Hari sudah menjelang malam, namja itu masih berkutat dengan komuter di ruang kerjanya tanpa ingin beranjak. Tak biasanya namja itu tak kunjung pulang walaupun pekerjaanya sudah selesai.
Memijit pelipisnya yang berdenyut namja itu mulai kembali memngingat beberapa ucapan dari teman-temannya tadi siang saat mereka makan bersama.
"Kau masih tak kunjung diberikan anak" ucapan itu berasal dari sahabatnya Kim Namjoon
"Hmm" jujur saja sudah menyangkut perihal anak Seokjin benar-benar merasa malas.
"Sampai kapan kau akan terus menunggunya, sampai sekarang dia bahkan tak berminat" kini Min Yoongi kini yang mulai berucap.
Seokjin tak bersuara, dia hanya bisa diam dan berkutat dengan pikirannya sendiri. Seokjin memang sangat ingin memiliki keturunan tetapi Seokjin juga tak akan bisa memaksa Jisoo secara sepihak.
Kedua sahabat Seokjin itu memang lebih beruntung dari pada dirinya. Kini anak Namjoon berusia 1 tahun dan Yoonggi kini istrinya tengah hamil 8 bulan.
"Kau yakin akan tetap bertahan dengan istrimu itu?"
Sungguh pertanyaan Namjoon benar-benar membuat Seokjin diam tanpa kata. Entah kenapa Seokjin tak bisa menjawab untuk sekedar membela istrinya, mulutnya benar-benar kaku untuk mengutarakan satu kata saja.
"Kau tak bisa menjawab, aku yakin kau sendiri gundah bukan?" Kini Yoongi yang bersuara.
Kedua sahabatnya ini memang tak memikirkan bagaimana perasaan Seokjin ataupun Jisoo. Karena kedua temannya ini sangat mementingkan keturunan daripada sekedar rasa cinta.
Ingatan perkataan kedua sahabatnya itu memang sukses membuat Seokjin merasa gundah, terlebih kedua orang tuanya yang kini selalu menanyakan kepada dirinya tentang cucu. Jujur saja Seokjin benar-benar sudah tak tahu harus bagaimana.
Hubungan dirinya dengan Jisoo memang terlihat baik-baik saja walaupun terkadang mereka berdua harus beradu argumen, tetapi Seokjin memiliki rasa minta yang besar pada Jisoo hingga dirinya pun juga tidak akan tega jika harus menyakiti Jisoo.
Hingga ponselanya berdering membuat lamunan Seokjin terhenti.
"Kenapa kau selalu mengabaikan telfon eomma Seokjin-ah!"
Kata amarah itulah yang pertama terdengar dari telinga Seokjin setelah dia menerima telfon dari ibunya. Beberapa minggu ini Seokjin memang mengabaikan telfon dari kedua orang tuanya, tentunya lantaran Seokjin menghindar dari pertanyaan yang sama setiap kalai ibunya menelfon.
"Bagaimana? Apakah kau sudsh berhasil membuatkan eomma cucu?"
Itulah pertanyaan yang selalu ibu Deokjin katakan setiap kalai menelfon, tentu itu membuat Seokjin merasa kesal.
"Eomma, wae kau terus menanyakan itu, sekali saja coba eomma bertanya tentang keadaanaku"
Seokjin menggerutu kesal membuat ibu Seokjin menghela nafas disana.
"Eomma sudah lama menantikannya Seokjin-ah, tetangga eomma selalu menanyakan tentang cucu lada eomma"
Mendengar itu jujur saja membuat hati Seokjin terasa tersayat. Ibunya memang benar-benar sudah menantikan keberadaan cucu terlebih semua tetangga ibunya memiliki cucu yang selalu dibanggakan dan itulah yang membuat ibu Seokjin mendesak Seokjin untuk segera memiliki anak.
"Eomma aku tahu, tapi eomma jangan mendesakku. Aku juga menginginkannya eomma, tetapi..."
"Jangan kau bela istrimu lagi Seokjin-ah, seharusnya dia menuruti keinginanmu" seolah tahu apa yang akan Seokjin katakan sang ibu sudah memotong ucapannya. Tentu Seokjin hanyabisa diam tanpa bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOLLOW THE FLOW
FanfictionThe most important thing in the world is family and love.