Hari, Minggu, Bulan Kemudian (4)

1 0 0
                                    

Kuarter dua dimulai dengan cepat. Tim Dipta masih memimpin dengan selisih dua belas skor sampai akhir kuarter kedua. Anggi menyadari kalau Tim Dipta benar-benar jago. Aksara dan Dipta yang memiliki tubuh tertinggi sering mencetak skor. Ditambah Harsa, Kaindra yang gesit, juga Melvin sebagai three point shooter, permainan mereka benar-benar baik.

Kuarter kedua berakhir. Di pinggir lapangan Harsa dan Dipta menyusun posisi juga strategi untul dua babak selanjutnya. Anggi menatap mereka yang totalitas hanya untuk hobi mereka.

"Kenapa?" tanya Aksara saat Anggi menatap Harsa yang baru selesai berbicara tak jauh darinya.

"Kalian keren," kata Anggi. Lima laki-laki juga Elia tertawa. Anggi yang malu langsung menunduk.

"Kita emang keren sih," kata Melvin lalu tertawa lagi.

"Dia bingung sama strategi kalian, padahal cuma main basket, bukan pertandingan yang asli," Elia membaca pikiran Anggi. Anggi mengangguk.

"Kita nggak mau kalah," kata Dipta. Timer istirahat berbunyi. Mereka kembali ke lapangan. Dari tempatnya Anggi fokus menonton permainan mereka. Benar-benar permainan dengan IPK tinggi.

Pertandingan kuarter ketiga telah selesai kemudian dilanjut kuarter terakhir. Matahari yang tadinya tampak samar kini tertutup awan. Aluna belum terlihat. Kiandra pun tampai santai, bermain dengan baik.

Kuarter terkahir dimenangkan oleh Tim Dipta. Mereka unggul dua puluh dua angka dari tim lawan. Para pemain duduk di pinggir lapangan, mengistirahatkan badan mereka , meneguk air banyak-banyak.

"Kaiiiiiii," panggil perempuan dari kejauhan. Mereka semua menoleh. Aluna berlari ke arah mereka. Sampainya di tempat kumpul, Aluna menaruh tangannya di pinggang. Nafasnya terengah-engah. Kaindra berdiri, menghampiri kekasihnya.

"Kenapa lari-lari?" tanya Kaindra. Disekanya keringat di pelipis Aluna.

"Tadi...," kata Aluna lalu menghirup nafas. Kaindra mengangguk, menunggu dengan sabar. Tapi tidak dengan Melvin dan Dipta.

"Buruan, Al," kata Melvin. Aluna tersenyum.

"Pameran," kata Aluna.

"Lolos? Masuk finalis?" tanya Kaindra. Aluna mengangguk. Kaindra memeluk Aluna lalu mengelus kepala Aluna.

"Keren banget Aluna," kata Kaindra. Aluna tertawa.

"Nanti aku temenin displaynya," kata Kaindra.

"Makasih Kaiiii," kata Aluna senang.

"Maaf ya lama," kata Aluna.

"Nggak papa kok," kata Kaindra lalu menggandeng kekasihnya itu untuk bergabung dengan yang lain.

"Aksara punya pendukung sekarang, jadi lo udah nggak dibutuhin," kata Melvin. Aluna melempar botol yang dibawanya ke arah Melvin. Yang lain tertawa.

Mereka kembali ke lapangan setelah istirahat lima belas menit. Masih dengan lawan yang sama, mereka kembali bermain. Aluna duduk di sebelah Elia, menjadikan Elia sebagai orang tengah.

"Biasanya mereka main tiga kali empat kuarter. Sabar ya," kata Elia pada Anggi. Anggi mengangguk.

"Oh kamu ceweknya Aksara?" tanya Aluna pada Anggi.

"Gebetannya Aksara," koreksi Elia. Aluna mengangguk.

"Anggi kan? Kai cerita," kata Aluna.

"Harsa juga. Katanya ada yang bisa bikin Aksara salting. Lucu banget," kata Elia. Aluna mengangguk.

"Kai juga cerita katanya Aksara lagi bucin," Aluna tertawa.

"Maaf ya kalau gue, kami, mereka aneh," kata Aluna. Elia mengangguk.

"Kita seneng kalau Anggi bisa gabung sama kami. Main sama Aluna soalnya temen ceweknya Aluna cuma aku," kata Elia.

"Real. Mereka takut temenan sama gue tuh takut gue makan apa gimana sih?" tanya Aluna.

"Baju, Al, baju. Pakai baju yang propper," kata Elia. Aluna menunduk sedih. Elia menepuk pundak Aluna lalu tertawa.

"Next time kira shopping ya," kata Elia. Aluna mengangguk semangat. "Kamu ikut juga, Anggi," ajak Elia. Anggi mengangguk.

"Nggak usah canggung, kita suka temenan kok," kata Elia.

"Betul," sahut Aluna.

Matahari mulai bergeser ke arah barat dengan pasti. Semburat jingga mulai tampak. Tiga perempuan itu berbincang dan tertawa. Seakan mereka adalah teman dekat di semesta lain.

Get CloseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang