CHAPTER 6: HUJAN YANG MENGUNDANG RINDU

19 4 2
                                    


Rora termenung seorang diri sambil memerhatikan rintikan hujan yang sedari tadi enggan berhenti membasahi bumi. Sesekali memeriksa jarum jam tangannya, dan berakhir duduk di atas motornya.

"Mau sampai kapan hujan ini bernyanyi? Aku bisa telat."

Rora memandangi langit yang sudah tertutup kabut pagi, dan hujan menjadi musik pengiring paginya yang sepi. Tak ada yang keluar di jam 06.30 WIB dengan kondisi hujan deras yang awet ini. Sabtu yang tidak semua orang memiliki aktifitas di pagi hari. Rora sudah rapi dengan baju olah raganya, karena setiap sabtu adalah jadwalnya untuk memakai baju olah raga, dan itu sudah peraturan di puskesmas tempat dia bekerja.

Hujan kali ini membuatnya tanpa sadar mengingat seseorang yang beberapa hari terakhir ini sedikit menyita perhatiannya, Leo. Rora masih merasa lucu saat mengingat dirinya dipanggil 'Glory,' dan entah sampai kapan dia akan terus dipanggil seperti itu.

Senyuman terukir di wajahnya, menambah ayu parasnya yang indah. Rora mengingat setiap momen yang terjadi sejak pertama bertemu dengan Leo. Rora sadar, cara pandang Leo terhadapnya sangat jelas berbeda, dan siang itu, saat di kantor desa, Rora juga tidak menyangka kalau Leo akan bergeser di sampingnya.

Tanpa terasa hujan pun sudah berhenti, menyisakan rintikan hujan dari atas pohon dan tanaman hias di depan rumahnya.

"Astaga, kenapa aku malah memikirkannya?"

Rora pun siap-siap mengendarai motor menuju tempat kerjanya.

Di perjalanan Rora mengingat kembali betapa lucunya dia yang ternyata menghabiskan waktunya melamunkan Leo bersama hujan di pagi ini.

"Kenapa aku malah terus memikirkan dia?"

Rora pun sampai di puskesmas tercinta dan melangkah masuk dengan memperhatikan langkahnya agar tidak menginjak jalanan becek atau genangan air. Namun, tiba-tiba Rora dikaget oleh kucing yang berlari ke arahnya. Seketika tubuh Rora terhuyung ke belakang. Darahnya mengalir begitu cepat memompa jantungnya, dan refleksnya bekerja meraih apapun yang berada di dekatnya untuk menahan agar tidak jatuh, tetapi taka da satu pun yang bisa diraih hingga Rora menyimpulkan dia akan jatuh ke belakang dan kotor karena becekan air hujan. Rora memicingkan matanya, dengan segala kelautan dan keterkejutannya.

"Aku jatuh," ucap Rora pasrah.

"Kamu, tidak."

Waktu terasa begitu cepat dan Rora sedikit terlambat mencerna dengan apa yang barusan dia dengar. Matanya terpicing erat, tubuhnya menegang. Namun sepersekian detik berlalu, Rora menyadari tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Dia malah merasakan kehangatan berbeda saat ini.

Rora membuka matanya. Saat ini dia tengah berada di dalam dekapan seseorang yang jelas-jelas telah menolongnya untuk tidak memeluk tanah yang basah. Mata Rora mengerjap cepat, pikirannya sedikit terlambat menyadari bahwa saat ini memang dia berhasil terhindar memeluk tanah basah yang kotor, tetapi malah dipeluk seseorang yang sedari tadi menemani lamunannya bersama hujan, Leo.

Masih dalam posisi seperti itu, Rora menatap wajah Leo dengan ekspresi kagetnya.

"Morning, Glory," sapa Leo dengan senyumannya yang begitu manis.

Rora sempat terpana beberapa saat, lalu bereaksi dengan menggerakan tubuhnya. Leo pun membantunya berdiri. Wajah Rora memanas karena malu, dan canggung dengan situasi beberapa detik yang lalu.

"Terima kasih, Pak," ucap Rora sambil merapikan bajunya.

"Kamu tidak apa-apa, kan? Sebaiknya minum dulu, Kamu masih terlihat shock."

"Tidak apa-apa, Pak."

"Jangan panggil 'Pak,' kalau boleh kutebak, pasti usiamu jauh lebih muda dariku,"

Rora tersenyum canggung, lalu melihat sekitar yang masih tampak sepi.

"Ma berobat?" tanya Rora ingin mengalihkan pembicaraan.

"Rencananya begitu, tapi sekarang tidak lagi," ucap Leo sambil tersenyum.

Rora mengernyitkan keningnya, tak paham.

"Sepertinya kita belum berkenalan dengan cara yang baik, kalau begitu izinkan aku memperkenalkan diri. Aku, Leo Arkana Distian. Umur 30 tahun, dan sedang mencari jodoh," Leo tersenyum penuh semangat sambil mengulurkan tangannya.

Rora terperangak dengan apa yang barusan dia dengar. Dia tak menyangka, cara perkenalan Leo sangat tidak biasa, dan blak-blakan. Rora belum pernah berhadapan dengan orang seperti Leo, dan kalimat terakirnya, sedikit membuat Rora kebingungan.

"Sedang mencari jodoh? Astaga, aku harus bagaimana?"

Rora yang mulai panik, membuat otaknya merespon cepat untuk perlindungan diri dari hal yang mungkin saja bisa menjadi masalah baginya. Rora membalas jabatan tangan itu.

"Aku, Rora Glorya, 32 tahun, dan sudah menikah," senyuman Rora mengambang ceria dengan tawa yang berusaha dia tahan sekuat tenaga.

Seketika senyum Leo memudar, dan jabatan tangannya mulai melemah. Rora merasakan atsmosfer kekecewaan itu. Ada sedikit sesal di hatinya, "Apakah aku berlebihan?"


MORNING GLORY [END] Proses RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang