Arsyila Haura Fharinza
Gadis yang selalu mendapatkan perlakuan kasar dari ayah tirinya. Bekerja setiap hari untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari nya bersama sang ayah adalah kebiasaan baginya.
Hingga pada suatu hari ayahnya menjual dirinya pada se...
mobil hitam itu berhasil menabrak Haura hingga gadis itu terpental jauh. Darah mengalir dengan deras keluar dari kepala Haura, Haura bisa merasakan seluruh tubuhnya remuk dan sakit. Orang-orang mulai menghampiri Haura yang tergeletak tak berdaya.
Pandangannya mulai mengabur. Haura bisa merasakan ada seseorang yang membawa kepalanya berbaring diatas paha orang itu, seseorang itu menepuk pelan pipi Haura agar tetap sadar. Haura tak bisa mengenali orang itu lantaran matanya yang mulai mengabur. Seseorang itu menggendongnya dan saat itu juga mata Haura mulai terpejam.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
☆☆☆
19.45
Seorang dokter keluar dengan raut wajah yang terlihat gelisah.
"Pasien kehilangan banyak darah, pasien membutuhkan 2 kantong darah namun stok di rumah sakit sudah habis."
"Kalau boleh tau golongan darahnya apa dok?" Tanya seorang wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda.
"Golongan darahnya B."
"Ambil darah saya aja dok, darah saya juga B," Ucap wanita paruh baya itu.
Indri Wulandari, wanita itu bersedia mendonorkan darahnya kepada Haura.
"Kalau begitu, silahkan ikut saya." Dokter dan Indri mulai memasuki ruangan dimana Haura berada.
Sedari tadi ada seorang pria dengan pakaian kantornya duduk tepat di depan ruangan Haura, pria itu terlihat sangat khawatir.
Ariendra Devano Dhaxawara, yaps! Devanlah yang menolong Haura saat kecelakaan tadi. Dirinya yang membawa tubuh Haura yang tak berdaya menuju rumah sakit.
Sedari tadi yang ada di pikirannya hanya ada gadis itu. Haura tertabrak tepat di depan matanya sendiri. Dirinya merasa bersalah karna terlambat untuk menolong gadis itu.
"Semua ini salah saya, seandainya saya tepat waktu menolongnya pasti tidak akan seperti ini." Lirihnya.
Indri sudah selesai mendonorkan darahnya pada Haura, wanita itu menghampiri anak laki-laki nya yang duduk di kursi dengan kepala menunduk.
Devan merasakan elusan lembut pada rambutnya. Devan mendongak, menatap manik mata bundanya.
"Jangan sedih."
"Hm." Devan berdehem menanggapi ucapan ibunya.
"Berdoa sama Tuhan, biar gadis itu baik-baik saja." Devan mengangguk menanggapi ucapan bundanya.