Selama pesta berlangsung, tepatnya di 10 tahun yang lalu. Gadis yang sedang berulangtahun tidak bergabung dikeramaian. Ayahnya melarang dia untuk kedepan, dan memilih untuk duduk dibelakang rumah saja, sambil membaca salah satu buku cerita kesukaannya
Saat neneknya menghampiri, gadis kecil itu tersenyum senang. Merasa lega karena masih ada orang yang memperhatikannya. Selama hampi 30 menit mereka duduk sambil bercerita riang. Senyum gadis itu tak pernah hilang
Sampai dimana, terdengar suara tembakan dari arah luar. Ibu dan Ayahnya berlari melewatinya, beberapa petugas dirumah juga menyuruh untuk segera pergi dari rumah karena akan berbahaya jika tetap berada di sini
Dengan perasaan gelisah dan tidak tenang, gadis itu pun ikut berlari sambil menggandeng neneknya diikuti kakek dibelakangnya. "Ayo kakek nenek, kita harus berlari kencang"
"Kamu pergi dulu saja, nenek dan kakek akan menyusul" Dengan nafas yang sedikit tersenggal, nenek menyuruh cucunya untuk tetap berlari tanpa perlu mengkhawatirkannya
Dan dengan rasa takut yang menyelimuti, dia berlari sekuat tenaga entah kemana dia pergi, sampai jejaknya saja tak terlihat. Kakinya terasa sakit karena terus berlari, dadanya juga terasa sesak jika diteruskan. Gadis kecil itu berjongkok di pinggir jalan, kakinya dia peluk, wajahnya dia sembunyikan dan takutnya masih terasa
Dia berdoa di dalam hatinya 'Semoga keluarganya selamat dan dia bisa bertemu suatu saat nanti' Namun tanpa dia sadari, ini menjadi pertemuan terakhir antara dirinya dan keluarganya
Sampai akhirnya ada seseorang yang mengelus kepalanya, dengan senyuman ramah. Perempuan cantik berjas kulit hitam yang gadis kecil itu lihat dan sampai sekarang dia masih teringat dengan kalimat panjang yang diucapkan "Kamu pasti tersesat. Tidak apa-apa kalau ingin menangis. Tapi setelah ini, kakak akan membawamu ke kantor pengamanan dan akan menolongmu untuk kembali ke keluargamu"
Usaha demi usaha mereka lakukan, sampai gadis kecil itu tumbuh menjadi gadis cantik yang saat ditanya namanya dia akan menjawab dengan senyuman hangat "Selena"
—— 09.15
"Selena!"
Toko Roti Sania buka telat, hari ini sang koki Selena bangun kesiangan. Membuat Sania harus membangunkannya tadi pagi. Keduanya berangkat ke toko dengan Sania yang mengomel dijalan
"Ku kira terjadi sesuatu denganmu. Kenapa tidak menjawab panggilanku? Hampir saja aku mengabari Rigo untuk membantu"
"Kak Sania tolonglah, tenang, aku hanya telat bangun. Mimpiku semalam membuat tidurku lebih lama"
"Mana bisa aku tenang? jika terjadi sesuatu, siapa yang akan ku salahkan selain diriku sendiri?"
Mengomel dengan penuh kekhawatiran, Selena lalu merangkul Sania dari samping sambil berjalan. Sangat beruntung dia dipertemukan dengan orang yang sangat peduli dengannya
"Tebak, siapa yang sudah menunggu tokomu buka?" Pertanyaan Selena saat keduanya sampai di dekat toko. Melihat pelanggan yang kemarin datang, hari ini datang lagi sesuai yang dibicarakan
"Jangan menggodaku di depannya" Peringatan ini bersifat ancaman dari Sania untuk Selena
Gadis itu hanya tersenyum tanpa memperdulikan Sania yang sedang memelototinya. Berjalan tanpa beban menuju pintu masuk, menyapa para pelanggan sebentar, lalu memasuki toko. Dibelakangnya, Sania memberi tahu ke pelanggan kalau roti akan siap di 30 menit kemudian. Tidak ada masalah kata mereka, ada yang siap menunggu dan ada juga yang akan kembali nanti saat sudah ready
"Kamu harus memasang alarm besok, Selena"
Keduanya berada di dapur, bersama Selena yang sudah bersiap dengan alat tempurnya. Tanpa menoleh dan terus melanjutkan kegiatannya, Selena menjawab
"Oh ayolah kak, hanya sekali ini saja. Lagipula mandiku lebih cepat dari waktu dandanmu. Kenapa tumben sekali kak Sania hari ini berdandan? Untuk siapa?"
"Apa maksudmu untuk siapa? Tentu saja untuk diriku sendiri"
Sania berjalan ke depan, menata area kasir, rak roti dan meja kursi. Mereka tidak membuat roti banyak, karena saat jam makan siang sampai malam nanti keduanya berencana untuk pergi ke taman hiburan yang diadakan 1 tahun sekali. Berlibur meskipun hidup tak mempan untuk dihibur
"Jangan lupa untuk tersenyum, dia pasti lebih menyukai senyummu yang cantik daripada riasanmu kak"
Gemar sekali gadis Abraham itu menggoda Sania meskipun sudah diperingatkan. Benar-benar keras kepala seperti yang dikatakan Sior
——
Membahas tentang Sior, pria itu sekarang sedang bergelut dengan pikirannya. Apron yang waktu itu menemani masih berada di tempatnya. Sudah dia cuci saat sampai ke rumah dan dia bawa kemanapun layaknya anak anjing yang tidak boleh terluka
Semenjak kejadian malam itu, Sior lebih memilih untuk banyak menghabiskan waktunya di kantor kakeknya. Sebisa mungkin dia tidak pulang kerumah dan memilih untuk menginap di studio yang pernah kakeknya berikan
Sedangkan Migel, dia sedang berada di pelatihan penembakan yang sudah lama dia ingin ikuti. Sempat tertunda karena ibunya melarang, namun kali ini dia harus mengikuti karena tidak tau apa yang terjadi kedepannya. Siapa tau ilmunya bisa berguna nanti
Sama halnya dengan Sior, Migel juga memilih untuk tidak berinteraksi dengan ayahnya dahulu. Dia masih ingin hidup tanpa adanya tekanan. Kejadian malam itu membuatnya sadar tentang hidupnya ya hanya dia yang bisa memutuskan, bukan lagi ayahnya
Namun berbeda dengan Sior, Migel lebih pandai mengendalikan fokusnya. Meskipun kepalanya penuh kekhawatiran tapi badannya fokus untuk terus berlatih menembak tepat pada sasaran
"Kau sudah langsung menguasai meskipun aku hanya mengajari sekali" Ucap pelatihnya yang berada di kursi belakang Migel sekarang
Migel tersenyum kecut, pujian itu harusnya terasa menyenangkan namun entah kenapa dirinya seperti dijatuhi sindiran keras. Baik, dia pandai, dia juga cepat mempelajari sesuatu
Namun, dia tidak bisa terus terang menjaga orang yang harus dia jaga. Dia akui dia tidak mempunyai keberanian menjaga orang dengan terang-terangan
Untuk apa bisa segalanya namun tidak bisa dimanfaatkan dengan baik? Rasanya seperti menyimpan batu didalam kantong kresek lalu membawanya kesana-kemari tanpa mengeluarkannya
"Waktumu tinggal 5 menit lagi. Pastikan untuk melepas kacamatamu sebelum pulang. Karena kau melupakannya kemarin" Migel mengangguk paham, sambil mengarahkan pistolnya ke lingkaran target, Migel bersuara
"Tidak bisakah aku menginap disini?"
"Mau aku pukul?"
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloodline Rivalry
Short Story"Bloodline Rivalry" bercerita tentang seorang gadis pemberani yang terjebak dalam perseteruan lama antara musuh ayah dan keluarganya. Saat dia berjuang demi kelangsungan hidupnya, dia menemukan rahasia mengejutkan tentang garis keluarganya sendiri y...