Rora menatap Leo yang sedang berbicara dengan orang yang terlibat dalam musibahnya tadi. Dia duduk di kursi pengunjung klinik yang tadi mengobati luka jatuhnya. Di luar sana, Rora melihat aura berbeda dari seorang Leo. Wajahnya terlihat serius, dewasa dan sedikit menakutkan. Rora tak tahu pasti apa saja yang mereka bahas, yang jelas Leo terlihat seperti malaikat penolong baginya.
"Aku cuma luka lecet, dan sedikit lebam di lututku, tapi kamu bertindak seolah ada sobekan parah dan patah tulang di tubuhku."
Rora tersipu sambil memerhatikan wajah Leo dari kejauhan.
"Terima kasih, Bang. Kami benar-benar tidak sengaja," ucap salah satu dari mereka yang terlibat dalam kecelakaan ini.
"Iya, beruntung istri saya tidak kenapa-napa," Leo mulai tersenyum walau sekejab.
Mereka pun pergi, dan Leo mulai berjalan mendekat dan masuk ke dalam klinik. Rora menatap Leo seperti kucing yang sedang melihat pemiliknya. Sedikit ragu tapi terus menatapnya. Leo tersenyum dan duduk di sampinng Rora.
"Kamu sudah tenang kan? Lukanya bagaimana?" Leo memandang ke arah tangan Rora yang sudah diberi obat luka.
"Aku baik-baik saja," ucap Rora sambil memegang lututnya.
"Suster, semuanya sudah diperiksa kan?" tanya Leo kepada perawat di sana.
"Sudah, Pak. Kak Roranya cuma kaget saja pasca kecelakaan. Yang lainnya tidak ada masalah. Oh ya, di lututnya ada luka lecet dan paha bagian luarnya sedikit lebam. Bawa istirahat, dan minum obat teratur ya, Kak Rora," ucap perawat sambil tersenyum ramah.
"Terima kasih, Sus," ucap Rora dan Leo bersamaan.
Leo menatap Rora, lalu duduk di sampingnya. Rora sedikit menjauh dan terlihat canggung. Leo yang sadarakan sikap Rora, hanya diam.
"Apakah Kamu begini, karena menjaga hati kekasihmu itu?"
Entah kenapa perasaan Leo belum sepenuhnya tenang. Melihat Rora yang seperti sedang menjaga jarak padanya, membuatnya kembali teringat waktu dia melihat Rora bersama lelaki lain. Ditambah kekhawatirannya melihat Rora kecelakaan. Rasa rindu yang menggebu di dadanya, bercampur aduk oleh kekecewaan, kekhawatiran, cinta, amarah dan cemburu.
"Ayo, aku antar pulang. Jangan khawatir, motormu sudah berada di bengkel, tadi dibawa oleh asistenku," Leo menunggu Rora beranjak dari tempat duduknya.
Mereka pun masuk ke dalam mobil Leo. Rora masih diselimuti kebingungan dalam bersikap kepada laki-laki yang telah membantunya.
"Terima kasih," ucap Rora dengan suara yang nyaris tidak terdengar oleh Leo.
Leo menepikan mobilnya, lalu mereka saling bertatapan. Rora yang kaget, seketika bingung dan gagu.
"Te-terima Kasih," Rora mengulangi lagi dengan suara yang jelas terdengar oleh Leo.
"Jangan pernah terluka lagi di hadapanku, bahkan tanpa sepengetahuanku," suara Leo terdengar menakutkan di telinga Rora. Namun sesungguhnya, itu adalah bentuk kekhawatiran dan ketakutan Leo. Dia sangat membenci dirinya yang terlambat membantu orang yang dia sayangi dan malah didahului orang lain, dan tadi pun melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana orang yang sangat dicintainya jatuh dan kesakitan, dan dia tak mampu mencegah itu terjadi.
***
Rora dan Leo telah sampai di kosannya Rora. Mereka hanya diam membisu di dalam mobil. Rora dengan kecanggungannya ditambah lagi dia sempat kecewa mendengar kedekatan Dokter Ryas dengan papanya Leo. Sedangkan Leo dengan kecanggungannya karena tadi bersikap seakan mempunyai hubungan spesial dengan Rora sehingga berkata sedikit berlebihan kepada Rora.
Rora juga masih terngiang-ngiang akan ucapan Leo yang mengatakan bahwa dirinya adalah istri Leo. Suasana yang canggung ini, membuat mereka diam membisu di kursi masing-masing. Namun dia kembali kecewa mengingat bahwa dia memiliki hubungan spesial dengan Dokter Ryas sejak dia cuti selama dua minggu. Rona mukanya yang tadi canggung malu-malu, seketika berubah sendu.
"Terima kasih atas bantuannya. Aku permisi," ucap Rora sambil melihat sekilas wajah Leo lalu keluar dari mobilnya.
Leo yang tersadar dari pikirannya sendiri, pun keluar menyusul Rora. Dengan sedikit berlari, Leo menghampiri Rora.
"Rora."
Rora memandang Leo yang kini berada di depannya.
"Aku harap kamu cepat sembuh. Tak usah masuk kerja dulu besok."
Rora mengernyitkan keningnya.
"Maksudnya?"
Leo sedikit memicingkan mata, seolah sadar dengan ucapannya yang terdengar mengatur. Tapi semua itu dia lakukan karena ingin Rora untuk beristirahat dulu, terlebih lagi Leo melihat Rora sedikit kesakitan saat berjalan.
"Motormu kan masih di bengkel, jadi istirahat saja dulu," ucap Leo beralasan lain.
"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Tak enak rasanya jika tidak masuk hanya karena luka ringan begini, apalagi aku sudah terlalu lama cuti sebelumnya."
"Aku akan menjemputmu, besok. Tolong, terima niat baikku, Rora."
Rora terdiam. Leo pun sama dengan harapan mendengar jawaban yang dia inginkan.
"Baiklah, aku terima niat baikmu," ucap Rora sambil tersenyum.
Leo merasa ada udara segar yang menghampiri sistem pernapasannya. Begitu sejuk dan melegakan. Dia termangu, dan Rora buru-buru masuk ke dalam kosannya.
"Hatiku, aku malu," Rora tersenyum sambil membaringkan tubuhnya.
Leo berjalan masuk ke dalam mobilnya, di wajahnya ada pancaran bahagia dan kenyamanan.
"Aku mencintainya."
KAMU SEDANG MEMBACA
MORNING GLORY [END] Proses Revisi
Random[Diikutkan dalam Menulis 25 Hari Tema Cinta Sejati oleh Fairy Book] Berawal saat Rora membantu Dokter Ryas di poli umum. Rora dengan senang hati membantu menggantikan perawat yang kebetulan sedang izin ke toilet. Hubungan Rora dan Dokter Ryas tidakl...