BAB 21

125 1 0
                                    

BAB 21

Krik.. krikk. Krikk !!

Suara jangkrik bersahut-sahutan, di malam yang sesunyi ini aku sendiri duduk di teras rumah peninggalan mendiang kakek, entah kenapa mataku terjaga dan belum mengantuk sama sekali. Padahal jarum jam dinding menunjukkan di angka 11, jalan depan rumah sudah sepi. Malam ini aku di temani suara-suara jangkrik sedaang meratapi nasib.

Ya setelah aku kembali ke desa, perekonomianku sangat-sangat mengenaskan. Rencanaku membangun meubel di desa atau di rumah gagal total, banyak kendala – kendala sewaktu aku membangun meubel di desa. Uang tabunganku selama aku kerja di Pak Karim juga sudah ludes. Keberuntungan tidak berpihak kepadaku selama di desa ini.

Karena uangku habis sedangkan aku harus bertahan hidup, mau gak mau aku bekerja, setelah melamar kesana kemari dan dengan informasi temen Sdku. Sekarang aku bekerja di pabrik, di pabrik aku hanya sebagai buruh kasar karena berbekal ijasah STM maka wajar posisiku hanya sebagai buruh biasa.

Kata sukses sudah jauh di pandangan mata sekarang, ya karena keteledoranku pada akhirnya uang tabunganku ludes, uang tabungan yang harusnya buat modal meubel malah terpakai untuk kebutuhan sehari-hari, buat bayar ke bandar karena aku kalah judi, buat menghidupi mantanku yang notabene kehidupannya yang berfoya-foya. Kehidupan duniawi itulah yang menyebabkan aku masuk ke dalam jurang.

Bukannya aku tidak berusaha membuka meubel, sebelama beberapa bulan aku keembali ke desa sebenarnya meubelku sudah berjalan Cuma terkendala di pemasaran, aku begitu kesulitan memasarkan meubel, padahal ilmu selama aku kerja di Pak Karim tidak bisa di pakai ketika aku mendirikan usaha meubel ini.

Saat sedang lagi fokus memasarkan meubel, secara tidak sengaja aku bertemu dengan temen-temenku dulu saat masih bersekolah di SMP. Karena merasa pusing akibat meubel, aku pun mengiyakan ajakan temen-temen SD untuk berkumpul setiap malam di warung kopi yang tidak jauh dari rumahku, tiap malam ngopi sampai menjelang subuh, gak hanya ngopi kadang-kadang juga aku berpesta miras di warung itu, sampai dengan karena ajakan temen aku mengikuti judi bola, yang berawal darì hanya memasang 10 ribu sampai dengan ratusan ribu aku pasang, awal-awal aku menang tapi kelamaan banyak kalahnya.

Dan kebiasaan ngopi, pesta miras dan judi yang berakibat kepada meubel. Usaha meubel yang sedang aku rintis akhirnya berhenti di tengah jalan. Dan pada saat itu aku dikenalkan temen-temen SDku dengan seorang wanita tetangga desa yang bernama Lekha. Tidak lama kemudian aku sama Lekha jadian, awal-awal jadian sungguh menyenangkan. Aku yang sudah hilang kontak dengan Bu Juleha dan Yunita sudah menemukan pengganti, ya karena hpku hilang terjatuh sewaktu pulang dari pesta miras bersama temen-temen jadinya aku ganti hp dan nomor. Bu Juleha pun tidak berusaha mencariku akhirnya aku juga tidaak berusaha menghubunginya.

Jadian dengan Lekha membuat perekonomianku semakin merosot, secara tidak sadar aku di peras dengan makhluk bernama wanita ini, minta beliin baju, minta beliin lingerie, minta beliin BH maupun CD, minta beliin hp dan lain-lain. Karena sayang kepada Lekha, aku menuruti apapun permintaannya dia. Pada akhirnya uang tabunganku terkuras dan hutang dari judi bola menumpuk.

Setelah sadar dengan kebodohanku itu, akhirnya aku memutuskan makhluk bernama Lekha. Dengan slogan No Woman No Cry aku berhenti memikirkan dan mencari wanita. Kemudian judi aku tinggalkan meskipun aku masih punya tanggungan hutang kepada Bandarnya.

Dan sekarang inilah aku, pemuda yang sudah tidak punya apa-apa lagi, keluarga tidak ada, uangpun tidak ada. Gaji sebagai buruh pabrik habis buat makan dan bayar tanggungan hutang ke Bandar. Karena kesalahan kecil aku jadi begini, apa ini hukuman Tuhan buat aku? Atau ini karma karena telah mengkhianati kepercayaan Pak Karim karena berselingkuh dengan Bu Juleha.

Akupun menangis dalam kegelapan dan kesunyian malam. Ingin rasanya kembali ke kota untuk bekerja lagi ke Pak Karim tapi entah mengapa dalam lubuk sanubariku menolak untuk melakukan itu. Karena sedari awal aku sudah bertekad untuk sukses di atas kakiku sendiri.

Benar apa kata pepatah, penyesalan ada di akhir. Setelah terpuruk daalam kondisi saat ini aki sudah tidak bisa apa-apa lagi. Teringat kata kakek untuk kembali ke kota dan meninggalkan desa ini yang tidak aku lakukan, itu juga yang membuat aku menyesal.

Apa ini sudah gatis takdir Tuhan? Apa ini sudah nasibku yang dari keluarga biasa saja. Sekeras apapun berusaha pada akhirnya kalau keluarga kita berada dalam status sosial yang rendah maka kita juga akan menjadi rendah juga alias miskin. Dalil atau petuah yang mengatakan hasil tidak akan mengkhianati usaha berarti hanya omong kosong belaka.

Berjam-jam sudah aku habiskan rasa penyesalan ini dengan deraian air mata, berbungkus2 rokok aku habiskan, bercangkir-cangkir kopi aku habiskan tetap saja rasa sesal ini tidak pergi. Huft.

Terus aku harus bagaimana?menyesali terus atau melangkah? Kalau melangkah, melangkah yang seperti apa?. Pada akhirnya, mataku pun sedikit demi sedikit mulai mengantuk, aku lihat jam ternyata sudah jam 1 dini hari, akhirnya aku bertekad menjalani seperti aliran air, kalau memang aku di takdirkan sebagai orang miskin, aku akan jalani dan bertekad untuk menjauhi segala hal yang membuat hidup semakin terpuruk.

Akhirnya aku melangkah kembali ke dalam rumah untuk tidur karena besok aku harus pergi bekerja di pabrik.

Telegram : @cerita_dewasaa

Begitulah aktivitasku sehari-hari, kerja di pabrik shift 1 yaitu jam 7 sampai jam 4 dan shift 2 yaitu jam 4 sampai jam 12 malam. Dalam seminggu di bagi mendapat porsi shift pagi 3 hari dan shift malam 3 hari. 1 harinya libur.

Kalau waktu libur aku bosan di rumah, aku kumpul-kumpul di warkop dengan temen Sdku, meskipun masih kumpul tapi aku sudah tidak mau di ajak pesta miras dan judi. Aku sudah bener-bener kapok dan ingin bangkit kembali dari keterpurukan.

Tidak hanya pesta miras dam judi, aki juga sudah kapok bermain-main dengan wanita. Banyak temen sesama buruh yang perempuan menggoda aku, kadang menatap aku lama, kadang mengerlingkan mata, kadang mencolek-colek daguku, tapi hatiku sudah menjadi batu. Aku tidak akan kembali jatuh ke lubang yang sama. Aku berpikir setelah ada uang baru aku fokus mencari pendamping karena sekarang aku sudah tidak punya apa-apa. Alat komunikasi sudah gak model android lagi, motor juga tidak punya kalau bekerja aku naik angkot kalau ada sisa uang, kalau gak ada uang aki berjalan kaki kadang-kadang juga aku numpang di temen sesama burrih pabrik yang searah rumahnya dengan rumahku.

Aku bertelad sebelum lunas utangku di bandar judi, aku gak akan aneh-aneh lagi. Rencana setelah utangku lunas baru membeli motor dan hp yang agak modern sedikit. Setelah itu aku berencana menabung untuk bisa bersekolah lagi ke jenjang lebih tinggi yaitu kuliah. Meskipun rumahku di desa tapi ada satu perguruan tinggi swasta dengan jarak sekitar 20 kilometer dari desaku. Perguruan tinggi itulah yang aku tuju nantinya.

BERSAMBUNG

Spectrum kehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang