Keributan

11 3 4
                                    

Setelah 2 hari berlalu, mereka kembali berkumpul ditempat yang sama. Kantor kakek Sior, karena itu tempat teraman menurut mereka. Tidak ada yang berkurang, malah bertambah saat Rigo menyetujui tawaran Sania, dan juga ayah Migel yang akhirnya berada di jalan yang sama dengan anaknya

"Bagaimana kabar kalian?" Tanya Marro ke anaknya, Selena dan juga Sania, Rigo yang berdampingan

"Baik pak" Jawab Sania mewakili

"Ada yang ingin saya sampaikan Rigo" Selena terkejut saat ayahnya mengenal Rigo dan tahu namanya. Padahal setau Selena ini baru pertama kali mereka bertemu

Apa yang sedang mereka sembunyikan? Bahkan ayah mengajak Rigo untuk mengobrol empat mata saja. Menoleh ke arah Sania, Selena bertukar sinyal menanyakan apa yang sedang terjadi. Namun Sania juga tidak mengetahuinya, kedua bahu nya dia angkat sebagai respon

Saat ayahnya dan Rigo sedang melipir untuk berbicara, Sania dan Selena memilih untuk memasuki ruangan bertemu dengan yang lainnya. Terlihat Sior Migel dan ayah Migel di dalam yang sedang mengobrol dengan ponselnya

"Kalian baik-baik saja?" Tanya Migel saat matanya menangkap kedatangan Sania dan Selena

Sania mengangguk, Sedangkan disebelahnya Selena masih melihat ke arah Ayah Migel sambil berjalan mendekat ke arah tempat Sior dan Migel "Siapa?" Tanya Selena dengan suara lirih ke Sior dan Migel, dengan maksud menanyakan siapa bapak-bapak yang sedang bertelpon itu

"Ayahku" Jawab Migel

Mulutnya membentuk huruf O, Selena lalu duduk di samping Sania. Sior yang sedari diam memperhatikan gadis itu akhirnya membuka suaranya

"Tadi kulihat ada orang lain yang menemani kalian" Kata Sior, kepala Selena kembali terangkat. Namun tidak berniat untuk menjawab, Sania yang akhirnya bersuara "Benar, dia Rigo yang selama ini membantu kita"

Oh, dia yang namanya Rigo. Wajahnya tidak asing menurut Sior, "Apa dia bekerja di bawah kendali Tantobulus?" tanyanya

"Apa itu?" Tanya Sania

Sior melirik ke arah Selena, rupanya gadis itu tidak tertarik dengan obrolan mereka. Namun Sior tetap melanjutkan obrolannya "Perpajakan negara, biasanya yang bekerja disitu tidak hanya lulusan dari kampus terbaik. Tapi juga dari pelatihan militer khusus dari Tantobulus"

"Apa hubungannya perpajakan dengan militer?" Tanya Sania penasaran. Kini Migel juga ikut menimbrung ke dalam obrolan.

"Sepertinya hanya mereka yang tahu" Kepalanya bergerak menunjuk dua orang yang berjalan masuk mendekat. Ayah Selena dan Rigo bergabung, diikuti dengan teman-teman sior dan juga Kakeknya

Rigo duduk di sebelah Selena, membuat Sior semakin mengeraskan wajahnya. Migel yang melihat situasi dingin itu langsung mencoba untuk mencairkannya "Kudengar, kau yang selama ini membantu Sania dan Selena. Salam kenal aku Migel teman mereka" Katanya

Rigo mengangguk tersenyum, "Salam kenal, aku Rigo. Bukan apa-apa hanya bersikap baik terhadap tetangga" Balasnya

Setelah itu, orang dewasa yang bersuara. Percakapan semakin serius saat kakek Sior juga ikut bersuara. Ini bukan hanya tentang perebutan kekuasaan saja tapi juga pengancaman nyawa orang-orang yang tidak bersalah. Migel dan Selena yang sudah menjadi korbannya tidak ingin ada versi orang lain lagi yang akan menjadi korban selanjutnya Walter

Plan A : Mereka ingin melakukan aksi damai, mendatangi kediaman Walter dan merundingkan apa yang sebenarnya membuatnya bisa kehilangan akal seperti ini. Marro sudah menduga pasti Walter akan menolak siapapun tamu yang datang kerumahnya. Maka dari itu sesuai saran Ayah Migel mereka sepakat untuk menggunakan kartu As nya

Plan B : Saat obrolan tidak mencapai tujuan, Ayah Selena yang akan ambil aksi. Mengabiskan anak buahnya dahulu, menyerang tempat persembunyian Walter. Membawa berkas yang di inginkan Walter, dan menunjukkannya namun tidak akan memberikannya. Marro hanya memastikan apa yang begitu mengusik Walter sampai bisa menyerang keluarganya

Plan C : Mati, entah siapa yang harus mati. Ayah Selena tidak menjelaskan lebih detail, Sior dan Migel sempat menolak adanya plan C namun karena suara mereka kalah dengan suara orang dewasa. Mau tidak mau mereka harus mengikuti alurnya

"Kalau sampai diantara kita ada yang harus menjadi tumbalnya, aku tidak akan mau memaafkan ayah" kata Selena dengan penuh penekanan

Plan A,B,C sudah di putuskan oleh orang dewasa. Dan yang lainnya hanya diberi tahu dan diberi arahan saja. Mereka tidak akan melakukan sesuatu dengan gegabah, dan sudah dipikirkan matang-matang selama 2 hari itu

"Pastikan untuk mengutamakan keselamatan diri kalian sendiri..." Belum sempat ucapan kakek Sior selesai, Roman yang tadinya pamit untuk ke toilet sebentar tiba-tiba kembali dengan berlari terbirit-birit

"Ada.. Keributan.. di pasar.." Dengan napas yang tak beraturan dia mencoba menyampaikan informasi yang dia dapat dari salah satu karyawan kakek Sior saat tidak sengaja berpapasan di toilet kantor tadi

"Preman pasar? biasanya mereka mencari keributan dimalam hari" Kata Sen yang langsung dibantah oleh Roman "Bukan! kali ini.." Napasnya masih tersenggal, namun tatapan mata Roman ke Sior membuat Sior langsung paham dengan apa yang dimaksud

Sior bangkit dari duduknya disusul Migel dengan cepat. Yang lainnya masih memproses dengan apa yang sebenarnya terjadi. "Kenapa anakmu suka membuat masalah, kakek?" Ucap Sior sambil berlalu secepat mungkin seperti angin kencang berlalu

Jion, yang termuda akhirnya sadar dan menyusul perginya dua orang tadi. Bersama teman-teman lainnya dan juga Deysan, Rigo pun bergabung

Tersisa Ayah Migel, Marro ayah Selena, Kakek Sior, Selena dan juga Sania. Dua gadis itu dilarang ikut oleh orang dewasa "Itu bukan arena untuk bermain, kalian bisa terluka jika ikut kesana" Ucap Kakek Sior

Sania mengangguk paham, sedangkan Selena malah menatap ke arah luar gedung melalui dinding kaca. Seperti ada perasaan mengganjal sedari tadi pagi. Tapi apa? Dia sendiri juga tidak tahu alasannya

"Aku sudah mengirim bantuan untuk mereka, jadi kalian tidak perlu khawatir" Ucap Marro, ayah Selena itu dengan tenang

"Seharusnya ayah ikut mereka, ini semua masalah ayah. Kenapa harus melibatkan orang lain? Kenapa harus melukai orang lain dahulu lalu ayah muncul dengan rasa tidak bersalahnya?" Seperti bom waktu, kekesalan Selena yang beberapa hari ini tertahan akhirnya meledak juga

Namun dia tidak mengatakan dengan suara besar, masih mencoba untuk menjaga sopan santunnya diantara orang dewasa

Sania yang melihatnya, mencoba untuk memegang tangan Selena untuk menenangkan. Dia tidak mau adiknya itu terbawa emosi nantinya

"Ayah sudah berusaha untuk menyelesaikannya sendiri. Selama ini ayah membangun pertahanan keamanan untuk kita semua" Ucap Marro, membela dirinya sendiri

Selena berdecih, senyum pahitnya terlihat "Migel dibuat babak belur oleh anak buah Walter. Aku hampir mati ditangan mereka. Lalu sekarang? Sior harus menghadapi ayahnya sendiri seperti musuh? Ayah tidak boleh terlalu kejam dengan orang lain hanya untuk mempertahankan harta ayah yang nantinya tidak akan dibawa mati, ayah!"

"Bukan begitu, Ayah tidak berniat untuk membuat kalian kesusahan.." Omongan Marro terputus, "Tapi semuanya sudah terjadi" Kata Selena lalu pergi dari ruangan itu sambil tergesa-gesa menuju parkiran

"Kalau memang niat Ayah hanya untuk mempertahankan hartanya, aku akan membuktikan kalau Ayah akan menyesal nantinya" Monolog Selena sambil mengambil langkah besar sebelum akhirnya menaiki motor hitam milik salah satu karyawan yang dia pinjam




"Ikuti bocah itu"

...

Bloodline RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang