Jam dua kurang, Anggi berjalan ke lapangan ormawa. Matahari yang tak begitu nampak karena tertutup awan membuat perjalanannya lebih nyaman. Angin semilir berlalu sepanjang jalannya mengantar langkah kecil Anggi ke kantin kedokteran. Anggi membeli dua botol minuman isotonik dingin dan sebotol air mineral biasa.
"Anggi ya? Ceweknya Aksara?" tanya seorang laki-laki yang berdiri di belakangnya. Anggi menoleh kaget.
"Eh?" tanyanya.
"Kak Harsa?" Anggi mengenali si penanya. Harsa tersenyum pada Anggi.
"Beli minum buat Aksa?" tanya Harsa. Anggi mengangguk.
"Kak Harsaaaaa," panggil perempuan dengan suara riang. Mereka menoleh. Aluna mendekati mereka sambil melambaikan tangan.
Anggi menatap Aluna, masih agak kaget bagaimana Aluna berpakaian. Celana panjang dengan kaos tanpa lengan sepusar menjadi pakaian kuliahnya.
"Pakai kemeja kalau kelas," kata Harsa.
"Hehe, gue bawa jaketnya Kai," kata Aluna menunjukkan jaket kekasihnya itu ditangan kirinya.
"Gue kelas dulu nanti nyusul. Jangan lama lama soalnya gue mau beli standee kanvas. Gue janji sama sellernya ambil hari ini soalnya," kata Aluna. Harsa mengangguk.
"Halo," Aluna menyapa Anggi yang hanya mengangguk. Agak canggung bagi Anggi untuk mengimbangi Aluna.
"Dia kalau lagi supel energinya banyak," kata Harsa. Aluna tertawa.
"Ce Elia nonton?" tanya Aluna.
"Nonton mungkin," kata Harsa. "Gue duluan," pamitnya.
"Aku duluan ya," kata Anggi pada Aluna yang kini membeli kopi. Aluna mengangguk.
Anggi berjalan ke kampung ormawa. Area itu berisi rumah-rumah kecil satu ruangan yang digunakan organisasi mahawiswa tingkat universitas. Di sebelah perumahan dua baris itu ada lapangan yang dialasi karpet olahraga untuk menurunkan resiko kecelakaan.
Di lapangan sudah ada sepuluh anak yang sudah bermain. Ada kerumunan di seberang Anggi yang meneriakkan nama Dipta, Aksara, dan Melvin. Anggi canggung untuk duduk di pinggir lapangan karena hanya dia sendiri dari tim Dipta yang menonton. Anggi memilih berdiri, menonton tim Dipta bermain.
"Halo," sapa perempuan yang berdiri di sebelahnya. Elia. Perempuan paling cantik dan paling pintar di kampus. Kekasih Harsa itu tersenyum pada Anggi.
"Kamu diajak Aksara nonton?" tanya Elia. Anggi mengangguk. Dia tidak pernah menatap Elia sedekat ini. Elia benar-benar definisi bidadari. Rambutnya lurus, panjang sepunggung, berwarna coklat tua. Kemeja putih polos berlapis kardigan biru langit nampak manis di badan Elia. Rok midi berwarna coklat muda membuat Elia terlihat tinggi.
"Mau duduk agak tengah nggak?" tawar Elia. Wajahnya masih tampak segar sumingrah. Anggi mengangguk. Elia tersenyum manis lalu menuntun Anggi untuk duduk di dekat papan skor.
"Tadi Harsa bilang kalau takut kamu nonton sendirian, jadinya aku disuruh ke sini," kata Elia lalu tertawa kecil. "Baru pertama kali nonton?" Anggi mengangguk.
"Maaf ya kak ngerepotin," kata Anggi. Elia menggeleng.
"Aku akhir-akhir ini jarang banget nonton Harsa main basket. Aku kayaknya terlalu sibuk sampai nggak bisa samain jadwal sama Harsa. Padahal dia lebih sibuk. Jadi aku iyain aja waktu dia minta nemenin kamu," kata Elia.
"Thanks to you, aku bisa spare waktu buat sama Harsa," katanya.
"Kak Elia nggak sibuk? Tadi ngapain?" tanya Anggi.
"Tadi lagi buat jurnal ilmiah," jawab Elia. Anggi menatap Elia takjub.
"Semester depan aku sudah nggak di sini. Sekalian nunggu Harsa intern," kata Elia.
"Kak Elia mau kemana?" tanya Anggi.
"Aku keterima S2 di Oxford. Ini lagi sering nulis jurnal ilmiah biar keasah writing skill-ku," jawab Elia. Anggi mengangguk.
'Pantas saja Kak Harsa awet, bentukan ceweknya bukan main,' pikir Anggi dalam hati.
Mereka kembali fokus pada pertandingan di lapangan. Skor tim Dipta lebih unggul tujuh angka dibanding lawan. Tidak lama, pertandingan kuarter satu seleai. Para pemain ke pinggir lapangan. Harsa berlari dengan penuh senyuman saat melihat Elia di pinggir lapangan.
"Makasih ya," kata Harsa. Elia mengguk lalu tersenyum.
"Tadinya Kak Indra minta Aksa bawa lo buat nemenin Aluna, terus Kak Harsa minta Cece dateng buat nemenin lo," kata Dipta menjelaskan. Tangannya terulur pada Anggi seperti menagih. Anggi berikan minuman Dipta dan Aksa.
"Ini semua gara gara Aluna," kata Melvin lalu tertawa.
"Besok bawain buat Melvin juga. Jomblo dia," kata Dipta.
"Asli lo matre, Dip," kata Aksara. Dipta tertawa.
"Bonnya nanti lo reimburse ke Aksara aja, Gi," kata Dipta.
"Iya boleh," kata Aksara. Dipta memeluk Aksara lalu menggeretnya kembali ke lapangan.