BAB 9

189 1 0
                                    

BAB 9

(POV INE)

Namaku Ine, Ine Febrianti nama lengkapku, aku dilahirkan di rahim mamaku Juleha dan papaku Ahmad Karim. Saat ini usiaku 18 tahun usia yang matang tentunya. Tinggiku 165 beratku 55 ukuran dadaku 34 C gak terlalu kecil dan gak terlalu besar. Proporsional untuk ukuran wanita. Rambutku lurus dengan panjang tepat di bahu. Aku bersekolah di SMA negeri kota ini.

Aku anak tunggal dari Papa dan Mama, sebenernya aku pengen punya adik agar aku punya temen di rumah. Tetapi gak tahu kenapa papa mama belum juga memberikan adik untukku. Akhirnya sifat manjaku keluar ketika kumpul bareng papa mama.

Aku bahagia punya Papa Karim dan Mama Juleha. Mereka berdua sangat sayang kepadaku. Meskipun aku manja, mereka berdua tidak pernah membentakku. Kalau aku melakukan kesalahan mereka hanya menasehatiku saja.

Di usiaku saat ini aku terkesan cuek terhadap lawan jenis. Bukannya aku gak normal, aku sangat normal tetapi aku punya pengalaman yang gak enak dulunya yang menyebabkan aku terkesan cuek dan judes. Saat SMP aku mengalami pelecehan seksual dimana pantatku di remes oleh salah satu berandalan atau preman SMP saat itu. Itu yang menyebabkan sifat judes dan cuekku keluar. Akupun menutupi sifatku ini dengan mencoba ramah saat di ajak ngobrol lawan jenis. Tapi ketika dia mesum gak segan-segan aku melabraknya.

Dulu aku punya pembantu bernama mbak Wati. Aku sama dia bagaikan teman dan sahabat, aku seringkali curhat, entah curhat soal temen-temen, soal papa mama, dan soal lingkungan sekolah. Serasa aku punya ibu dua yaitu : mama Juleha dan mbak Wati. Ketika mama lagi sibuk mengurus bisnisnya aku masih ada mbak Wati yang begitu tenangnya mendengarkan curhatku, mengajak bercanda dan masih banyak lagi.

Saat ada berandalan atau preman SMP yang melecehkan aku. Akupun menangis dipelukan mbak Wati. Dia mencoba menenangkanku. Mbak Wati bilang ‘sudah gak apa-apa, moga cepat di balas Tuhan’. Dan setelah kejadian itu, berandalan atau preman tersebut sudah gak berani melecehkan aku lagi dia seolah-olah menghindari ketika kita kebetulan berpapasan. “apa karena mbak wati melaporkan ke papa ya?” batinku. Soalnya tepat 2 hari setelah aku dilakukan pelecehan itu, ketika berpapasan muka berandal itu kelihatan lebam-lebam seperti orang yang dikeroyok. Soal pelecehan aku hanya curhat ke mbak Wati, aku gak mau cerita ke Mama Papa karena aku gak pengen mereka jadi kepikiran.

Aku gak mau memikirkan lebih lanjut yang penting aku sudah aman di sekolah, tetapi efek negatifnya dari itu sifat judes dan cuek keluar, aku enggan ngobrol dengan lawan jenis.

Saat SMA banyak cowok-cowok yang ingin mendekati aku tapi semua putus asa karena kejudesan dan kecuekanku. Mereka pada takut dan benci kepadaku. Bagaimana tidak takut, masih mendekati sebentar udah mesum langsung aku labrak sehingga dia langsung menjauhiku.

Ada juga yang gigih mendekatiku, berkali-kali aku sudah cuekin tetapi dia tetap nungguin aku. Awalnya aku cuekin aja akan tetapi dia dengan sabar pada akhirnya aku respect terhadapnya dan jadi sahabatku. Ya nama cowok itu Elle, yang dimana dari mulai kelas 1 sudah jadi sahabat baikku. Dia sabar dan perhatian kepadaku. Sebenernya dia berkali-kali nembak aku tapi aku tolak karena aku masih trauma. Setelah akhir kelas 2 entah berapa kali Elle menyatakan cinta ke aku. Ketika dia menyatakan cintanya lagi, aku yang kasian, aku yang menghormati kegigihannya selama ini. Akhirnya aku menerima cintanya. Aku sayang sama Elle tapi saat itu sayangku hanya sebagai sahabat. Setelah menerima Ella jadi pacar saat itu juga aku mulai belajar untuk mencintainya juga.

Saat aku lagi bahagia-bahagianya awal jadian dengan Elle pacar pertamaku itu. Ada kabar duka dari mbak Wati yang mana saat itu aku sedang jalan-jalan ke mall bersama pacarku tiba-tiba mendapat telepon dari papa dan menyuruh sekarang langsung ke rumah sakit tempat mbak Wati di rawat. Akupun menyudahi acara jalan-jalan dan minta di antar Elle menuju rumah sakit .

Spectrum kehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang