BAB 25

144 3 0
                                    

BAB 25

Sudah 4 hari aku tidak bisa tidur dengan nyenyak, perasaan dan logikaku berkecamuk. Bingung rasanya, logikaku mengatakan untuk menolaknya sedangkan perasaanku mengatakan untuk menerimanya.

Bicara soal logika, di situ terdapat idealisme jiwa mudaku. Karena aku sudah bertekad untuk sukses di atas kakiku sendiri dan sukses di tanah kelahiranku ini yaitu desa. Akan tetapi perasaan mengatakan kalau tidak ada Pak Karim, kamu tidak akan bisa sampai sekarang, tidak akan bekerja di pabrik, tidak akan punya ijazah STM, teringat ibumu di tolong sama Pak Karim, begitupun juga diriku. Kakekpun dulunya berpesan keluarlah dari desa jika ingin sukses.

Huft huuuu, aku menarik nafas karena tak kunjung menemukan keputusan. Di malam yang sunyi ini aku merenung, melamun, dan berpikir bagaimana kelanjutan hidupku. Kalau aku lebih condong ke arah perasaan terus bagaimana rumah kakekku ini, terlalu banyak kenangan disini dan berat meninggalkan rumah.

Tapi jika aku ke arah logika, iya kalau seandainya hidupku sesuai rencana, tahun depan kuliah sambil bekerja di pabrik, setelah lulus melamar kerja yang agak tinggi gajinya. Jika aku gagal bagaimana? Kegagalan aku membangun meubel jelas menjadi trauma tersendiri bahwa kadang kenyataan tidak sesuai dengan rencana.

Karena tak kunjung dapat keputusan yang tepat, akupun beranjak tidur karena waktu sudah larut malam sedangkan besok harus bekerja di pabrik lagi.

Telegram : @cerita_dewasaa

(Selang 10 hari kemudian)

Tok.. Tok.. Tok !!

Terlihat Ine membukakan pintu, setelah pintu terbuka Ine tertegun, kaget campur bahagia. Selang beberapa menit, dia langsung berhambur memelukku dan tak lupa mengucapkan terima kasih.

Ya sekarang aku di kediaman Pak Karim dengan membawa koper besar, koper berisi semua pakaianku, bawa Tas besar berisi peralatan sehari-hariku. Setelah beberapa hari bimbang saat ini aki sudah memutuskan untuk meninggalkan desa, mengubur logikaku, mengubur rencana hidup di desa, dan mengubur kenangan di sana. Dan bertekad membantu keluarga Pak Karim yang sedang mengalami masalah yang berat, kesehatan dan keberlangsungan usahanya, dua masalah itu yang coba aku bantu untuk melewati ujian hidup itu.

Setelah meyakinkan kembali keputusan akhirku, aku mengajukan resign ke atasanku di pabrik, tanpa di persulit aku akhirnya resmi resign sehari sebelum aku kesini karena posisiku yang hanya buruh biasa.

Setelah Ine melepas pelukan, Bu Juleha keluar menyambutku dan sama seperti Ine, beliau memelukku karena katanya sempet pesimis aku mau kembali ke kota. Bu Juleha tahu dan mengerti bagaimana aku, memiliki pendirian yang kuat dan idealis, Bu Juleha sangat tahu diluar dan dalam. Dan kemarin sempet berkabar melalui telepon kalau aku masih bingung. Makanya Bu Juleha sempat pesimis aku datang ke sini. Dan aku datang ke sini juga tanpa mengabari dulu, maka dari itu beliau memelukku juga karena saking bahagianya.

Setelah Ibu dan anak yang menyambutku, aku segera ke kamar Pak karim biar Pak Karim tahu bahwa aku sudah datang. Setelah dari kamar pak karim aku di antar ke kamar yang dulu aku tempati. Kemudian aku membuka koper dan memindahkan baju dan keperluan lain-lain ke tempatnya. Namun ada yang aneh, Ine membantuku merapikan pakaian dan membantu memindahlan keperluan yang lain. Alamak kenapa jadi perhatian gitu ke aku? Apa karena kedatanganku ini sangat di harapkan Ine? Sepertinya hanya Ine dan Tuhan saja yang tahu.

Setelah selesai merapikan baju dan keperluan lain, perhatian Ine semakin menggila. Dia membuatkan secangkir kopi untuk menemani melepas lelah. Sekarang suasanya terbalik, dulu aku yang melayani Ine, sekarang dia yang melayaniku. Bagaikan aku ini suaminya saja.

Sebenernya aku mau menagih janjinya Ine dulu untuk bercerita yang sempet tertundah dua minggu lalu, akan tetapi aku takut kesedihan menghinggapi dirinya lagi. Aku gak tega setiap perempuan nangis, dan aku juga bukan tipe-tipe orang yang rasa ingin tahunya tinggi.

Spectrum kehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang