🍃🍃🍃
Mereka merebahkan tubuh di atas tanah tanpa memperdulikan baju yang akan kotor bila berlama-lama terbaring di sana. Napas mereka tersengal-sengal, apalagi Salsa, Gio, dan Harry, tiga orang yang paling berjasa dalam mempertahankan hidup di dunia asing ini.
Mawar dan Dara ikut merebahkan tubuhnya. Matanya menatap ke atas langit, bulan masih senang berada di sana, menyapa mereka dengan senyum yang mengembang seolah senang dengan kejadian yang baru saja terjadi. Hutan pun bertepuk riuh, memperlihatkan bagaimana cara menyambut mereka dengan ramah, seolah memperkenalkan bahwa di dalam kehidupan ini masih ada hal yang tersembunyi, menantang mereka untuk berjalan mencari tahu, memecahkan teka-teki jalan hidup mereka.
"Gue gak nyangka bisa melawan para makhluk aneh itu," ucap Salsa. Dia tersenyum senang, sudah lama rasanya tidak menggunakan keahlian anggarnya. Terakhir kali dia melakukannya adalah saat dia duduk di bangku SMP.
Gio mendesah pelan sambil mengusap pelipisnya yang penuh keringat. "Gue kira hidup gue bakal berakhir di titik awal ini. Ternyata Tuhan masih baik mau menolong kita," sahutnya.
"Kita harus banyak-banyak bersyukur, gak sih?" kata Harry, ikut bergabung dalam percakapan mereka.
"Maaf, gue gak bisa bantu kalian." Akhirnya, Dara yang sedari tadi diam kini bersuara. Rasanya aneh, yang paling banyak bicara dan selalu memperdebatkan tindakan mereka tiba-tiba diam dan hanya menutup mata serta telinganya.
"Lo kenapa?" tanya Gio, melirik ke arah Dara yang tidur di sampingnya.
"Hanya trauma yang belum bisa gue atasi," balas Dara, suaranya hampa.
"Lo bisa cerita sama kita, lo gak perlu canggung. Gue tahu kita emang gak pernah tegur sapa sama sekali, tapi sekarang kita ada dalam satu tim dan kita harus saling membantu bagaimanapun itu. Kita ingin keluar bersama-sama, kan?" Harry berkata bijak seperti biasanya.
Salsa menganggukkan kepalanya. Dia menyahuti perkataan Harry. "Bener banget, kalau ada sesuatu yang gak bisa diatasi sendiri, kita bisa membagi cerita itu pada orang lain. Memang gak menjamin mendapat solusi, tapi setidaknya beban akan terasa lebih ringan. Kita juga bisa tahu gimana langkah biar lo gak ketakutan dengan rasa trauma lo itu."
Dara tersenyum. Entah kapan terakhir kali dia merasakan kehangatan ini, tapi dia bersyukur karena tidak terjebak di dunia lain sendirian, meskipun belum sepenuhnya dia menganggap mereka teman, terutama Mawar, gadis yang masih diam dengan seribu bahasa.
"Ha... Ha... Ha...." Suara itu datang lagi, suara mengerikan yang membuat mereka seketika terbangun, mengubah posisinya kembali ke formasi semula.
"Siapa lo?! Keluar gak?" teriak Harry sambil memperhatikan sekeliling.
"Gak usah jadi pecundang! Keluar atau memang lo takut sama kita?" tambah Gio.
Semak-semak di depan Gio bergerak, menimbulkan suara nyaring yang membuatnya seketika bersiap untuk melawan apa pun yang ada di baliknya.
Seekor hewan berbulu lebat berwarna hijau, dengan dua tanduk runcing di kepala dan dua taring menghiasi mulutnya. Bayangkan saja, dia seperti tokoh di kartun Monsters, Inc. yang sering mereka lihat di televisi, lebih tepatnya tokoh Sullivan, si monster yang harus berurusan dengan bocil kematian.
"Hahaha...." Gelak tawa terdengar. Bukan, bukan dari makhluk menyeramkan itu, tapi kali ini dari lima anak yang semula ketakutan karenanya.
"Kenapa kalian tertawa? Tidak ada hal lucu di sini," kata monster itu, heran pada kelima anak yang harusnya bergetar ketakutan.
Bukan kenapa, tapi tubuh monster itu seukuran kucing anggora milik Salsa di rumah, tingginya mungkin sekitar 41 cm, serta bola matanya yang bulat berwarna seragam dengan bulunya terlihat sangat menggemaskan di mata mereka. Sangat tidak seimbang dengan suaranya yang menyeramkan, monster ini lebih lucu dari yang ada di pikiran mereka.
"Gue pikir tubuh lo seukuran naga," ujar Harry dengan gelak tawa yang belum reda.
"Lucu banget, gue jadi inget sama Pushi, kucing gue. Duh, pengen gue uwel-uwel," tambah Salsa.
Monster itu terlihat menajamkan taringnya. Tiba-tiba, tubuh kecilnya itu bertransformasi menjadi seekor monster yang lebih besar meski dengan warna dan wajah yang sama, namun kini terlihat lebih menyeramkan. Tingginya sekitar 15 kaki, tubuhnya siap memeluk mereka dan meremukkan tulang-tulang mereka.
Mereka semua meneguk ludah kasar, rupanya mereka salah waktu untuk bercanda.
Beberapa saat kemudian, tubuh monster itu kembali ke wujud yang lebih imut. Dia tertawa menatap wajah terkejut yang tercetak jelas pada kelima anak itu. "Bagaimana? Kalian sudah melihat wujud asliku, kan?" tanyanya dengan nada mengejek.
Tidak ada yang merespons. Udara di sekitar mereka masih terasa menipis, seakan detik mereka berhenti berputar.
"Baiklah, aku tidak mau banyak berbasa-basi. Biarkan aku memperkenalkan diri. Aku adalah Symphorak, yang membawa kalian kemari untuk sebuah permainan yang menyenangkan," ucapnya sambil tersenyum.
"Aku akan menganugerahkan kalian masing-masing kekuatan yang spesial, tergantung dari keahlian kalian. Harus kalian tahu, makhluk yang kalian lawan barusan hanyalah sebuah bayangan yang aku ciptakan dan mereka tidak akan membunuh kalian. Aku hanya mencoba saja kemampuan kalian, kurasa kalian sudah siap untuk berpetualang di dunia ini."
Mereka masih diam, mencerna setiap perkataan yang diucapkannya. Jika makhluk tadi adalah makhluk bayangan, berarti makhluk aslinya belum mereka lawan? Hah, menyerang bayangannya saja sudah sangat melelahkan dan membuat hati mereka berdebar ketakutan, apalagi jika mereka melawan makhluk mitologi asli yang akan dihadapi di depan sana.
"Tenang saja, bukankah aku akan memberikan kalian kekuatan? Berarti kalian akan lebih mudah mengalahkan makhluk-makhluk asing yang sudah menunggu kalian di depan sana," ujar Symphorak, seakan tahu apa yang ada di pikiran mereka.
"Carilah Resonarka Key, benda itu hanya bisa ditemukan dengan kekuatan tim dan kepercayaan kalian. Temukan teka-teki dari dalam diri kalian terlebih dahulu, mungkin itu akan membuat Resonarka Key lebih cepat ditemukan," katanya lagi.
Symphorak membalikkan tubuhnya hendak pergi, namun sebelum dia benar-benar meninggalkan kelimanya, dia mengungkapkan sesuatu yang besar, yang begitu mengguncang mereka.
"Waktu kalian hanya sampai bulan purnama kedua. Ah, dan ya, jarak bulan purnama di dunia ini hanya memiliki waktu 15 hari. Satu hal lagi, setiap hari kalian akan kehilangan satu ingatan di dunia nyata, dan hal itu sangat berarti. Ungkapkan, atau kalian akan benar-benar kehilangan ingatan kalian untuk selamanya. Ya, kurasa hanya itu saja yang bisa kusampaikan. Kuharap kalian bisa memenangkan permainan ini dan berhasil pulang bersama-sama."
Setelah mengatakan hal penting itu, Symphorak benar-benar pergi meninggalkan mereka yang dipenuhi dengan tanda tanya. Setiap kata yang keluar dari mulut Symphorak terasa seperti ada yang terhubung, hubungan antara mereka berlima yang begitu erat, atau hubungan mereka dengan dunia ini. "Ungkapkan atau melupakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden Key [END]
FantasyLima siswa SMA terjebak dalam sebuah insiden aneh ketika mereka diperintahkan untuk membersihkan gudang sekolah yang sudah lama terbengkalai. Di tengah kesibukan, Mawar menemukan sebuah radio tua dan tanpa sengaja memicu bencana yang membawa mereka...