Rora merasakan ada yang berbeda pagi ini. Suasana yang terasa berbeda dari biasanya.
"Ini ada apa, ya? Kenapa perasaanku nggak enak?" Rora terus berjalan melewati Lorong puskesmas hendak menuju lantai dua.
Rora merasakan tatapan kurang mengenakan dari beberapa staf UGD dan Dokter Dona. Meski pun begitu, Rora mencoba berpura-pura tidak mengetahuinya, dan terus berjalan sambil menyapa mereka. Seperti biasa, salah satu di antara mereka akan membalas senyum sapaku, sisanya, acuh. Sudah tidak kaget lagi dengan sikap dingin seperti itu, dan Rora selalu memakluminya.
"Loh, Rora, jam berapa ke kantor desanya? Kenapa masuk kerja? Kan dinas luar," tanya Kak Yaya heran.
"Ada yang aku ambil di ruang program, Kak, habis ini langsung berangkat," jelas Rora.
Rora pun naik ke lantai atas, dan sesampainya di ruang program, Rora melihat Dokter Ryas di ruangan Pak TU. Pak TU pun melihat Rora.
"Eh, Rora, bisa ke sini sebentar?" panggil Pak TU.
"Iya, Pak, ada apa?" Rora masuk ke dalam ruangan pelayanan tata usaha, sambil melihat Dokter Ryas yang dengan jelas menatapnya dengan sinis. Firasat Rora mulai kembali tidak enak.
"Rora, kenapa tidak ingatkan Dokter Ryas kalau hari ini ada kegiatan di kantor desa?" tanya Pak Tu dengan nada yang lembut, namun di terdengar menyinggung perasaan Rora.
"Loh, Pak, kok ngomong begitu? Bukannya dua hari yang lalu Bapak bilang sudah kasih tahu Dokter Ryas, Pak?" Rora merasa sedang disudutkan.
"Ya, seharusnya diingatkan lagi, Dokter Ryasnya jadi terburu-buru berangkat dan menyerempet anak sekolah tadi," jawab Pak TU yang mulai ketus.
Rora kaget mendengar penuturan Pak TU, dan seketika Rora mengingat kejadian tak mengenakan di Lorong puskesmas tadi, "Apa mungkin mereka terlihat aneh kepadaku karena masalah ini?"
"Loh, Pak, ini maksudnya gimana? Sepertinya Bapak sedang menyalahkan Saya atas kejadian yang menimpa Dokter Ryas? Maaf, Dokter Ryas, apa sekarang semuanya baik-baik saja? saya turut prihatin atas apa yang sedang menimpa, Dokter. Bagaimana kondisi anak sekolahnya, Dokter? Dan Dokter juga baik-baik saja, kan?" Rora masih berusaha tenang dan bersikap sopan.
Dokter Ryas malah mengacuhkan Rora dan duduk begitu saja. Pak TU yang paham akan kekesalan Dokter Ryas membuatnya menjadi tidak enak hati.
"Kenapa, Bapak mengirimkan chat ke Ryas? Kan jadinya tidak terbaca karena tenggelam dengan chat-chat keluarga, teman, dan pasien yang banyak. Saya kan kaget, Pak, dan terburu-buru jadinya. Apa salahnya saling mengingatkan. Seharusnya kemarin bisa kan diingatin lagi?" keluh Dokter Ryas.
"Iya, Dokter Ryas, Kami minta maaf, ya kan Rora?"
"Maaf, Pak, ini sebenarnya maksud pembicaraan ini arahnya ke mana, Pak? Kenapa malah melemparkan masalah ke Rora? Dan sepertinya ini terlalu berlebihan dengan mempermasalahkan sesuatu yang seharusnya tidak berlarut seperti ini," tukas Rora dengan nada tegas.
"Apa? Mempermasalahkan? Hei, Saya kecelakaan! Untung anak itu tidak kenapa-napa, hanya lecet doang," Dokter Ryas mulai lepas kontrol.
"Saya turut prihatin atas apa yang menimpa Kamu, Ryas, tapi apakah sikapmu ini sudah benar, dengan menyalahkan orang lain atas apa yang menimpamu? Kamu yang seharusnya teliti dengan pekerjaanmu, tidak semua orang berhak Kamu atur sesuka hatimu, hidupmu tanggung jawabmu, mengapa harus ada orang lain yang berkewajiban mengingatkan jadwal kerjamu? Berhentilah telat ke puskesmas, sehingga kamu tidak perlu terburu-buru jika ada acara pagi yang baru kamu tahu. Untuk musibah yang terjadi, kita semua tak ada yang ingin kena musibah, tapi bisa kita jadikan pelajaran agar lebih hati-hati ke depannya," Rora sudah tidak bisa lagi menahan diri untuk membela dirinya yang sedang dijadikan pelaku yang disalahkan atas kekesalan Dokter Ryas pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MORNING GLORY [END] Proses Revisi
Random[Diikutkan dalam Menulis 25 Hari Tema Cinta Sejati oleh Fairy Book] Berawal saat Rora membantu Dokter Ryas di poli umum. Rora dengan senang hati membantu menggantikan perawat yang kebetulan sedang izin ke toilet. Hubungan Rora dan Dokter Ryas tidakl...