Canny terbangun di pagi hari dengan mata yang masih sedikit berat. Namun, pandangannya segera tertuju pada sekumpulan makanan yang tersusun rapi di atas nakas dekat tempat tidur ayahnya. "Siapa yang naruh ini di sini?" Pikirnya heran. Semalam, ia memang merasa ada seseorang yang mengusap rambutnya dengan lembut, namun ia menganggapnya hanya mimpi karena terlalu lelah.
Setelah membersihkan diri, ia memutuskan untuk mencari tahu. Canny mendekati perawat yang baru saja masuk untuk memeriksa kondisi ayahnya.
"Permisi, suster. Maaf apakah anda tau siapa yang membawa semua makanan ini ke kamar ayah saya?" tanyanya sambil menunjuk ke arah nakas.
Perawat tersenyum tipis, "Saya kurang tau, mungkin itu dari teman-temanmu, coba saja tanyakan pada mereka"
Canny terdiam sejenak, "baik, suster terima kasih" ucap Canny
Perawat mengangguk. "Sama-sama, Kalau begitu saya permisi dulu"
Canny hanya mengangguk sebagai jawaban.
Setelah perawat pergi, Canny duduk di samping ranjang ayahnya, hatinya di penuhi pertanyaan. "Siapa yang melakukan ini semua? Apa mungkin salah satu dari temanku?" Batin Canny. Ia memikirkan teman-temannya--Eunchae, Yunjin, Sakuya, atau Ella--mereka memang selalu menunjukkan kepedulian, meskipun ia tak pernah berharap bantuan.
.
.
.
.
.
.
Di rooftop sekolah, Ahyeon, Rami dan Rora duduk bersila di atas lantai, dengan angin sepoi-sepoi berhembus di sekitar mereka. Masing-masing larut dalam pikiran mereka, suasana hening, hanya di temani suara angin.
Ahyeon akhirnya menghela napas panjang, memecah keheningan. "Aku masih tidak percaya... Ayah dan Canny..." Ahyeon menunduk seolah tidak percaya dengan apa yang ia dengar semalam dari kakaknya. "Selama ini kita benar-benar tidak tau apa-apa," ucapnya pelan, menatap langit seolah mencari jawaban di antara awan.
Rami menggeleng sambil memainkan ujung rambutnya, wajahnya tampak bingung. "Iya... Ini semua aneh banget. Kita ga pernah dengar kabar mereka, terus tiba-tiba ada berita kaya gini..." ucapnya dengan nada lirih "aku tidak tau bagaimana kalau kita harus bertemu mereka."
Rora mengangguk pelan, terlihat paling diam dari biasanya. "Aku juga. Dulu, aku berpikir kita akan baik-baik saja tanpa mereka... tapi sekarang... aku bahkan tidak yakin bisa melihat wajah Canny lagi," katanya, suaranya terdengar nyaris berbisik. "Bayangkan Canny sekarang pasti dia sudah banyak berubah."
Ahyeon menghela napas lagi, mencoba bersikap lebih kuat. "Kalian tahu, kita harus siap bertemu mereka. Kalau memang ada kesempatan... Kita harus datang. Canny mungkin membenci kita. Dan ayah... Aku tidak tahu apa yang akan ayah ucapkan."
Rami mengerucutkan bibirnya, terdiam sejenak sebelum akhirnya bersuara. "Tapi... Bagaimana kalau kita malah bikin mereka tambah sakit hati? Canny pasti masih ingat semua itu. Masih ingat kenapa kita pergi."
Rora menundukkan kepalanya berusaha menahan emosi. "Iya, mungkin Canny masih ingat. Tapi... dia juga adik kita. Kita nggak bisa terus-terusan menjauh," katanya dengan nada yang lirih.
Ahyeon mengangguk pelan. "Kita mungkin nggak akan bisa memperbaiki semuanya... Tapi kalau kita tidak mencoba, selamanya mereka akan merasa bahwa kita benar-benar tidak perduli."
Rami akhirnya tersenyum kecil, mencoba memberi sedikit semangat. "Kalau begitu, mungkin kita bisa memulainya dengan pelan-pelan. Kita cari tau dulu kabar mereka, terus kita coba temuin Canny."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Bayang Ibu
RandomCanny, seorang gadis kecil berusia lima tahun, harus menghadapi kenyataan pahit setelah di tinggal pergi oleh ibunya dan keenam kakak perempuannya. Hidupnya berputar di sekitar perawatan perawatan ayah yang sakit dan berjuang dengan keterbatasan eko...