BAB 4

385 3 0
                                    

BAB 4

Setelah dari subuh tadi ada kiriman kayu glondongan dari perhutani akupun sampai lupa belum mandi. Sampai sarapanpun Wati jauh-jauh dari rumah untuk mengantarkan makanan ke gudang meubelku ini. Pembantuku satu ini memang rajin sekali, bertanggung jawab, bekerja keras. Rumahku jadi bersih sampai debupun enggan nempel di lantai. Karena begitu nempel langsung di sapu Wati pembantuku.

Wati sebenernya dia gak pantas untuk jadi pembantu. Wajah dan bentuk tubuhnya menggambarkan bahwa dia tidak pantas bekerja sebagai pembantu. Dengan wajah khas orang jawa, mata bulat jernih, wajah oval, kulit kuning kecoklatan rambut hitam sedikit berombak. Tubuhnya pendek mungkin 160 cm tetapi bulan pantatnya, gundukan payudaranya yang tidak besar menmbah pesonanya. Aku bersyukur punya pembantu kayak gitu. Kalau bosan lihat istri maka lihat pembantu dari kejauhan. Tapi aku gak berani menjamah bahkan mendekatinya karena setan belum bisa mengalahkanku.

Siang itu aku berencana untuk pulang dan mandi mengearkan badan karena dari pagi belum mandi terasa badan-badang lengket. Saat tukangku istirahat siang aku pun pulang mengendarai sepeda motor. Setelah tiba di rumah akupun membuka pintu depan tapi keadaan sangat sepi. anakku sekolah sedangkan istriku ke usahanya di kota ini.

“Mungkin Wati sedang tidur siang” pikirku.

Akupun melangkah ke kamar dan mandi karena kamar mandiku berada di dalam kamar tidur. Setelah menyegarkan badan akupun berencana makan siang sambil ngopi. Akupun melangkah ke rumah belakang tempat dapur dan kamarnya Wati. Saat ke rumah belakang berharap mbak wati didapur dan nanti akan aku suruh buat kopi. Begitu di rumah belakang suasananya juga sepi. karena pikiranku tadi Wati tidur akupun membuat kopi sendiri tanpa berencana membangunkan Wati.

Setelah membuat kopi akupun berencana ke rumah depan untuk menyantap makanan. Akupun mengambil jalan memuatar melewati kamar Wati. Biar tidak bingung rumahku berbentuk persegi dimana rumah depan untuk keluarga sedangkan rumah belakang sebelah kiri dapur dan sebelah kanan dua kamar pembantu. Tapi berhubung pembantuku Cuma satu akhirnya aku jadikan gudang untuk menyimpan barang-barang yang tidak terpakai. di tengah-tengah antara kamar pembantu dan dapur aku bangun taman dengan dikelilingi kolam ikan. Akupun mengambil jalan memutar otomatis melewati kamar pembantu itu.

Di saat aku di depan kamar Wati aku mendengar suaara erangan yang sangat lirih seperti orang kesakitan. Tanpa pikir panjang aku meletakkan kopiku di meja dekat situ dan aku langsung membuka pintu kamar Wati

KLEK !!

Akupun membuka pintu dan melihat kondisi Wati. Aku terperanjat kaget kondisi Wari sedang telanjang bulat dengan tangan di taruh di selangkangannya. Terlihat dua gunung yang bulat dan kencang dengan puting yang tidak hitam tapi kecoklatan terlihat cukup tegang. Sungguh pemandangan yang indah sampai aku tediam beberapa saat.

“Baaa...pakkk” kata wati memanggilku menyadarkan aku saat aku melongo melihat tubuh indah Wati

Akupun terpenjat kaget dan malu. Aku berpikir saat itu kalau aku keluar kamar maka suasana antara aku dan Wati akan jadi canggung, gak enak aja dalam rumah aada gep antar anggota didalam rumah. Akupun pasrah setan telah mengalahkanku.

JEBRET !!!
KLEK !!!

Akupun menutup pintu dan menguncinya.

Wati segera mengambil selimut untuk menutupi badannya yang sedang telanjang.

“Maaf wat, aku tadi habis buat kopi gak sengaja lewat depan kamarmu dan terdengar suruah rintihan seperti orang kesakitan jadi aku langsung membuka pintumu tadi.” Kataku sambil duduk di tepi ranjang. Sedang wati meringkuk di pojokan kasur sambil menutup tubuhnya dengan selimut.
”tapi..tapi bapak mau ngapain?” tanya wati sambil ketakutan.
“kenapa kamu telanjang bulat sambil tanganmu memainkan selangkanmu Wat” akupun tidak menjawab pertanyaan Wati malah bertanya balik.
“aaaa..kuuu..aaaa....kuuuu. “

Spectrum kehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang