BAB 4

96 14 0
                                        

Sera menghela napas. Terduduk di sebuah halte kosong di pinggir jalan. Sepertinya, langit mengerti kondisi hati Sera saat ini. Awan mendung tampak menghiasi kota. Memberikan kesan dingin dengan angin yang melintas kencang.

Sera menepis air matanya. Ia merasa sangat bodoh. Tadi pagi, baru saja Sabrena mengajaknya bertemu Anne. Dan ia sama sekali tak menyangka jika calon tunangan yang Anne maksud adalah Nathan.

Tentang anak bernama Gio. Apa anak itu anak Nathan? Tapi, bagaimana bisa? Sera mengenal Nathan dua tahun. Dari awal pertemuannya dengan Nathan, Sera tidak pernah tahu siapa Anne. Dan dua hari pasca pertemuannya dengan Nathan. Ia dan Nathan resmi berpacaran. Mereka menjalin hubungan selama satu tahun sebelum akhirnya memutuskan menikah. Lalu, kapan Nathan melakukannya bersama Anne jika saat ini Gio berusia satu tahun?

"Pengkhianat!" Sera berteriak, menunduk, dan menjambak rambutnya sendiri. Ia merasa benar-benar sakit. Dan ia merasa di bodohi selama ini.

Sera membiarkan tangisnya pecah. ia berharap rasa sakit ini akan luntur seiring dengan derasnya air mata yang ia jatuhkan. Ia berharap nama Nathan lenyap dari hatinya. Sera idak ingin lagi mengenal Nathan. Laki-laki brengsek yang sudah membodohinya. Menertawakannya di belakang dengan bermain bersama Anne. Ya Tuhan, adakah yang bisa membayangkan betapa sakitnya hati Sera saat ini?

***

Nathan melajukan mobilnya dengan santai. Tidak ada Gio sekarang. Ia menitipkan Gio pada kakaknya untuk menjemput Melinda. Nathan mengeraskan audio didalam mobilnya. Sesekali tersenyum tipis mengingat kebersamaannya dengan Sera dulu. Gadis manis yang selalu ia beri gelar little princess. Karna, sifat Sera yang manja dan seperti anak kecil sangat manis.

Flashback on....

"Iih, kenapa galerinya gak bisa kebuka?" Sera menengadahkan kepalanya untuk menatap Nathan yang terduduk. Sera merasa sangat nyaman bersandar pada Nathan. Dan ia sama sekali tak ingin beranjak.

"Aku takut kamu bakalan ngatain aku psikopat karna hampir semua foto di galeri itu isinya foto kamu." jawab Nathan dengan diakhiri sebuah kecupan di pelipis Sera.

Sera menatap Nathan penuh selidik. "Oh iya? Kamu ngefans banget, ya, sama aku? Makanya sampe semua foto di handphone kamu itu foto aku."

Nathan tertawa pelan dan mengangguk. Melingkarkan tangannya di tubuh Sera dan sedikit menggerakkannya kekanan dan kekiri. Semakin membuat Sera nyaman.

"Kamu idolaku yang ketiga." Bisik Nathan.

Sera menautkan alisnya. "Kok ketiga?"

"Yang pertama Mama, kamu, dan kamu." Jawab Nathan cepat dengan kembali memberikan kecupan di pelipis Sera. Membuat gadis itu terbang dengan perlakuannya.

Flashback off....

Nathan tersenyum mengingat memori kecil yang masih ia ingat sampai sekarang. Nathan merasa masa itu adalah masa-masa terindah yang pernah ia lewati sepanjang hidupnya.

Nathan mengedarkan pandangannya. Mencoba mencari sesuatu yang bisa membuatnya mengingat lebih banyak tentang Sera. Dan Nathan selalu berharap kalau ingatan itu tidak akan pernah hilang sampai akhir hidupnya.

Nathan melihatnya. Tepat saat mobil sedan yang dikendarainya melintasi halte kosong di seberang jalan. Tatapan Nathan jelas terpaku padanya. Sampai ia benar-benar yakin kalau itu adalah gadisnya yang dulu.

Nathan memutar balik mobilnya. Ia harus menemui Sera. Meskipun, hanya sekedar untuk mengatakan 'maaf' dan menjelaskan semuanya pada Sera. Mobilnya berhenti tepat di depan halte. Dan ia keluar dengan cepat.

Tapi, Sera yang melihatnya merasa terkejut. Gadis itu malah beranjak dan melangkah menjauh darinya.

"Sera!" Nathan mencoba menyerukan namanya dengan lantang. Tapi, seruannya itu tak membuat langkah Sera berhenti.

Nathan melangkah lebih cepat. Mengejar Sera yang melangkah dengan langkah cepat. Terkesan berlari. Dan... dapat! Nathan berhasil meraih lengan Sera.

"Lepas!" Sera membentak dengan suara keras. Menepis tangan Nathan yang mencengkram lengannya dan kembali melangkah lebih cepat.

"Sera dengerin aku." Nathan tidak membalas bentakan itu dan kembali menarik lengan Sera. Dan kali ini Nathan mengunci langkah Sera dengan mencengkram kedua lengannya. Menahan pergerakan gadis itu.

Nathan  melihat Sera menatapnya dengan sangat tajam. Dan air mata itu. Nathan tidak pernah melihatnya sebelumnya. Selama ini Sera tidak pernah menangis dihadapannya.

"Cowok brengsek! Lepas! Aku jijik sama kamu!" Sera kembali berontak dengan kasar agar Nathan mau melepaskannya dan membiarkannya pergi.

"Aku gak akan lepasin kamu sebelum kamu dengerin penjelasan aku."

"LEPAS!" Sera berusaha mendorong tubuh Nathan agar kedua lengannya terlepas. Tapi hasilnya nihil. Nathan tetap mencengkram kedua lengannya.

"Aku mohon, Sera." Lirih Nathan lagi.

Sera menghentikan pergerakannya. Menunduk dan membiarkan air matanya kembali berjejal dan rasa sakit hatinya meluap. Suaranya tercekat. Antara rasa rindu, cinta, dan sakit hati yang bercampur menjadi satu. Sangat menyakitkan.

"Maafin aku, sayang. Maafin aku." Desis Nathan.

"Maaf? Segampang itu kamu ngomong maaf? Kamu pikir rasa sakit hati aku bisa kamu bayar dengan kata maaf kamu?!" Suara Sera yang awalnya pelan berakhir membentak. Menatap Nathan enuh kebencian. Tidak. Tidak sepenuhnya benci. Masih ada rasa cinta di tatapan Sera yang tajam saat ini.

Nathan merasakan suaranya tercekat. Ingin rasanya memeluk Sera saat ini dan mengatakan betapa rindunya ia pada gadisnya itu.

"Kamu itu bodoh atau apa? Kamu ninggalin aku di hari pernikahan kita karna Anne melahirkan di hari itu. Anne melahirkan anak kamu, iya kan?" Sera bertanya dengan suara tercekat. Bahkan, suaranya nyaris tak terdengar karna kalah dengan air mata.

"Seraa.." Nathan hanya bisa berdesis. Ia tidak tahu kalau Sera sudah tahu tentang Anne.

"Kamu gak tahu gimana sakitnya aku saat itu. Kamu permaluin aku di depan semua orang, di depan semua teman Ayah, teman Ibu! Kamu buat aku malu dengan berdiri sendirian di pelaminan! Kamu bisa bayangin gimana sakitnya aku saat itu?!" Sera kembali menaikkan volume suaranya. Seperti memberikan gambaran pada Nathan bagaimana kondisi hatinya hari itu.

Nathan menggeleng pelan. Mencoba menarik Sera kedalam pelukannya. Tapi, Sera segera menjauh. Nathan menatap Sera lebih dalam. Merasakan hatinya yang ikut sakit melihat Sera serapuh ini.

"Kamu selingkuh dibelakang aku! Kamu main sama Anne dibelakang aku! Kamu sama Anne ngancurin aku-"

"Nggak! Aku nggak pernah mau buat kamu hancur, Sera. Please, percaya sama aku." Nathan memotong bentakan Sera dengan cepat.

Sera tersenyum miris dan menggelengkan kepalanya. "Kamu tahu? Kesalahan terfatal di hidup aku adalah aku jatuh cinta sama kamu."

Sera menarik napas dan menepis air matanya. Mencoba terlihat lebih tegar. "Dan kamu tahu? Aku nyesel kenal sama kamu. Kalau Tuhan mau muter waktu ke dua tahun lalu. Aku nggak akan datang ke pesta dansa itu dan ketemu sama kamu. Kamu adalah mimpi buruk yang siap bunuh aku kapan aja. Kamu jahat. Kamu nggak punya hati. Aku harap kamu gak akan nyakitin Anne kayak kamu nyakiti aku." Lanjutnya.

"Sera kasih aku waktu buat jelasin semuanya." Lirih Nathan

"Jelasin apa? Hah?! Jelasin kalau kamu selingkuh di belakang aku saat kita pacaran. Dan dari hasil perselingkuhan kamu sama Anne, kamu dapet Gio? Iya? Kamu benar- benar menjijikan!" Sera kembali menepis air matanya dan mencoba melangkah pergi.

Nathan tentu saja tidak akan membiarkan Sera pergi. Nathan kembali menarik Sera lebih kencang. Menghempaskan gadis itu ke dalam pelukannya dan memeluknya dengan sangat erat. Nathan tidak peduli dengan pukulan yang terus Sera layangkan agar pelukannya terlepas. Justru, pukulan itu membuat pelukan Nathan semakin memeluknya erat.

"Kamu boleh pukul aku sesuka hati kamu, kamu boleh benci aku, aku memang brengsek. Tapi, cintaku buat kamu tulus. Kamu gak perlu raguin cinta itu. Sampai akhir hidupku. Kamu tetap cinta sejatiku sayang." Bisik Nathan diiringi setitik air yang jatuh dari matanya.






Bersambung....

Bruiden Die Falen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang