuk.
Di balik pintu kayu coklat gelap itu terdapat ruangan tinggi kedap suara. Studio itu sudah hampir penuh. Ada panggung kecil berisi alat-alat band di bagian ujung. Aksara cari sosok Aluna yang sudah sampai. Dia genggam tangan Anggi agar perempuan itu tak hilang tertelan massa. Melihat Aluna melambaikan tangan pada mereka, Aksara dan Anggi menghamprinya.
"Anggi makasih udah dateng," kata Aluna. Dramatis. Aksara hanya geleng-geleng melihat kekasih temannya itu.
"Sebenernya dia cuma mau pamer Kak Indra nyanyi sama gitaran aja," kata Aksara. Aluna tertawa.
"Aksara bisa main gitar loh," kata Aluna. "Tapi diajakin ngeband nggak mau."
"Kalau aku yang minta main gitar mau?" tanya Anggi. Ditatapnya Aksara yang kini wajahnya memerah. Aksara buru-buru memalingkan wajahnya.
"Iya, boleh," jawab Aksara. Aluna tertawa.
Kaindra menghampiri mereka. Dengan kemeja navy lengan pendek dan celana jenas biru mudanya, Kaindra tampak tampan. Kaindra berdiri di sebelah Aluna, tersenyum pada Anggi dan Aksara.
"Sorry ya, gue nggak bisa nolak kalau Aluna minta," kata Kaindra setelah Aluna pergi ke kamar mandi. "Di sebelah ada kafe. Kalau mau makan nggak papa on me," lanjut Kaindra. Anggi tatap Kaindra.
'Beruntungnya Aluna begitu disayang Kaindra,' pikirnya.
"Nggak papa kok, kak. Gue harus mulangin Anggi sebelum jam sebelas," kata Aksara. Dia lirik Anggi yang berdiri di sebelahnya. Anggi tampak gusar. Dari awal Aksara tahu kalau Anggi tidak nyaman. Anggi berusaha bersikap biasa dan membaur dengan mereka, menyembunyikan perasaannya.
Tidak lama Aluna kembali dan Kaindra harus bersiap untuk tampil. Penampilan Gigai malam itu dimulai. Lagu pertama mereka adalah Tujuh Belas milik Tulis. Mendengar dentuman keras musik, membuat Anggi tak nyaman. Suaranya terlalu keras untuknya. Anggi rasakan ibu jari Aksara mengusap punggung tangannya. Aksara tenangkan Anggi dalam ganggaman tangan mereka. Anggi mengatur nafasnya agar lebih tenang. Anggi lirik Aksara yang fokus menonton Gigai.
Lagu berikutnya adalah Rasakan Nikmatnya Hidup dari Hindia. Anggi mulai tenang dan mulai enjoy menonton penampilan dinatas panggung itu. Aksara melirik Anggi lalu merasa lega.
"Halo," kata Kaindra setelah lagunya selesai. Dia sapa penonton yang memenuhi studio untuk menontonnya.
"Kayaknya kita perlu tempat lebih besar," katanya lagi lalu tertawa. Penonton bersorak riuh.
"Lagu tadi buat seseorang yang akhirnya bisa mencentang bucket listnya," lanjutnya. Tak banyak yang sadar, tapi saat mengatakannya, mata Kaindra menatap Aluna.
"Ada yang lagi kasmaran sama gebetannya? Kalau gitu lagu ini buat kalian," kata Kaindra. "By the way ini lagu dari request teman gue. Katanya ceweknya suka dengerin lagu ini," lanjut Kaindra.
Anggi bisa rasakan tangan Aksara lebih dingin. Tangannya tak lagi menenangkannya seperti sebelumnya. Anggi lirik Aksara yang terlihat gugup.
Gitar dipetik. Anggi menoleh pada Aksara. Dia tatap Aksara.
"Remaja, dari Hivi," kata Kaindra dalam alunan gitar itu.