5

39 3 0
                                    


Kevin dalam perjalanan ke tempat kerjanya sekarang, bahkan selama perjalanan ia sering cengengesan sendiri.

Rio yang menyupirinya merasa kalau dirinya mulai merinding, ia khawatir lelaki disebelahnya sedang kesambet setan penunggu rumah sakit.

"Pak apa saya perlu meruqyah bapak? Sampe perlu diludahin pak? Atau saya kalungin pake tasbeh?" tanya Rio, Kevin menatapnya datar.

"Lo nganggep gue apa emang? Kesurupan setan belanda?" tanya Kevin.

"Syukurlah kalo bukan, enggak perlu repot-repot."

"Setan mah kagak berani sama gue Yo..."
"Karena wajah bapak lebih menyeramkan?" tanya Rio.

Kevin menatapnya datar. "Bukan, tapi karena gue kelewat ganteng."

Rio menatapnya datar. "Bukannya harusnya mereka heboh ya kalau anda ganteng?"

"Mereka kan mines.."

"Keseringan makan wortel."

"Orang mines makannya wortel, ente kebalik bambang." ujar Kevin.

"Bapak udahan main ke rumah sakitnya?"

"Kenapa pake kata maen? Dikira gue maen gaplek disana... ya gue harus lama lama gitu? Nanti penjahatnya pada keenakan dong gue libur." ujar Kevin.

"Saya kira anda mau menginap pak." ujar Rio.

"Ya terus lo mau gue kemping disana?"

"Kan itu calon istri bapak.."

"Eh tau dari mana lo itu calon istri gue?" tanya Kevin.

"Tau dari....... ilham..."

"Ilham disalahin, lo nguping gue kan barusan?"

"Saya cuma.... denger dikit pak. Enggak banyak." 

"Mau dikit, mau banyak... gue tetep ngelarang lo buat kasih tahu ke orang orang tentang hal ini. Atau lo gue hukum.... cium kaki emak gue." ujar Kevin.

"Bukan kaki bapak?"

"Kaki gue ada cantengannya..."

"Baik pak."

"Gue penasaran Ghina itu orangnya kayak gimana sih menurut lu?" tanya Kevin.

"Dia orangnya ceria, lucu, baik, dan setengah waras... bapak sendiri enggak merasa kayak gitu memangnya?"

"Merasa sih.... gue agak heran aja, kenapa kok cewek kayak dia masih belum punya pasangan..."

"Dia mau langsung nikah mungkin pak... sama kayak bapak..."

"Iya kali ya... agak rada rada sih dia... mana mungkin cewek rada rada kayak dia cepet dapet pasangan..." ujar Kevin.

"Bapak kayaknya udah mulai tertarik sama mbak Ghina." ujar Rio tersenyum.

"Bah... senyuman maut lo itu bikin iman gue lemah..."

"Udahlah pak enggak usah ngalihin pembicaraan. Alasan bapak senyam senyum barusan karena mbak Ghina kan?"

"Sok tahu lu.." ujarnya, Kevin langsung membatin.

"Masa iya gue mikirin nenek lampir... kepedean dia kalo tahu gue mikirin... coba mikirin yang laen Kev.... Mikirin... apa dong... ayo mikirin....mikirin.... mikirin... gimana jadinya kalo Rio seorang kapiten yang mempunyai pedang panjang, kalo berjalan hap hap hap... Rio seorang kapiten!!! AKHH GILA GUA!" pekiknya remas rambutnya.

Ia tidak bisa mengeluarkan Ghina dari kepalanya! Kenapa malah wajahnya yang sedang cengengesan terus terngiang dikepalanya! Kenapa tidak di hidungnya!! Dasar Ghina tukang pelet!

Ghina masih berada dirumah sakit. Ia cukup senang dengan kehadiran Kevin tadi. Ternyata dia tidak seburuk itu, dia juga cukup sopan tadi.

"Tuh cowok dibilang ngeselin ya ngeselin.... tapi kalo pas diliat kayak adem aja gitu... apa jangan-jangan dia cuci mukanya pake aer ac ya? Coba ya gue bayangin kalo gue menikah sama tuh orang... hmm... udah kayak pangeran kodok sama putri buruk rupa ya..." ujar Ghina membayangkan.

"Sekarang gue nyadar ternyata alesan si Rika mau dijodohin sama si ipin karena ini... yehaha dasar adek laknat lu, maen embat aja asal yang bagusan dikit... untung gue keburu nyadar." ujar Ghina.

Tiba tiba orang yang sedang dikomat kamitnya nongol. Rika menghampiri.

"Mbak, kok enggak nolak aja sih dijodohin sama mas Kevin? Katanya mau nolak..."

"Eh itu sih kemauan elu ye tutup toples... lo nyari untung kan dari ini?" tanya Ghina.

"Ye bukannya mbak bilang sendiri mas Kevin kayak bapak bapak..."

"Ya waktu itu.... sekarang kan gue udah tahu dia kayak gitu..."

"Yah terus mbak mau aja nih nerima? Udahlah lepas aja, kasih ke aku..."

"Enak aja..."

"Yah terus cowok mbak gimana yang itu?" tanya Rika.

"Yang mana?"

"Yang suka ke rumah, yang penampilannya culun sama giginya dipager..."

"Si Aldi? Dia cuma temen kok. Temen kuliah. Kebetulan aja rumah kita deketan jadi sering ketemu bareng di jalan." ujar Ghina.

"Hmmm temen apa temen? Jangan-jangan mau berencana nambah suami? Kayak yang di novel novel... suaminya dua!"

"Hilih maruk amat sih suami ampe dua. Ya kagak lah, ada juga lo kali yang maunya kayak gitu." ujar Ghina.

"Udahlah mbak sama Aldi aja aku sama mas Kevin.."

"Hilih menang banyak lo!"

"Ayolah mbak."

"Kagak!"

Kemudian Ghina seperti terpikirkan sesuatu.

"Tapi ngomong-ngomong kok tadi dia enggak berterima kasih ya sama gue? Dia juga kayak buru buru gitu ..... dia sesibuk itukah? Pangkatnya di kepolisian tuh apa sih, kok sampe bela belain nyamar jadi orgil? Emangnya dia enggak malu apa?" batin Ghina. "Tapi...Dia seprofesional itukah? Sampe bela-belain membuang semua rasa malu dan gengsinya..." batinnya lagi.

Kevin dan Rio kini sudah berada didepan sebuah apartemen, katanya disana ada anak seorang mafia yang memesan sebuah pizza. Kevin kini ingin menyamar kembali menjadi kurir pizza, ia memakai baju seperti layaknya kurir pizza dan memakai topi.

"Yah minimal sekarang agak bagusan dikit lah nyamarnya." ujar Kevin, Rio tertawa.

"Malu-maluin ya pak kemarin? Malah ketahuan sama calon istri lagi."

"Seenggaknya sekarang dia udah tahu pekerjaan gue apa." ujar Kevin balik tertawa.

"Ayo mau sekarang pak?"

"Ayo.." ujar Kevin. Mereka kini masuk ke dalam lift menuju kamar sang anak mafia, berada di lantai 15, sesampainya di lantai itu mereka masing-masing jalan beriringan menuju ke kamarnya bernomor 150. Kevin mengetuk pintunya. Seorang wanita memakai baju dan rok pendek yang diketahui sebagai anak seorang mafia membuka pintunya.

"Pizza pesanannya mbak." ujar Kevin, wanita itu segera menerimanya. Kevin memberi isyarat pada Rio yang berada jauh diujung sana.

Tiba tiba kucing yang dibawa Rio langsung berlari masuk ke dalam kamar Hani. Rio mencoba mengejarnya dan menghampiri Hani.

"Maaf mbak kucing saya itu... saya boleh ijin masuk?" tanya Rio. "Oh iya silakan." ujar Hani yang langsung mempersilakan Rio masuk, Rio menodongkan pistol ke kepalanya ketika masuk, tentu Hani kaget bukan kepalang. Hani mengangkat kedua tangannya ke atas sedikit panik.

"Apa benar kamu Rihani, anak dari pak Prasetyo? Bandar narkoba yang telah lama polisi buru?" tanya Rio.
Hani tak menjawab.

Ia diam-diam mencoba meraih saku celananya dan ambil pisau darinya. Ia langsung menusuk Rio, tapi Kevin keburu menangkisnya dan menodongkan pistol ke kepala Hani. "Cepat jawab."

"Iya benar... itu saya... saya anaknya..." ucapnya terpaksa.

"Sekarang ikut kami ke kantor polisi." ujar Kevin.

Hani merasa pasrah.

Dinikahi Mas IntelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang