Chapter 08. Kenangan

21 9 5
                                    

🍃🍃🍃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍃🍃🍃


Sesosok pria berbaju serba hitam menutup mulut gadis berumur tujuh tahun sambil menodongkan benda tajam. Air mata mulai membasahi wajahnya yang pucat, menahan rasa takut dan sakit secara bersamaan. Tubuhnya tidak bisa digerakkan, atau benda itu akan menggores kulit putihnya. Hanya doa yang dia panjatkan, berharap agar segera terlepas.

Dia memandang sendu ayah dan ibunya di depan sana. Perut ayahnya terluka parah dan ibunya berusaha menahan keluarnya darah dengan mencoba membungkusnya dengan sobekan baju. Wanita cantik itu menatap sekilas padanya untuk memberikan senyuman manis, seolah berkata, "jangan khawatir, ibu akan segera menyelamatkanmu."

"Jadi, menyerah saja, bodoh! Anakmu yang akan menjadi gantinya, bukan?" ujar pria kejam itu sambil semakin mendekatkan benda tajam pada gadis kecil tersebut.

"Apa yang kau mau?" tanya ayahnya dengan suara serak, terbatuk.

"Singkat saja, aku ingin kekayaan Darmawija dialihkan menjadi namaku," balasnya sambil tersenyum sinis.

"Sampai mati pun aku tidak akan memberikan harta itu padamu, dasar brengsek!"

Pria itu tidak tersinggung sama sekali. Dia malah nekat menempelkan ujung pisau pada leher jenjang milik gadis kecil itu, mengancam bahwa pilihan antara hidup dan mati putri mereka kini berada pada genggamannya.

"Tidak! Kak Reygan, aku mohon lepaskan!" teriak ibunya, tangannya terulur seolah bisa menjangkau jemari putrinya yang mulai dingin.

"Maya, bukankah laki-laki itu telah mengkhianatimu? Mengapa kau masih peduli dengan anaknya ini? Harusnya kau bunuh saja, bukan?" kata pria itu diakhiri tawa meledek.

"Dia tetap anakku, sampai kapan pun dia adalah putriku, darah dagingku," kata Maya.

Reygan tertawa semakin keras, menganggap perkataan Maya sebagai lelucon yang pantas untuk ditertawakan. Dia hendak berkata lagi, namun tiba-tiba, seperti sebuah keajaiban, polisi datang dan langsung menangkap Reygan. Meskipun gadis itu tergores sedikit oleh benda yang dipegang Reygan, rasa sakit itu tak seberapa dibandingkan kebenaran yang baru saja terungkap dari mulut pamannya.

"Dara, Sayang, kamu gak apa-apa, kan?" Maya segera membawanya ke dalam pelukan hangat. Biasanya Dara akan langsung membalas pelukannya, namun kali ini dia hanya diam dengan air mata yang mengalir deras.

Maya sadar ada yang aneh dengan putrinya. Dia segera menangkup wajah Dara yang terlihat seperti mayat hidup. "Dara, ada yang sakit? Bilang sama Mamah, kenapa?" tanyanya panik. Matanya melirik ke arah leher Dara yang terluka. "Astaga! Leher kamu–"

"Apa? Apa Papah selingkuh, Mah? Papah jahat, ya?"

Seluruh kenangan mengerikan itu menghantuinya. Darah dan perlawanan ayahnya seperti sebuah kepingan yang tidak bisa ia bersihkan dari sela pikirannya. Itulah mengapa ketika dia melihat dan mendengar pertarungan, dia akan menutup mata dan telinga, karena itu mengingatkannya pada kenangan kelam masa kecilnya.

The Hidden Key [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang