Tujuh tahun kemudian...
Tak terasa kehidupan rumah tangga Shayne dan Sera sudah berjalan selama tujuh tahun. Keduanya kini telah dikaruniai seorang putri jelita bernama Shabira Malvino. Gadis manis berusia enam tahun yang menuruni paras jelita ibunya. Gadis manis yang memiliki mata indah seperti mata sang ayah.
Setelah menikah, Shayne memilih memboyong Sera ke kampung halamannya di Belanda. Membangun kehidupan baru bersama keluarga kecilnya, jauh dari keluarga dan teman-temannya. Membuat Sera menemukan ketenangan tersendiri di sini. Sera dan Shayne menjalani kehidupan yang cukup bahagia. Walaupun terkadang harus terlibat perdebatan kecil. Ini adalah impian Sera sejak dulu, membangun keluarga kecil yang indah dan bahagia.
Tentang Sabrena, sampai saat ini pun mereka masih terus berkomunikasi dengan baik. Sahabatnya itu kini juga telah menikah, Sabrena menikah dengan Rafael. Tak disangka bukan? Tapi begitulah jalan takdir. Seperti halnya Sera yang sudah ditakdirkan untuk Shayne.
Pagi itu Sera baru saja menggantung beberapa dasi kerja Shayne yang sudah selesai ia cuci saat Shayne mendekat dan menatapnya dengan alis terangkat. Sera tersenyum dan menarik tangan Shayne untuk mendekat pada sofa kotak berukuran kecil yang selalu ia gunakan untuk pijakan kakinya.
Sera mengisyaratkan Shayne untuk berdiri lebih tegak dan ia naik keatas sofa. Lalu dengan lihai Sera mulai menggerakkan jarinya dan meminta Shayne sedikit menundukkan kepalanya agar ia bisa mengikat dasi di leher Shayne. Ini sudah menjadi kebiasaan yang mereka lakukan sejak awal menikah.
Shayne tersenyum manis, tangannya ia lingkarkan dipinggang istrinya, "Shabira udah berangkat ya?"
"Udah, barusan banget dia berangkat."
"Sayang, hari ini aku pulang telat ya. Ada jam lembur."
"Iya, tapi nanti sore kasih tahu aku pulang jam berapa." Balas Sera sembari merapikan dasi Shayne.
Shayne mengangguk dan mengusap kepala Sera lembut.
"Selesai." Sera menepuk kedua bahu Shayne agar kemejanya lebih rapi dan ia segera turun dari atas sofa tempatnya berpijak. Sera meraih jas yang akan Shayne kenakan hari ini dan tas kerja milik Shayne.
"Aku berangkat dulu ya. Kamu hati-hati dirumah." Shayne memberikan kecupan manis di kening dan bibir Sera dan selalu mengakhirinya dengan pelukan serta mengusap lembut pipi Sera.
Pagi manis yang selalu Shayne dan Sera rasakan setiap harinya selama tujuh tahun mereka menjalani kehidupan berumah tangga.
***
Sera meletakkan setumpuk majalah lama yang rencananya akan ia buang. Sera memiliki aktivitas seperti istri kebanyakan. Tidak bekerja di luar karna Shayne melarangnya. Dan tugas Sera hanya diam di rumah saat suaminya pergi bekerja dan anaknya pergi sekolah.
"Mami, aku pulang."
Sera mengalihkan pandangannya pada pintu. Dan senyumnya tertarik saat melihat gadis pemilik mata cokelat dan berwajah cantik menghampirinya. Dia Shabira. Putri semata wayangnya yang baru saja duduk di taman kanak-kanak. Ia baru saja pulang sekolah bersama dengan pengasuhnya.
Sera selalu menyambut hangat Shabira saat mencium tangannya. Dan ia membalasnya dengan usapan di puncak kepala gadis manis itu serta ciuman hangat di pipi tembamnya.
"Mami, aku bawa teman. Dia teman baru aku di sekolah. Katanya dia anak pindahan dari Indonesia lho mi." Ucap Shabira.
Sera menatap putrinya dengan alis bertaut. "Ohh yaa, siapa?" Tanyanya.
"Tapi, dia juga bawa Mama-nya. Soalnya, tadi mamanya yang jemput aku sama Gio di sekolah. Mama-nya cantik deh, Mi. Aku panggilin, ya, Mi?"
Shabira segera melangkah keluar dari rumah untuk memanggil teman barunya. Tanpa memperhatikan perubahan ekspresi Sera saat mendengar nama itu.
Deg
"Anne?" Desis Sera pelan.
Sera memijit pelan pelipisnya dan segera duduk. Sera memejamkan kedua matanya. Sungguh ia tidak bisa mempercayai kehadiran orang yang ada dihadapannya saat ini. Anne dan Gio. Ya Tuhan, kenapa mereka kembali hadir di kehidupan Sera? Sera tidak mau mengingatnya lagi.
"Mami."
Sera segera menengadahkan kepalanya. Sera bertatap langsung dengan Anne. Pandangannya kemudian beralih pada seorang anak laki-laki yang berusia beberapa tahun lebih tua dari Shabira.
Anak itu... Ya Tuhan, wajahnya benar-benar wajah Nathan. Sama persis seperti Nathan.
Suasana menjadi dingin. Sera tidak tahu harus bagaimana memulainya. Ini adalah pertemuannya dengan Anne dan Gio setelah enam belas tahun. Dengan canggung, Sera mulai tersenyum.
***
"Jadi, Nathan tetap nggak nikahin kamu sampai sekarang?" Tanya Sera sembari melirik Anne yang duduk di sampingnya.
Anne tampak tersenyum kecil dan menggeleng. Siapapun yang melihat senyum tipisnya pasti akan merasa iba. Anne menarik napas panjang dan menatap Sera. Ia merasa senang bisa bertemu lagi dengan Sera setelah sekian lama.
"Lo pasti bahagia banget, ya, sekarang?" Tanya Anne.
Sera mengangguk mantap. Yang di ucapkan Anne memang benar adanya. Ia bahagia. Sangat bahagia hidup bersama dengan Shayne dan Shabira. Sejujurnya ia sudah melupakan kisah masa lalunya dengan Nathan. Saat pertama kali Shayne membawanya untuk pindah dan menetap di Belanda, ia sudah benar-benar menghapus segala kenangan Nathan dalam dirinya. Tapi walaupun begitu, sosok Nathan masih tetap menempati sedikit ruang kecil dihatinya.
"Oh ya, gimana kabarnya Nathan? Dia... baik-baik aja, kan?" Sera menatap Anne dengan alis terangkat. Ia berusaha menyembunyikan gairah ingin tahu tentang Nathan di kedua matanya.
"Nathann...," Anne menghentikan ucapannya. Menatap Sera dengan wajah ragu. Tapi, ekspresi ingin tahu Sera membuat Anne mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan bagaimana kabar Nathan sekarang.
"Dia masih cinta sama kamu sampai sekarang. Dan sekarang, dia lagi jalani rawat jalan." Lanjut Anne.
"Rawat jalan?" Sera menautkan alisnya bingung. Apa itu artinya Nathan sedang sakit?
Anne mengangguk. "Iya, udah dua tahun ini Nathan sakit. Dokter bilang jantungnya bermasalah." Jawab Zidny.
Sera menggeleng tak percaya. Ada rasa sesak yang muncul saat Anne menjawabnya. Kenapa Nathan bisa seperti itu? Kenapa Nathan masih tetap menyakiti dirinya sendiri? Dan kenapa Nathan tidak menikahi Anne sebagaimana mestinya? Apa karnanya? Ya Tuhan. Rasa bersalah itu kembali muncul.
"Nathan sekarang juga tinggal di Belanda Ra. Udah satu tahun yang lalu dia pindah kesini. Mama dan papanya yang bawa dia kesini, karena mereka pikir pengobatan disini jauh lebih bisa menjamin kesembuhan Nathan."
"Dan kemarin... dia baru aja keluar dari rumah sakit. Kalau kamu nggak keberatan, kamu bisa kan temui dia? Dia sering abai-in kesehatannya karna dia nggak sempet ketemu sama kamu dulu. Dan kamu harus percaya. Selama bertahun-tahun ini... Nathan masih cinta dan setia nunggu kamu." Ucap Anne.
Sera menelan ludahnya dengan susah payah. Rasa sesak yang sama seperti beberapa tahun lalu kembali hadir. Jika ia boleh jujur. Ia ingin bertemu dengan Nathan. Rasa rindu itu mendadak kembali muncul, Sera ingin menemui Nathan, Ia sangat merindukannya.
Bersambung....
![](https://img.wattpad.com/cover/377212040-288-k401195.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bruiden Die Falen
FanfictionShort Story Just Fanfiction! Ditinggalkan kekasih hati di saat hari pernikahannya membuat Sera Nadira harus menerima kenyataan pahit menanggung malu dan sakit hati yang begitu mendalam. Kekasihnya pergi begitu saja tanpa meninggalkan sepatah katapu...