prolog

591 66 18
                                    




Hujan gerimis membasahi jendela kamar kecil itu, menciptakan alunan yang mengiringi keheningan di dalam rumah. Di sudut ranjang, seorang gadis kecil berusia lima tahun duduk termenung, memeluk boneka lusuhnya yang pernah di berikan oleh ibunya. Tatapannya kosong, matanya mencari-cari sosok yang tak lagi ada di rumah ini, ibunya dan keenam kakaknya, yang pergi begitu saja, meninggalkan dia dan ayahnya dalam keheningan yang asing.

Ayahnya seorang pria yang letih namun berusaha tetap tegar, berdiri di ambang pintu, memandang anak perempuannya dengan kasih sayang yang tak pernah surut meski hatinya sendiri dipenuhi luka. Kini hanya mereka berdua yang tersisa, melawan kerasnya hidup dengan segala keterbatasan. Di balik senyumnya yang rapuh, tersimpan banyak kisah yang belum di pahami oleh gadis kecil itu.

Flashback on

Malam itu, taehyung duduk sendiri di meja dapur, di temani hanya oleh secangkir kopi yang sudah dingin dan selembar surat yang di tinggalkan oleh Jennie.

Kalimat demi kalimat di surat itu menusuk hatinya, membuat dadanya terasa sesak. Di sana, Jennie menuliskan rasa lelah yang selama ini ia pendam, tentang sulitnya bertahan hidup di tengah kekurangan, tentang impian yang tak pernah tercapai dan keputusan untuk pergi bersama seseorang yang, katanya, bisa memberinya kebahagiaan yang selama ini hilang.

Taehyung mengingat malam terakhir mereka berbicara. Ia mengingat mata Jennie yang redup, suara yang dulu hangat kini terdengar jauh.

Sambil menunduk, ia berusaha menahan tangis, menyadari bahwa ia tak lagi mampu mengembalikan keluarganya yang utuh. Rasa bersalah dan kecewa bercampur menjadi satu, meninggalkan luka yang dalam di hatinya.

Dengan suara bergetar taehyung berkata "Kita bisa mencari cara lain, sayang. Aku akan bekerja lebih keras. Kita bisa melewati ini bersama."

Menunduk, menghindari tatapan taehyung "Aku sudah lelah, dan bukan hanya tentang uang. Rasanya semua ini tidak ada habisnya. Aku butuh sesuatu yang lebih... sesuatu yang membuatku merasa hidup lagi." Ucap Jennie

"Tapi kita sudah berjuang bersama. Bagaimana dengan anak-anak kita? Mereka butuh kita. Aku butuh kamu." Ucap taehyung lagi dengan suara bergetar berusaha menahan air mata.

Jennie melihat langsung ke mata taehyung "Dan aku merasa terjebak. Aku hanya ingin menemukan diriku lagi. Maaf, tapi aku tidak bisa terus hidup seperti ini. Ini bukan hidup yang aku inginkan" ujar Jennie

"Jadi, ini keputusanmu? Meninggalkan kita semua?"

Air mata Jennie mengalir di pipinya "Aku tidak ingin pergi, tapi aku tidak bisa tetap di sini. Maafkan aku." dengan suara bergetar Jennie melanjutkan kata-katanya "Aku tidak bisa membawa canny. Dia terlalu kecil untuk memahami semua ini. Dia butuh kamu, dan aku tidak ingin menghancurkan dunia kecilnya."

"Tapi kamu akan pergi! Bagaimana dengan semua kenangan kita? Kenapa harus memisahkan diri dari anak kita yang paling kecil?" Dengan nada frustasi taehyung berucap

Menunduk Jennie dengan menahan air mata "Karena aku merasa terjebak. Aku tidak bisa hidup dalam ketidakpastian. Dan aku yakin, Canny akan baik baik saja bersamamu. Dia membutuhkan stabilitas, dan aku tidak bisa memberikannya."

"Kamu tahu betapa sulitnya bagi dia untuk kehilangan semua orang sekaligus? Dia tidak mengerti mengapa ibunya pergi." Ucap taehyung dengan suara lembut

Jennie menatap taehyung dalam-dalam "Aku tahu... Tapi ini satu satunya cara aku bisa menemukan diriku sendiri lagi. Biarkan aku pergi dengan kakak kakaknya. Mereka bisa saling mendukung."

"Dan aku? Apa yang tersisa untukku tanpa kamu dan anak anak? Apakah kamu benar benar yakin ini yang terbaik?" Dengan rasa sakit taehyung berucap

"Aku tidak ingin melukai canny lebih jauh, tetapi aku juga tidak bisa berpura-pura bahagia. Maafkan aku..." Ucap Jennie dengan suara bergetar

Setelah percakapan yang penuh emosi itu, keheningan menyelimuti ruang kecil di sudut rumah. Canny, yang tidak mengerti sepenuhnya apa yang sedang terjadi, bermain dengan bonekanya di lantai, sesekali mencuri pandang ke arah orang tuanya. Suara mereka memecah keheningan, namun hatinya yang polos merasakan ketegangan di antara keduanya.

Jennie memalingkan wajahnya, berusaha menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Dalam hatinya, keputusan ini terasa seperti pisau yang menancap, tapi ia yakin bahwa ini adalah jalan yang harus diambil.

Meninggalkan canny dan ayahnya adalah pengorbanan yang harus ia lakukan demi kebahagiaan mereka, meskipun itu berarti merobek jiwanya sendiri.

Taehyung menghela nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak. Rasa putus asanya semakin membesar, sementara canny terus bermain tanpa menyadari betapa dunia di sekelilingnya telah berubah. Dia hanya ingin melihat senyum ibunya, bukan air mata yang membasahi wajahnya.

"Canny," kata ayahnya lembut, berlutut di samping putrinya "Sayang, ada yang ingin ayah bicarakan."

Canny menatap dengan mata besar, penuh rasa ingin tahu. "Bunda pergi, kan, Ayah?" tanyanya, suara kecilnya penuh ketidakpastian.

Taehyung terdiam sejenak, merasa sakit di dadanya. "Iya, sayang. Bunda harus pergi untuk sementara waktu. Tapi dia mencintaimu. Dia akan selalu mencintaimu."

Canny mengangguk, meskipun ia tidak sepenuhnya mengerti. Di dalam benaknya yang sederhana, ia berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan bundanya akan kembali.

Di luar, hujan mulai turun, menciptakan suasana suram, yang menyelimuti rumah kecil mereka. Taehyung dan canny saling bertukar tatapan, mencoba menemukan kekuatan dalam kehadiran satu sama lain. Meskipun mereka menghadapi ketidakpastian, di antara mereka terjalin ikatan yang tak tergoyahkan, satu-satunya hal yang tersisa di dunia yang penuh dengan kehilangan.

Flashback off







Ini cerita pertamaku, maaf kalau ada yang typo, jangan lupa vote dan komen, semoga kalian suka




Terima kasih


















































Dalam Bayang IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang