13

29 2 0
                                    

Ghina terkejut saat melihat lelaki yang mengajaknya berlari ternyata adalah Kevin. "Ih kok elo sih!" ucap Ghina heran. "Lo kira siapa emang?" tanya Kevin.

"Sales panci."

"Mata lo mines berapa sih gue yang ganteng dan keren gini dianggepnya sales panci."

"Emang sales panci enggak ganteng? Ganteng lah."

Mereka terus berlari hingga akhirnya menepi ketika orang-orang yang tadi mengejar sudah tak ada lagi dibelakang.

"Bilang kek kalo mau nyamperin, bukannya ngintilin terus dibelakang, gue kan jadi mikir macem-macem." ucap Ghina.

"Parnoan ya lo. Gue sebenarnya niat awal ya cuma mau mastiin lo dari belakang aja, karena gue masih dalam tugas gue yang semalam. Gue bakal jagain lo 24 jam."

"Udahlah lo terlalu baik ah, udah lo kerja aja, gak usah mikirin gue. Rajin banget sih mikirin gue." ucap Ghina memalingkan wajahnya sok jual mahal. Kevin menatapnya datar.

"Bener nih? Gue tinggal deh sekarang. Nanti kalo ada orang jahat jangan nangis-nangis dateng ke gue ya..."
Ghina mulai terlihat bingung. "Eng..."

"Yaudah gue pergi."

Ghina langsung menarik tangan Kevin. "J-jangan."

"Apa?"

"Jangan pergi dulu, minimal nyampe ke kampus dulu..."

"Hahaha... Gampang kan bikin lo takut." ucap Kevin.

"Ihhh aukk! Kayak enggak penakut aja, biarin aja gue sumpahin digerayangin hantu jamu gendong tiap hari."

"Minum jamu dong gue... Biarin, biar kuat." ucap Kevin.

"Hiss... Nanti lo digerayangin terus disuruh ngegantiin dia jualan jamu hihihihi uuuu..." ucap Ghina menakut-nakuti dengan kedua tangannya, membuat Kevin tertawa melihatnya.

Ia benar-benar tidak takut dengan hal semacam itu. "Gak takut tuuu, lagian mana ada sih hantu nyuruh manusia jualan jamu, itu cuma ada didalam pikiran lo aja." ucap Kevin.

"Ishhhh... Takut napa..."

"Enggak lah..."

"Lagian napa sih segala dianterin ke kampus, padahal gue kan bisa jaga diri sendiri, nih liat kalo ada orang jahat nanti gue bakal keluarin jurus naga lagi teler.... hyatttt.. tuing...tuing.." ucap Ghina yang langsung mengekspresikan telernya seperti apa. Kevin geleng-geleng sambil tertawa.

"Ghina, Ghina... Kok lo makin gue kenal makin gak waras sih. Apa lo kebiasaan suka gak waras begini ya?" tanya Kevin.

"Gue jadi gak waras tuh gegara kenal lo."

"Bah..."

Tiba-tiba timah panas meluncur cepat menuju ke arah Ghina, membuat Kevin yang melihatnya lantas melotot dan langsung menarik tangan Ghina dan jatuhkan dirinya ke tanah.

Ghina sampai nyungsep ke selokan saat itu sedangkan peluru itu kini menancap keras ke batang pohon.

Membuat Kevin kaget bukan kepalang. Kevin terlihat panik dan langsung cari sekeliling arah, dimana ia menemukan seorang pria di atas bangunan sana, yang tak lain merupakan sniper yang Kevin duga adalah penembak barusan.

Kevin sangat geram dengan hal ini. Ia langsung gamit tangan Ghina melingkupinya, dengan tubuhnya berlari menjauh, tentu Ghina yang diperlakukan seperti itu cukup heran.

"Ih kenapa sih!" kesal Ghina. Sniper itu mendecih dari kejauhan.

Membiarkan Kevin pergi begitu saja.
Mereka akhirnya sampai ke kampus Ghina yang jaraknya tak terlalu jauh dari sana. Kevin terlihat cemas saat itu.

"Pokoknya lo harus waspada, gue harus ketemu sama dosen lo. Gue mau ngomong perihal ini, lo lagi diincer sekarang." ucap Kevin.

Ghina jadi merasa takut saat itu. "Barusan, ada orang yang mau nembak gue Pin?" tanya Ghina.

"Iya, pakai sniper malah, itu artinya mereka udah mulai berani ngancam kita... " ucap Kevin lantas membuat Ghina terdiam saat itu.

"Terus kita harus gimana?" tanya Ghina.

"Gue harus nyelidikin soal ini. Pokoknya lo harus aktif ya... Ini pegang pulpen ini, disini ada kameranya dan microphonenya yang terhubung ke hape gue. Kalo lo ada masalah apapun lo tinggal tekan ujung pulpen ini. Nanti bakal nyala." ucap Kevin.

"Iya Vin." ucap Ghina.

"Sekarang gue bakal ngomong ke dosen lo soal ini. Supaya mereka memberikan keringanan buat lo yang pulang agak lebih awal dan cukup untuk memberi lo penjagaan selama disini." ucap Kevin.

Beberapa jam kemudian, seusai Ghina dikatakan seperti itu, ia bahkan sudah berada di kelasnya sekarang.

Ia melamunkan sesuatu, tepatnya itu pasti tentang hal tadi. Entah kenapa ia jadi merasa sedikit cemas tentang hal ini, ternyata Kevin sering berhadapan dengan orang semacam itu.

Dirinya menatap pulpen dari sakunya. Pulpen yang tadi diberikan oleh Kevin. "Siapa sih sebenarnya orang yang ngincer gue dan dia? Kenapa kayaknya dia pengen banget orang yang dekat sama Kevin terluka. Apa mungkin dia punya dendam kesumat sama Kevin sampai berbuat kayak gitu? Apa mungkin Kevin pernah melakukan kesalahan?" batin Ghina.

Dari kejauhan Aldi dan Via terus melihat Ghina yang duduk didepan sana.

"Lo masih yakin bakal suka sama dia Al?" tanya Via.

"Selama dia ada didepan mata gue."

"Apa lo nyerah aja ya? Masalahnya saingan lo itu polisi..." ucap Via.

"Gue emang enggak mengharapkan apapun sih sejak awal, lagipula gue bakal dianggap sebagaimana gue pada umumnya di mata dia. Enggak ada yang berubah, gue bakalan terus seperti ini, bahkan sampai dia sendiri yang memutuskan untuk berubah pikiran." ucap Aldi.

"Nunggu tahun berapa?"
"Entahlah mungkin tahun 2050."

"Hahaha gue yakin belum sampe umur lu segitu lo udah punya anak dari cewek lain. Cowok kan jarang nepatin janji."

"Kayak tahu aja lo tentang cowok. Emang lo punya cowok gue tanya?" tandas Aldi.

"Punya! Kucing gue!" ucap Via.

"Cowok bukan kucing!"

"Sama aja dia kan jantan."
Tiba-tiba dosen muncul, seorang perempuan berusia sekitar 28 tahunan yang terlihat fresh dengan balutan baju mewah dan jaketnya.

Tidak lain itu adalah Feni, yang merupakan dosen baru disana. Bahkan terlihat teman-teman Ghina tampak asing dengan sosok Feni.

"Perkenalkan saya adalah dosen baru disini, saya yang akan mengajar untuk mata kuliah bahasa inggris. Disini ada yang sebelumnya kenal dengan saya? Saya sering hadir di berbagai sekolah menengah untuk mengisi acara. Apa ada yang sering melihat saya?" tanya Feni.

Mereka semua menggeleng. Feni beralih melihat ke arah Ghina yang tampak sangat sibuk dengan lamunannya sendiri. "Oh iya dengar-dengar kamu yang di ujung. Apa kamu kenal dengan pak Kevin?" tanya Feni membuat Ghina langsung tersadar. "Eh? Ke-kenal."

"Kamu apa sebelumnya sudah tahu siapa pak Kevin itu?" tanya Feni tersenyum. Ghina menggeleng.

"Enggak bu."

"Lebih bagus kamu tidak tahu." ucap Feni membuat Ghina tersentak, bahkan Aldi dan juga Via.

Kenapa Feni bisa tahu soal Kevin, apa sebenarnya yang dirinya ketahui darinya? Apakah mungkin mereka merupakan kenalan?  

Kok kesannya dia berbicara seperti itu seakan-akan Kevin memang orang yang cukup berbahaya. Apakah mungkin hanya perasaannya saja?     

Dinikahi Mas IntelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang