Chapter 41. Isi

3 2 0
                                    

🍃🍃🍃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍃🍃🍃

Dara mengetuk pintu kamar Mawar yang bersebelahan dengannya. Kemarin sore, saudarinya itu sudah resmi menjadi penghuni rumah keluarga Ravendar.

"Mawar! Bangun, War! Kita sarapan dulu," teriaknya di depan pintu.

Tak berapa lama, seorang gadis berambut rapi dengan poni yang menghiasi dahinya keluar. Dia sudah rapi memakai seragam sekolah dan menggendong tas kesayangannya.

"Selamat pagi, Dara," sapanya sambil tersenyum.

Pagi ini, Mawar terlihat lebih baik dari sebelumnya. Tampaknya dia mulai menerima Dara sebagai saudarinya dan menerima keluarga barunya. Dia sangat senang dan langsung menggandeng tangan Dara berjalan menuju ruang makan.

Di sana, Maya dan Kevin sedang duduk berbincang dengan jas putih khas seorang dokter. Mereka berdua menoleh ketika Dara menyapa dengan teriakannya yang menggema di penjuru ruangan.

Maya dan Kevin tersenyum, merasakan bahwa kini Dara lebih terlihat ceria dari biasanya. Bahkan pakaiannya yang urakan kini rapi dengan jas abu-abu, persis seperti yang digunakan Mawar.

"Pagi, Mah, Pah," sapa Dara sambil langsung menarik kursi berhadapan dengan ibunya.

"Pagi juga, Sayang," sahut Maya.

Mawar menarik kursi di samping Dara. Dia masih merasa canggung dengan keadaan ini. Dia diam melihat roti dengan selai kacang di hadapannya. Mungkin terasa aneh, yang biasanya disiapkan adalah nasi goreng buatan ibunya, kini hanya ada sepotong roti.

"Kenapa? Kamu mau sarapan yang lain, Sayang?" tanya Maya pada Mawar, yang tak digubrisnya sama sekali.

Dara menyenggol lengan Mawar, membuat gadis itu tersadar. Dia menatapnya bertanya, "Itu, Mamah nanya, lo nggak suka ya sama sarapannya?"

Mawar menggeleng pelan. Dia menatap Maya sambil tersenyum. "Nggak kok, M-mah, aku suka."

"Jangan sungkan-sungkan, anggap aja Tante ini ibu kandung kamu. Mungkin akan sulit, tapi Mamah yakin kok kamu bisa cepat beradaptasi," ujar Maya sambil tersenyum manis, mencoba lebih dekat dengan putri tirinya.

"Iya, Mah." Mawar mulai mengambil roti dan memakannya pelan. Rasanya tidak terlalu buruk, hanya saja terlalu asing untuk perutnya yang biasanya memakan karbohidrat dalam jumlah banyak, kini hanya dengan sepotong roti.

Mawar mengamati meja makan yang terlihat tak seluas meja makan di rumah mewah lama miliknya. Mungkin karena mereka ingin membuat suasana lebih intim agar lebih dekat satu sama lain. Dia tersenyum tipis melihat interaksi Dara dan kedua orang tuanya. Syukurlah, meja makan ini tidak dipenuhi keheningan, tapi keharmonisan.

*****

Mata mereka bertemu, mencari-cari jawaban atas pertanyaan yang telah dilayangkan. Salsa terdengar menghela napasnya ketika tak ada satu pun dari mereka yang merespons.

The Hidden Key [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang