BAB 20

133 2 0
                                    

BAB 20

Hari ini tepat 2 bulan semenjak meninggalnya sang kakek, kehilangan sang kakek tidak membuatku putus asa, bagaimanapun apapun keadaannya aku harus tetap hidup untuk masa depan aku sendiri, sudah tidak punya siapa-siapa lagi aku di dunia ini, ada saudara dari ayah akan tetapi sudah berlasan tahun gak pernah ada kabar juga kebanyakan merantau ke luar pulau. Hanya pak karim yang sudah aku anggap sebagai saudara bahkan sebagai orang tua. Dan kini aku sudah kembali ke desa menempati rumah yang di tinggal oleh kakek. Aku mencoba peruntungan untuk membuka usaha meubel didesaku ini.

Ya aku memutuskan untuk tidak menjual rumah kakek, aku mengubur impian untuk bisa kuliah, mengubur impian untuk sukses di kota. Aku mencoba tantangan untuk membangun meubel di desa dengan modal seadanya dari tabungan selama aku bekerja di toko maupun di meubel.

Teringat jelas sekitar beberapa minggu setelah kakek meninggal, aku mengutarakan niatku untuk kembali ke desa, bagaimana aku menjelaskan tentang wasiat kakek di malam sebelum meninggal.

“Pak Karim apakah sibuk? saya ingin berbicara empat mata dengan pak karim, mungkin lebih enaknya di teras aj pak sambil ngopi dan makan cemilan” ajakku ke pak karim setelah melihat beliau duduk di ruang tengah. Setelah kita duduk dan menyeruput kopi akupun membakar rokok.
“Gimana-gimana apa yang mau kamu bicarakan dan dikusikan?” tanya pak karim.
“Begini pak ini terkait masa depan dan hubungannya dengan wasiat yang ditinggalkan kakek tepat di malam sebelum beliau meninggal. Di malam itu kakek bilang setelah beliau pada akhirnya di panggil Yang Maha Kuasa beliau berpesan untuk menempati rumah beliau dulu sementara waktu, kalau bisa aku tetap tinggal di desa tapi kalau tidak bisa aku disuruh menjual rumahnya, akan tetapi setelah aku pikir-pikir sudah saatnya aku mandiri pak karim, aku ingin kembali ke desa untuk tinggal di sana sekaligus untuk memenuhi wasiat kakek. Dari kemarin sudah saya pikirkan didesa mau kerja apa akhirnya dengan bekal dan dasar yang saya miliki saya mau membuka meubel di desa, saya juga melihat peluang disana untuk meubel masih minim disana, menurut bapak bagaimana?” terangku kepada pak karim
“Ternyata jiwamu jiwa enterpreneur ntung, aku salut dan apresiasi dengan kamu. Gini aku gak bisa mencegahmu untuk tetap tinggal disini meskipun dengan adanya kamu disini pekerjaan bapak menjadi ringan, dan usaha bapak yang hampir bangkrut sudah kembali berkembang pesat akan tetapi kamu juga harus bisa mandiri. Gak selamanya kamu ikut bapak terus kalau kamu ikut bapak terus berarti kamu gak maju-maju ntung. Bapak yakin dan punya feeling kamu akan menjadi orang sukses dengan kakimu sendiri. Jadi aku mendukung keputusanmu dan untuk keinginanmu buka meubel disana aku akan bantu. Sekarang apa yang bisa aku bantu untuk membuka meubelmu disana?” kata pak karim sambil tersenyum
“Gak ada pak, bapak mengijinkan saya tinggal didesa dan membuka meubel disana saya sudah bersyukur” aku lega setelah mendengar bahwa pak karim mengijinkan aku membuka usaha meubel.
“Beneran gak ada? Kamu sudah punya modal apa belum? Tempatnya sudah kamu persiapkan belum? Tukang sudah apa belum? rencana strategi pemasaranmu sudah kamu pikirkan apa belum?” tanya pak karim
“Satu-satu saya jawabnya ya pak, yang pertama untuk modal y bisa dikatakan masih minim pak, saya sudah menabung gaji yang bapak berikan selama ini jadi sudah bisa dikatakan cukup untuk modal membuka meubel.
Yang kedua, untuk tempat di belakang rumah kakek meskipun gak luas tapi sudah cukup untuk tempat pengerjaan meubel.
Ketiga, untuk tukang sementara gak perlu pak, saya akan mengerjakan sendiri. Semenjak saya bekerja di meubel bapak daripada bosa untuk mengontrol saya minta diajari tukang bagaimana cara menggosok, dempol, hingga menyepet meubel itu.
Terakhir, untuk strategi pemasaran mungkin saya keliling ke rumah warga desa saya dulu kalau di rasa masih kurang bisa ke desa sebelah saya pakai sistem door to door pak. Strategi kedua saya mau jual by online, Untuk pemasaran lainnya selanjutnya masih belum saya pikirkan lagi. Saya pakai sistem door to door dan online dulu pak. Tapi meubel saya ini hanya proses finishing aja pak, proses mentahannya saya pesen di bapak aja dulu dan saya ingin profesional pak, ketika saya pesan mentahan saya juga wajib membayarnya”. Jawabku dengan tegas agar aku tidak terlalu di bantu pak karim
“Oke kalau begitu akan tetapi jika selama perjalanan bisnis meubel kamu kurang modal jangan sungkan-sungkan bilang ke bapak, nanti kamu angsur semampumu dan tanpa bunga. Bapak gak mau kamu pinjam modal bank entah bank BUMN, swasta maupun bank titil. Paham ya?, terus kapan kamu pulang ke desa?” pak karim mencoba memberikan pengertian bahwa bisnis tidak semudah membalikkan telapak tangan.
“Iya saya paham pak, mungkin seminggu lagi saya akan membereskan pekerjaan disini dan juga membeli alat-alat untuk pengerjaan meubel” jawabku sambil tersenyum. GLODAK tiba-tiba ada suara bunyi barang jatuh dari dalam rumah.
“Oh satu lagi, bapak kasih pick up bapak yang lama dan agak usang. Itu pesangon bapak ke kamu karena dedikasimu selama ini berkeja dengan baik. Itu berguna buat mengirim barangmu ke pelanggan, masak kamu mau pakai becak kirimnya, sewa pick up juga mahal nanti untungmu berkurang” tambah pak karim

“Yang bener pak? Terima kasih pak terima kasih” kataku sambil mencium tangan pak karim. Bisa jadi contoh kedermawanan pak karim ketika aku sukses nanti.

Setelah berbicara di teras dengan pak karim aku berniat untuk masuk kamar karena hari sudah malam. Tapi sebelum masuk kamar terdengar bu juleha bilang ke pak karim bahwa supir pribadinya beliau izin sehari dan memintaku untuk menggantikan supir pradinya untuk satu hari saja.

“jangan-jangan tadi bunyi glodak dari dalam rumah bu juleha, waduh drama lagi besok” batinku sambil menepuk jidat. Setelah masuk kamar terdengar hpku berbunyi kemudian aku mengeceknya aku kaget ketika membaca pesan WA tersebut.

Bu juleha : BESOK KAMU GAK USAH KE GUDANG ANTAR AKU KE TOKO !!!!
Aku : baik sayang

“Gak biasanya bu juleha mengirim WA dengan huruf besar semua, mungkin beliau marah dan gak terima dengan keputusanku” batinku saat itu, kemudian aku segera memejamkan mata dan terlelap.

Pagi-pagi aku sudah menyiapkan mobil untuk mengantar bu juleha ke tokonya. Tampak bu juleha keluar dengan wajah garang, tidak ada senyuman sama sekali diwajahnya. Kemudian aku segera membuka mobil dan mulai menjalankan mobil menuju toko bu juleha.

Selama perjalanan kita bertengkar layaknya sepasang kekasih yang mau ditinggal LDR, bu juleha tampak sangat marah atas keputusanku. Setelah aku jelaskan latar belakang dan meyakinkan meskipun aku di desa tetap bisa memuaskan dahaga birahi, banyak hotel short time di sebelah kota. Akhirnya bu juleha nampak menerima keputusanku dan memintaku berjanji kalau beliau menginginkanku tidak ada kata TIDAK. Aku pun mengiyakan kemauannya dan dia juga memintaku nanti istirahat siang untuk check in di hotel karena dia lagi kepengen.

Telegram : @cerita_dewasaa

Dan sekarang kehidupanku sebenernya di mulai. Tantangan sesungguhnya di mulai. Bagaimana tidak. Rencana hanya tinggal rencana. Sebenernya aku sudah memulai rencana dengan baik. Bermodalkan pick up aku mulai memasok kebutuhan meubel. Di depan rumah aku kasih plang bertuliskan “ Untung Furniture” , aku mulai menyetok barang yang akan aku jual. Pengerjaan mulai dari nol sampai selesai aku kerjakan sendiri. Meskipun gak sebagus para pekerja di Pak Karim dulu tapi setidaknya juga gak terlalu jelek, karena kalau memakai pekerja modalku akan berkurang untuk membayar itu. Sedangkan pelangganku aku masih nol.

Setelah menyetok beberapa jenis meubel aku mulai memasarkan ke tetangga-tetangga, by online juga sudah aku lakukan. Akan tetapi masih belum laku, para calon pelanggan hanya menanyakan berapa harganya, bisa kredit apa tidak, setelah aku kasih jawaban mereka hanya bilang terima kasih tanpa membeli.

Jadi selama sebulan ini tutup buku bulanan aku nol rupiah, bahkan minus karena modal pengerjaan beberapa meubel sangat merogoh tabungan. Ternyata memulai usaha dari baru dengan nol pelanggan lebih sulit daripada mengambil alih usaha yang sudah berjalan seperti ketika aku mengambil alih meubel pak karim untuk aku jalankan.

Waktu bekerja di pak karim pelanggan sudah ada, aku tinggal memproses ulang hubungan ke pelanggan yang sempet bermasalah. Tinggal berjanji atau memastikan tidak akan telat, dan mengontrol pekerja, memastikan barang tepat pengirimannya sudah beres masalah. Lah sekarang aku babat alas mulai dari nol. Meubelku masih belum punya nama, modal pas-pasan, mau mengikuti proyek juga masih ragu-ragu. Ah sangat mempusingkan.

Tapi aku akan menikmati setiap prosesnya. Keputusan meninggalkan kota sudah aku ambil. Gak mungkin kan aku balik kucing kembali ke kota. Aku juga berat meninggalkan rumah mendiang Kakek. Huft. Aku gak boleh putus asa. Aku harus sukses sesuai apa yang Kakek inginkan dengan kakiku sendiri.

BERSAMBUNG

Spectrum kehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang