Sudah hampir satu jam keduanya duduk disana, para serangga mulai mengeluarkan suara. Beberapa orang juga mulai berlalu lalang mengawali hari mereka. Namun masih belum ada pergerakan diantara keduanya
Selena melihat kesamping, Sior yang tertidur lelap dengan posisi tangannya yang memeluk apron Selena yang sebelumnya dia gunakan untuk selimut. Jangan salah, meskipun kotor, apron dari toko Sania terkenal bagus dan tebal karena Sania sendiri yang menjahitnya
"Kalian baik-baik saja?" Suara itu yang Selena tunggu-tunggu, Migel kembali dengan luka diwajahnya. Selena berdiri, menyuruh Migel untuk duduk di sebelah Sior
"Kau darimana saja? Lukamu banyak sekali Migel"
"Aku tidak apa-apa, Sior kenapa?"
"Panas"
Migel melirik sebentar ke arah Selena, matanya seperti sedang mencurigai. Selena yang sadar sontak menampar wajah yang tak lagi berkarisma itu karena luka
Migel mengaduh, dia tidak sempat menghindar. Namun satu tangannya memegang wajah yang ditampar tadi dan yang satunya memegangi tangan selena mencegah dia ditampar lagi
Tamparannya tidak begitu kuat, namun karna luka yang didapat. Sakitnya terasa dua kali lebih hebat. Migel sampai tidak bisa berkata-kata
"Jangan sekali-kali menatapku seperti itu lagi"
"Kenapa?"
Selena tak mau menjawab, dia memilih untuk berjalan menjauhi keduanya. Menenangkan diri sejenak, karena dia tidak tau apa yang akan terjadi dengan dirinya nanti
"Aku akan menganggap semalam tidak terjadi apa-apa selagi kalian membiarkanku pergi sekarang"
"Tapi diluar sana bahaya Selena"
"Bukankah kalian ingin membunuhku? Kurasa yang membuatku terancam bahaya dengan tetap berada di dekat kalian"
Migel bangkit, berjalan mendekat ke arah Selena. Dia ingin menjelaskan sesuatu yang belum diketahui gadis itu. Namun langkahnya terhenti saat Sior bersuara
"Biarkan saja, dia lebih berani daripada kita. Aku juga tidak mau masalah yang terjadi diantara kita malah membuatnya ikut merasakan sengsara"
"Pasti kewarasanmu kembali saat kau sakit" Celetuk Selena mengakhiri obrolan mereka
Membawa tas belanjaan yang sedari semalam tidak terlupakan, Selena berjalan menjauhi Sior dan Migel. Berbekal dengan ingatan menuju kembali ke kota yang ramai tadi, berharap semoga nanti ada petunjuk yang di dapat Selena untuk pulang
Meskipun semalam seperti hari sialnya. Selena beruntung hari ini seperti sedang berada dipihaknya. Sorot mentari yang menghangatkan badan di kala cuaca yang dingin ini, seperti ikut memeluk dan menuntun Selena selama diperjalanan
Dia beberapa kali menemukan toko dengan ornamen bagus diluarnya. Sania pasti akan sangat menyukainya jika melihatnya langsung. Bisa dijadikan inovasi untuk menghiasi toko rotinya
"Aku hanya ingin pulang, bertemu dengan kak Sania dan memberi makan Bito kecil" Gumamnya dengan langkah yang tak ada hentinya
Satu jam berlalu, namun gadis itu tidak boleh menyerah begitu saja. Ini sudah ditengah perjalanan. Sampai dimana di depan sana, Selena seperti menemukan petunjuk. Beberapa orang yang dia jumpai di jalan terasa familiar. Seperti pernah melihatnya beberapa kali
"Ah benar, mereka pelanggan toko roti kak Sania"
Memberanikan diri untuk mendekat, Selena akhirnya bertanya menuju jalan ke toko. Dan dengan senang hati, salah satu dari mereka mau mengantarkan Selena sampai ke tujuan. Pemuda yang sepertinya seumuran dengan Selena
"Maaf merepotkan mu"
"Tidak apa, kebetulan aku juga ingin kesana. Karena semalam toko itu tiba-tiba tutup dan aku tidak jadi merasakan roti enaknya"
Selena menahan senyumannya, dia tidak boleh bertingkah sekarang. Dia harus menyiapkan mentalnya karena Sania pasti akan memarahinya saat sampai
Dari mana saja? Kenapa tidak bisa telfon? Kau hilang kemana? Membayangkan saja Selena sudah merasa pusing. Apalagi melihat Sania dengan air mata yang tertahan, membuatnya semakin merasa bersalah karena selalu merepotkan disituasi apapun
Memasuki perbatasan Selena tidak merasa asing lagi. Kota yang dia pijak sekarang ialah kota yang selama ini Selena tinggali. Akhirnya sebentar lagi dia akan sampai di toko roti Sania. Hanya perlu menunggu lampu penyeberangan menyala
"Sepertinya kau harus menunggu selama 30 menit untuk bisa merasakan roti disana" Ucap Selena saat keduanya berhenti untuk menunggu waktu menyeberang
"Tidak masalah, aku bahkan rela jika harus menunggu berjam-jam"
"Terimakasih, ngomong-ngomong namamu siapa?"
"Deysangga, panggil aku Deysan"
"Akan ku ingat terus Deysan, karna kau sudah menolongku"
Deysan tertawa kecil mendengarkan. Keduanya kembali melihat lurus kedepan. Sepertinya, yang ada di pikiran mereka itu sama
Selena bisa melihat toko Sania sedang dikerumuni oleh orang-orang, pasti itu pelanggan yang sedang menunggu toko Roti Sania buka. Namun tak jauh dari toko Sania, Selena juga melihat Rigo disana. Berdiri sambil mengobrol dengan salah satu petugas?
Seketika Selena sadar, pasti mereka sedang menunggunya pulang. Sampai dimana Selena melihat Sania dengan pakaian yang sama yang di gunakan semalam
Ting! terdengar bunyi lampu hijau menyala untuk para pejalan kaki. Selena yang masih melihat ke arah Sania belum sadar kalau lampu hijau sudah menyala. Membuat Deysan harus menepuk pelan lengan Selena untuk menyadarkan
"Ayo, waktunya menyeberang"
Akhirnya keduanya berjalan mendekati kerumunan, Deysan hanya berhenti sampai di depan toko Sania
"Terimakasih Deysan, akan ku traktir kau kapan-kapan"
"Sama-sama"
Lalu, Selena berjalan lurus menghampiri Sania dan Rigo berada
Begitu terkejut Sania melihat kedatangan Selena dengan keadaan yang sedikit berantakan itu. Maklum saja, dia harus lari-larian, menghabiskan malam dijalanan, dan perlu berjalan lagi untuk kerumah. Terhitung mungkin bisa sampai 20 kilo Selena berjalan
"Selena!"
Para petugas, orang-orang yang disana dan juga Rigo merasa lega. Akhirnya orang yang mereka cari, kembali juga. Untung saja tidak ada luka serius yang didapat Selena
--
Sementara itu, Sior dan Migel masih berada ditempat yang sama. Sior masih bingung langkah apa yang harus dia ambil selanjutnya. Dia tidak menyangka kalau sakitnya akan datang sekarang, membuat ini semua terjadi diluar dugaan
"Kau yakin Selena akan baik-baik saja, Sior?"
"Bapak tua itu tidak tahu seperti apa Selena yang sekarang. Dia (bapak tua) hanya akan mengikuti insting bodohnya tanpa tau mana benar dan mana yang salah"
"Padahal niatmu hanya ingin menyembunyikan Selena dari mata-mata Om Guso. Aku yakin kalau kita tidak membawanya semalam, dia pasti sudah ada di rumah tua tempat kakek neneknya meninggal"
Migel benar, untung saja mereka bergerak lebih cepat dari anak buah Guso. Mata-mata Guso yang sudah 1 minggu mengawasi toko Sania berhasil mereka sekap dan kurung di tempat yang jauh dari pemukiman. Alhasil Guso tidak mendapatkan info apapun darinya
"Pastikan Selena tidak tahu tentang keluarganya. Keras kepalanya bisa membahayakan dirinya sendiri"
Mengangguk paham, Migel satu suara dengan Sior. Untuk kali pertama obrolan mereka terasa nyambung dan tidak ada paksaan harus menyetujui. Kini misi mereka seperti satu suara. Bukan lagi memperebutkan jabatan dan harta
Melainkan,
'Menjaga gadis yang berharga di hidup mereka'
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloodline Rivalry
Historia Corta"Bloodline Rivalry" bercerita tentang seorang gadis pemberani yang terjebak dalam perseteruan lama antara musuh ayah dan keluarganya. Saat dia berjuang demi kelangsungan hidupnya, dia menemukan rahasia mengejutkan tentang garis keluarganya sendiri y...