Nathan terus diam sejak ia dinyatakan sadar dan melewati fase koma satu jam yang lalu. Kedua matanya terus bergerak kesana kemari. Seperti mencari sesuatu. Nathan tidak memperdulikan Anne, Melinda dan Salsha yang terus menatapnya. Menunggunya membuka suara.
"Kamu mau ngomong sesuatu? Kamu cari apa?" Anne khirnya bertanya sembari memperlihatkan senyum manisnya di hadapan Nathan. Terlebih saat Nathan menatapnya.
"Seraa... Sera mana?" Nathan balik bertanya. Suaranya masih terdengar serak dan berat. Bahkan, Sabrena tak mendengarnya dengan jelas.
Tapi, sepertinya Anne mendengarnya dengan jelas. "Sera nanti kesini."
Nathan seperti tidak percaya dengan jawaban Anne. Itu terlihat dari kedua mata Nathan yang memperlihatkan kekecewaan. Nathan menggeleng pelan. Dan ia menatap Melinda yang langsung dibalas senyuman dari Ibunya itu.
"Tadi Sera disini, kan, Ma? Tadi Sera meluk aku. Dia bilang dia sayang sama aku. Dia bilang aku nggak boleh pergi dan dia percaya sama perasaanku ke dia. Dia bahkan nyium aku berkali-kali. Terus kenapa dia pergi?" Nathan menceritakan apa yang ia rasakan sebelumnya pada Melinda. Ia benar-benar yakin kalau sebelumnya Sera datang, memeluknya, dan memberikan beberapa kecupan untuknya. Itu nyata. Nathan benar-benar merasakannya.
Melinda mengusap kepala Nathan dengan lembut seraya tersenyum meyakinkan untuk Nathan. "Mungkin itu cuma halusinasi kamu aja. Mungkin, itu bagian dari mimpi kamu. Sera nggak kesini."
Melinda membuka tasnya dan meraih satu kertas berwarna cokelat gold dengan relief indah dan ukiran nama dua orang. Ia menyerahkannya pada Nathan.
"Sera akan menikah. Dia nggak mungkin kesini nemuin kamu." Ucap Melinda lagi.
Nathan menatap kertas undangan itu dengan tangan bergetar. Ia memejamkan mata dan kembali membukanya. Ia berteriak keras dalam hatinya. Pernikahan itu adalah mimpi buruk yang pernah ia terima. Nathan meringis saat ia berusaha beranjak untuk duduk dan membuat tiga perempuan dihadapannya terkejut. Nathan merasakan seluruh tubuhnya sakit saat ia bergerak.
"Kamu jangan gerak dulu. Kamu baru sadar. Ayo, tiduran." Melinda mencoba menekan kedua bahu Nathan agar Nathan kembali berbaring.
Nathan menggeleng kuat. Wajah pucatnya membuat semua orang iba.
"Aku harus ketemu Sera. Sera nggak boleh nikah sama siapapun. Nggak boleh!" Nathan berucap lebih tegas dari sebelumnya. Meskipun, suaranya masih terdengar lemah.
"Jangan gagalin pernikahan itu, Nath. Itu bakal nyakitin Sera." Celetuk Sabrena yang seketika membuat semua mata tertuju padanya.
Sabrena menghela napas pendek. Ia bingung dengan posisinya. Sera adalah sahabatnya, Nathan juga sahabatnya. Dan ia bingung memihak pada siapa. Meskipun, awalnya ia memihak pada Sera. Tapi, ia sudah memaafkan Nathan.
"Tolong jangan buat Sera terluka lagi kayak dulu Nath. Lo harus terima, sekarang Sera udah bahagia sama Shayne. Dan lo harus hargai keputusan Anne. Dia ibu dari anak lo. Lo harus nikahin Anne sebagai pertanggung jawaban. Gue sahabat lo. Gue ngerti perasaan lo sama Sera. Tapi, tolong jangan hancurin mimpi Sera lagi, Nath. Gue yakin, kalian akan bahagia sama pasangan masing-masing. Sera sama Shayne dan lo sama Anne." Sabrena menatap Nathan dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Rasanya ia sudah menjadi orang jahat dengan mengatakan ini pada Nathan. Tapi, ia tidak ingin Sera menyakiti Shayne dan Nathan menyakiti Anne.
Nathan kembali menggeleng. Ia tidak bisa terima ini. Ia tidak bisa melihat kenyataan ini. Kenapa ia bisa koma selama itu dan membuatnya melewatkan persiapan pernikahan Sera yang sebenarnya masih bisa menjadi peluang untuknya membawa Sera kembali. Nathan merasa dirinya begitu bodoh melakukan semua ini. Ini percuma!
Nathan memejamkan kedua matanya saat rasa sesak itu mulai mencekik lehernya. Rasanya jauh lebih sakit dari luka bekas kecelakaan yang ia rasakan. Dan saat Melinda memberikan pelukan penenang. Nathan merasa air matanya mulai merembes menembus celah-celah matanya yang tertutup.
Dan Anne yang melihat betapa terlukanya Nathan mendengar besok hari pernikahan Sera hanya bisa diam. Sebelumnya, Anne tidak pernah percaya cinta sejati. Tapi, melihat cinta Nathan untuk Sera yang luar biasa, membuatnya percaya kalau cinta sejati itu ada.
***
Shayne menatap Sera yang hanya diam sejak tadi. Ia sudah berusaha mengajak Sera berbicara. Tapi, gadis itu hanya menjawab seperlunya. Bahkan, makanan yang sudah di pesan belum ia sentuh sedikit pun.
"Kamu kenapa? Masih mikirin Nathan?" Tanya Shayne.
Sera menggeleng dengan cepat dan tersenyum tipis. "Enggak kok."
Shayne mengangguk mengerti dan kembali menikmati makanan di hadapannya. Shayne tidak akan bertanya lagi pada Sera. Karna, jawabannya akan selalu sama. Antara 'iya' dan 'tidak'. Shayne tidak akan membahas apapun lagi.
"Shayne..," Sera menyerukan nama Shayne dengan lembut.
"Iya, kenapa?" Shayne menatap Sera dengan senyumnya yang manis. Ia menghentikan acara makannya dan menunggu Sera untuk kembali berbicara.
"Setelah kita nikah... bisa nggak kalo kita pergi dari kota ini?" Tanya Sera.
Shayne menautkan alisnya bingung. Pertanyaan Sera membuatnya mulai bertanya-tanya. Pindah kota? Kenapa?
"Memangnya kenapa?" Shayne bertanya. Masih dengan kedua alisnya yang bertaut.
Sera terdiam untuk beberapa detik dan menunduk sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Shayne.
"Shayne, tolong bantu aku untuk cinta sama kamu sepenuhnya dan lupain Nathan. Aku percaya sama kamu. Aku yakin kamu yang terbaik. Kamu ngerti maksud aku, kan?" Sera menatap Shayne dengan tatapan memohon. Ia yakin Shayne mengerti maksudnya. Laki-laki itu tidak bodoh.
"Okey, setelah kita nikah. Kita pindah ke Belanda ya. Kita pindah ke kampung halamanku. Kebetulan aku punya rumah di sana. Rumah Almarhum Ibu-ku. Kita bisa tinggal disana." Shayne tersenyum penuh melihat wajah Sera yang berseri menyambut jawaban darinya.
Sera mengangguk dan meyakinkan hatinya untuk memilih Shayne sepenuhnya. Sera yakin ia akan bahagia setelah hari pernikahannya besok. Tanpa masa lalunya... tanpa Nathan
Bersambung....
![](https://img.wattpad.com/cover/377212040-288-k401195.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bruiden Die Falen
FanfictionShort Story Just Fanfiction! Ditinggalkan kekasih hati di saat hari pernikahannya membuat Sera Nadira harus menerima kenyataan pahit menanggung malu dan sakit hati yang begitu mendalam. Kekasihnya pergi begitu saja tanpa meninggalkan sepatah katapu...