BAB 5

123 13 0
                                        

Kedai kopi hari ini tampak ramai. Semua terlihat sibuk dengan tugas masing-masing. Sera beberapa kali harus bergerak cepat karna pelanggan yang cukup bawel. Ia tersenyum pada rekan kerjanya saat meletakkan kertas berisi pesanan dari pelanggan.

"Meja nomor dua belas, ya, Ra. Dia baru aja masuk."

Sera kembali mengulum senyum manis dan mengangguk. Meraih buku catatan dan kembali melangkah menuju meja nomor dua belas yang diberitahukan rekannya. Sera selalu terlihat ramah dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajah manisnya.

Tapi, senyum itu tak berlangsung lama. Hatinya sedikit berteriak dan memintanya untuk tidak menghampiri meja nomor dua belas. Sera menarik napas dalam-dalam dan melepaskannya secara perlahan. Mulai menata kembali senyumnya yang sempat luntur dan kembali melangkahkan sepasang kakinya menghampiri pelanggan di meja nomor dua belas.

"Selamat siang, mau pesan apa?" Sera bertanya dengan lembut. Andai semua tahu kalau saat ini Sera tengah menutupi rasa sakit hatinya.

"Sera? Kamu kerja disini?" Wanita itu Anne bertanya saat menyadari waiters yang melayaninya dan Nathan adalah Sera. Teman barunya.

Sera mengulum senyum tipis dan mengangguk. "Iya, saya bekerja disini. Silakan pesan apa yang ingin kalian pesan dan saya akan segera mengantarnya."

Sera sempat melirik sekilas kearah Nathan yang duduk di hadapan Anne. Tangan laki-laki itu mengepal. Sera sempat terpaku saat matanya menatap anak laki-laki di pangkuan Anne. Anak laki-laki itu memiliki wajah yang sangat mirip dengan Nathan. Hanya saja, mata anak laki-laki itu adalah mata Anne. Ah, rasanya begitu sakit melihatnya.

"Aku mau cokelat hangat, tapi jangan terlalu manis. Kalau Nathan coffe latte." Ucap Anne.

Sera menarik napas selama secara diam-diam dan menahan rasa sakit hatinya. Sera mengangguk dan mencatat dengan cepat pesanan Anne. "Silakan tunggu sebentar."

Sera melangkah dengan cepat meninggalkan meja nomor dua belas. Ia menurunkan sedikit topinya agar tak ada yang melihat matanya yang mulai berkaca-kaca. Ia segera meletakkan pesanan meja nomor dua belas dan menekan bel.

"Nanti suruh Rani yang antar. Gue mau ke toilet dulu." Ucap Sera dengan suaranya yang mulai tercekat.

"Ee, iya."

Sera segera pergi dengan cepat saat temannya mengizinkan. Ia segera menepis air matanya yang terjatuh. Rasa sakit hatinya meluap saat melihat anak kecil di pangkuan Anne. Anak kecil itu benar-benar membuat hatinya hancur.

Sera menutup pintu toilet dan menguncinya. Meremas kerah kemejanya dan melepaskan apa yang membuat hatinya kesakitan. Sera sudah berusaha terlihat kuat. Tapi, rasa cintanya yang masih melekat membuatnya jatuh begitu saja.

"Lupain Nathan, Lupain dia, dia udah bahagia sama Anne." Sera masih terus berusaha menguatkan hatinya sendiri. Menepis lagi air matanya yang turun semakin deras. Menandakan betapa sakitnya ia saat ini.

"Jangan jadi orang bodoh yang ngarepin calon suami orang. Dia bahkan udah punya anak. Dia udan nyakitin lo. Dia udah ninggalin lo demi cewek lain. Dia udah khianati lo, ayo Sera lupain dia." Sera menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Meredam tangisnya yang terdengar semakin kencang dengan erangan-erangan pilu yang semakin terdengar kencang.

Sera menggeleng pelan. Kenapa cinta bisa sesakit ini? Kenapa harus dirinya yang merasakan ini? Kenapa ia tidak bisa bahagia sedangkan Nathan sudah bahagia dengan Anne? Sera merasa benar-benar bodoh. Bodoh karna tidak bisa lepas dari Nathan. Padahal, Nathan sendiri sudah melepaskannya dan memilih kebahagiaanya sendiri bersama dengan orang lain.

***

Shayne baru saja duduk di pojok kedai sore ini. Ia sesekali menjenjangkan lehernya untuk mencari keberadaan Sera. Tapi, gadis itu sama sekali tak terlihat. Ia meraih ponselnya. Mencari kontak Whatsapp Sera, mengirim pesan agar Sera mendatanginya.

Bruiden Die Falen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang