BAB 3

108 11 0
                                        

Shayne
|Datang ke Kafe, ya? Gue traktir hari ini
|Mumpung lo cuti

Sera segera menutup dan menyimpan ponselnya setelah membaca pesan Whatsapp dari Shayne. Sera mengulum senyum dan kemudian menatap Sabrena.

"Kita pergi sekarang, yuk? Shayne udah nunggu." Sera berucap dengan suara yang sedikit lebih pelan dari sebelumnya.

Sabrena menaikkan kedua alisnya dan mengangguk. "Yaudah, Ann. Kalau gitu kita pamit dulu. Ada urusan lain. Nanti kapan-kapan gue main ke sini lagi." Sabrena segera beranjak dari duduknya. Mengulurkan tangan untuk Anne.

"Iya, nanti di acara gue datang, ya?" Anne membalas senyuman Sabrena dan menerima uluran tangannya. Lalu, berganti pada Sera.

"Iya, kita pergi dulu. Bye." Sabrena melambaikan tangannya dan menarik lengan Sera keluar dari rumah Anne.

Sera meraih ponselnya, melihat pesan dari Shayne lagi.

Shayne
|Lo tahu kafe-nya, kan?
|Kafe biasa. Jangan salah ya

Iya Shayne|
Ini gue lagi mau jalan kesana kok|

|Oke hati-hati ya Ra.
|See you

Sera mengalihkan pandangannya setelah membaca balasan terakhir dari Shayne. Sera menyimpan ponselnya ke dalam tas saat menyadari sebuah taksi berhenti di depannyasaat sebuah taksi berhenti dihadapannya dan segera masuk kedalam taksi. Salsha sudah memberitahukan alamat yang akan mereka tuju.

"Menurut lo, Anne itu gimana?" Tanya Sabrena tiba-tiba.

"Ee, baik sih, cuma, kok dia bisa hamil di luar nikah? Dan kenapa baru mau dinikahin sama cowoknya pas anaknya udah satu tahun? Kenapa gak dari si anak itu lahir langsung dinikahin? Kenapa ngulur waktu lama-lama?" Jawab Sera dan balik bertanya. Mempertanyakan apa yang mengganjal di hatinya.

"Ya mungkin mereka punya alasan lain." Jawab Sabrena singkat.

Sera mengangguk-anggukan kepalanya. Yah, mungkin mereka punya alasan lain. Tapi, Sera tidak tahu kenapa rasanya begitu mengganjal. Rasa penasaran pada calon suami Anne tiba-tiba saja meningkat. Ia benar-benar penasaran. Kenapa? Entahlah.

***

Mobil sedannya menepi di garasi mobil. Nathan turun dengan mempersiapkan senyum tipisnya. Ia membuka pintu belakang. Meraih bingkisan yang kemarin dibelikan Melinda untuk Gio. Ia melangkah dengan pelan. Jarinya memencet bel rumah dan menunggu pintu terbuka. Menarik nafas panjang, kembali mempersiapkan senyumnya yang lebih lebar untuk Anne.

"Hai?" Anne segera menyapa saat pintu baru saja ia buka.

Nathan melangkah mendekat. Memberikan kecupan di kening Anne seperti biasanya. Hal itu tentu saja membuat Anne selalu tersenyum manis.

"Ayo, masuk dulu. Gio udah nunggu kamu dari tadi." Anne meraih lengan Nathan dan menariknya perlahan.

Tapi, Nathan menahan langkah Anne dan mengulum senyum tipis. "Aku mau langsung pulang. Mama mau pergi sama temannya. Jadi, aku harus jaga rumah. Aku boleh bawa Gio sekarang?"

Anne mengangguk mengerti. "Yaudah, aku panggilin Gio dulu."

Nathan meraih ponselnya. Kebiasaan yang selalu ia lakukan setiap waktu. Membuka galeri dan melihat koleksi foto-nya yang hampir dipenuhi dengan foto Sera. Ia tidak pernah menghapus satu pun foto gadis itu. Dan ia tidak pernah mengizinkan Anne menyentuh ponselnya.

Nathan melirik kedepan saat melihat Anne kembali dengan satu tas berukuran tanggung dan seorang anak laki-laki yang tampa di gendongannya. Nathan menyimpan ponselnya dan mengambil alih Gio dari gendongan Anne. Nathan selalu menghadiahi bayi lucu itu dengan kecupan yang bertubi-tubi. Seolah memperlihatkan betapa gemasnya ia pada Gio.

Bruiden Die Falen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang