19🍓 sampel darah

291 35 8
                                    

Pukul 12 malam woonhak baru pulang dari tempatnya bekerja, keadaan rumah sudah gelap gulita, mungkin Taesan sudah tidur.

Sebelum membersihkan diri, woonhak lebih dulu mengecek seisi rumah, takutnya ada benda tajam yang tergeletak asal disertai dengan noda darah.

Foto didinding masih lengkap, laci pisau dan gunting juga masih terkunci rapat, sepertinya kali ini dongmin tidak muncul.

woonhak hanya memiliki satu kamar dirumah, ruang tamu yang sempit, juga dapur yang tidak muat jika harus ditaruh meja makan didalamnya, tapi woonhak tidak pernah mempersalahkan hal itu, masih bisa nafas aja udah bersyukur banget diamah.

selesai mandi dan mengganti pakaian, woonhak masuk kedalam kamar tidurnya, dan benar saja, Taesan sudah terlelap.

"kayaknya sosiologi ada tugas deh, ini kalo gua nggak ngerjain bisa jadi sekelas pun ikut nggak ngerjain, untuk besok nggak bisa nyontek ke jihoon sama JJ" besok jihoon harus ikut olimpiade, dan besok juga jadwal JJ menjaga Taesan, jadi sudah dipastikan anak itu tidak akan berada disekolah.

harapan terakhir teman sekelasnya adalah woonhak, tapi ia sudah sangat lelah sekarang.

"lima soal doang kan, kerjain dulu deh bentar"

nyatanya tidak sebentar, jam sudah menunjukan pukul satu dini hari, namun woonhak belum juga selesai dengan tugas itu.

"Woonhak" Taesan memanggilnya

Apakah tidur kakaknya itu terganggu, karena lampu yang ia nyalakan.

"kakak lanjut tidur aja, aku ngerjain tugas dulu sebentar" tanpa melihat wajah Taesan, woonhak menjawab, posisi meja belajarnya memang membelakangi tempat tidur.

"kamu udah makan"

"udah"

Bohong, ia belum makan apapun dari pulang sekolah, entah karena sibuk atau apa, anak itu selalu saja melewatkan jadwal makan.

"Maaf, kamu harus nanggung semuanya sendirian, pasti capek, taesan nggak berguna banget yah jadi kakak, selalu nyusahin banyak orang, gimana kalo aku mati aja, biar beban kamu sedikit berkurang"

"Kak" melelahkan memang, harus sekolah dan bekerja dihari yang sama, tapi ayolah selelah apapun dirinya, ia tidak pernah menganggap bahwa Taesan itu beban.

"Aku mati aja yah, Taesan itu cuman beban, matipun nggak akan ada yang nangisin kepergiannya, dia sama kayak ayahnya, pengangguran dan nggak berguna, lebih baik mati kan kalo kayak gitu"

"DONGMIN PLEASE STOP" jika omongannya sudah melantur dan selalu membahas kematian, bisa dipastikan jika ini bukan Taesan, tapi dongmin

Woonhak meninggalkan tugas yang sebentar lagi selesai harusnya, dia naik keatas kasur dan langsung memeluk tubuh Taesan yang dikuasai oleh dongmin.

kepala sang kakak ia taruh diceruk lehernya, Taesan harus merasa nyaman dan tenang  agar kesadarannya bisa kembali.

"kak Taesan hebat, aku bangga punya kakak terimakasih selalu jadi penyemangat aku untuk terus menjalani hidup, aku sayang kakak" rambut Taesan yang sedikit lebih panjang darinya terus dielus tanpa henti.

cukup lama woonhak melakukan itu, hingga ia merasakan pundaknya basah, sepertinya Taesan menangis.

"Kak"

"aku ngeganggu waktu tidur kamu yah, maaf, dongmin nyakitin kamu nggak"

Woonhak menggeleng, syukurlah kali ini tidak lama.

"karena kakak bangun, aku sekalian mau ngomong deh, ada hal penting yang perlu aku kasih tau"

Pelukannya terlepas, Taesan menatap dalam wajah kelelahan adiknya, hal penting apa yang akan dia bicarakan.

oh my Fams ( TWS X SVT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang