CHAPTER 22: KETIDAKSENGAJAAN YANG MANIS

7 2 0
                                    


"Rora, kenapa dengan berat badanmu?" Kak Yaya menghampiri Rora yang baru masuk ke gedung puskesmas.

Rora mengernyitkan keningnya, dan ikut melihat dirinya.

"Kenapa ku tengok akhir-akhir ini, kamu terlihat lesu dan sedikit kurusan? Kamu galau ya? Ditinggal dinas sama si bos sawit itu?"

"Siapa Bos Sawit?" Kak Mike datang menimpali pembicaraan mereka.

"Kayak nggak tau aja, ya si Leo lah, siapa lagi!" ucap Kak Yaya yang sengaja mengeraskan suaranya agar terdengar oleh Dokter Ryas dan antek-anteknya.

"Sudah berapa hari ini Kakak nggak melihat batang hidungnya. Ke mana dia, Rora?"

Rora tersenyum canggung. Dia merasa tidak ada hak memberitahu ke mana Leo pergi, karena dia bukan siapa-siapa Leo.

Kak Yaya yang tadi sudah menyadari kondisi Rora yang terlihat kurang bersemangat, menarik Kak Mike agar segera masuk ke ruangan. Rora berjalan pelan, ada yang mengganjal di pikirannya.

"Hai, Rora!"

Rora terkejut dan melihat ternyata yang menyapanya adalah Dokter Ryas.

"Kenapa dengannya? Tumben sekali datang pagi, bahkan menyapaku? Biasanya tak pernah bahkan selalu terkesan mengabaikanku."

Dokter Ryas menghampiri Rora dengan sinar wajah yang tampak bersemangat.

"Rora, apakabar? Kenapa lesu begini? ngomong-ngomong Arkan titip salam, kemarin kita ngumpul dan cerita banyak."

Rora masih tidak mengerti dengan perubahan sikap Dokter Ryas yang seakan dekat dengannya.

"Kalian ada hubungan spesial, ya? Dokter Ryas tampak ceria.

"Aku dan Arkan cuma berteman baik," Rora masih dalam kebingungannya.

"Sudah lah, jangan ditutupi. Arkan itu anak yang baik, dan juga mapan. Kalian serasi loh! Ya sudah, aku masuk ke ruanganku ya," Dokter Ryas meninggalkan Rora tanpa niat mendengar appaun respon darinya.

"Kenapa dengannya?"

Rora duduk di ruangannya, dia termenung karena belum ada pasien konsul yang dirujuk internal ke klinik sanitasinya. Dia terpikirkan Leo. Dia merasa ada yang kurang beberapa hari terakhir ini.

"Leo, kenapa aku selalu memikirkan dirimu? Apa kabar Kamu sekarang?"

"Rora, Kakak dan Kak Oca mau pergi sarapan di warung lotek seberang. Ikut yuk!" ajak Kak Yaya.

"Aku nggak lapar, Kak," jawab Rora sambil tersenyum.

"Ih, Rora, Kamu udah sarapan atau nggak terbiasa sarapan? Jarang loh kita makan bersama," ucap Kak Oca.

"Bukan, Kak, lagi nggak nafsu makan aja. Lagian udah terbiasa nggak sarapan, Kak," jawab Rora sambil tersenyum manis.

"Ya udah, kalau gitu, kita tinggal ya," ucap Kak Yaya.

"Iya, Kak."

Rora menyandarkan tubuhnya. Lalu merogoh saku dan membuka kunci layar handphonenya. Mata Rora kini tertuju lagi kepada nomor handphone Leo. Entah angin rindu sebesar apa yang membuatnya membuka chat dan mengetik salam ke nomor Leo.

Seketika Rora tersadar dan hendak menghapus pesan yang belum dikirim itu.

"BAH!" Kak Mike datang tiba-tiba mengagetkan Rora.

"Astaga, Kak..."

"Lagi kirim pesan buat siapa tu?" tanya Kak Mike penasaran.

"Nggak ada kok, Kak," jawab Rora ngasal.

"Kakak pinjam motormu sebentar ya, Rora."

"Oh, silakan, Kak. Ini kuncinya."

"Oke, Rora, makasi ya. bye..."

Tiba-tiba Rora mendengar notifikasi dari handphonenya. Betapa terkejutnya Rora karena ternyata pesan yang tadi dia tulus bersama kerinduannya, malah tidak sengaja terkirim ke Leo.

"Astaga!" ucap Rora sedikit berteriak.

[Assalamualaikum, apakabar dirimu di sana?]

Bukan main terkejutnya Rora membaca pesanyang tadi dia tulis tanpa berpikir, malah terkirim, bahkan sudah dibaca oleh Leo.

[Waalaikumsalam, Rora. Alhamdulillah, setelah sekian lama aku menanti pesan darimu, Rora.]

Rora merasa malu bukan kepalang. Dia tak tahu lagi harus bagaimana merespon bagaimana meresponnya yang di luar dugaanya.

"Astaga! Aku harus bagaimana sekarang?"

***

Leo senyum-senyum di tengah meetingnya bersama karyawan perusahaannya. Semuanya kebingungan dengan tingkah Leo yang tiba-tiba tersenyum sendiri tanpa alasan yang jelas. Namun, semua bisa melihat bahwa ada sesuatu di layar ponselnya yang membuat seorang bos muda cengegesan sendiri di tengah fokusnya semua karyawan yang hadir.

"Akhirnya, Rora. Aku senang sekali. Terima kasih, my Glory."

Sepanjang meeting, Leo benar-benar tidak sabar untuk menyelesaikan kegiatan kantornya siang ini. seluruh tubuhnya gelisah, pikirannya juga kembali terfokus pada kekasih impiannya.

Rapat pun berakhir, dan Leo segera kembali ke ruangannya berniat menelponnya untuk pertama kali dalam hidupnya.

"Rora, aku senang sekali hari ini. Pagi ini sangat cerah karena dirimu yang menanyakan kabarku untuk pertama kalinya."

Senyuman Leo tak pernah hilang dari wajah tampannya.


MORNING GLORY [END] Proses RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang