Bagian 22

786 135 3
                                    

¤¤¤Nemu typo tandain ya!¤¤¤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

¤¤¤
Nemu typo tandain ya!
¤¤¤

Hugo terdiam melihat pemandangan di depannya, langkahnya ia bawa menuju wastafel. Remaja itu membasuh kedua tangannya pada air yang mengalir melalui keran.

"Gak mau nolongin adek kesayangan lo Go?" Tanya Kevin lantas mendorong kepala Auriga cukup kuat pada tembok. Anak itu sampai mengerang pelan dibuat.

Hugo tetap fokus mencuci tangannya, lantas berbalik badan menghadap Kevin dan dua teman musuhnya itu.

Tatapan Hugo beralih sejenak pada Auriga, menatap datar adik tirinya yang terlihat menyedihkan itu.

Melihat bagaimana anak itu berantakan akibat di rundung. Secuil ada rasa iba, namun entah kenapa perasaan angkuh akan selalu timbul lebih besar saat Hugo berhadapan dengan rivalnya. Seolah perasaan iba itu hilang hanya karena ingin menunjukan pada lawannya bila ia tidak peduli.

"Gak ada hubungannya sama gue" Jawab Hugo datar.

Kevin terkekeh pelan.

"Kasian ya lo gak di peduliin abang lo sama sekali" Ujar Kevin sambil menendang-nendang kecil kaki Auriga yang masih terduduk di lantai kamar mandi.

Hugo menyeringai dan berlalu begitu saja dari sana. Padahal baru semalam ia menaruh sedikit perhatian pada Auriga, namun esoknya rasa itu kembali hilang tak bersisa.

Kevin berjongkok dihadapan Auriga.

"Kita lihat abang lo itu bisa tahan sampai kapan" Bisiknya pelan.

"Atau memang gak bakalan peduli meski gue bunuh lo sekalipun" Timpalnya.

Kevin lantas berdiri dan mengkode teman-temannya untuk pergi dari sana.

Menyisakan Auriga yang mencoba bangun perlahan. Anak itu merapikan seragamnya yang cukup berantakan, membasuh wajahnya sebelum ikut pergi dari sana.

•••

Sepulang sekolah Hugo maupun Auriga tiba di rumah bersamaan. Auriga tiba lebih dulu sehingga anak itu lebih dulu pula melewati pintu utama, yang di susul oleh Hugo beberapa langkah di belakangnya.

Hugo memandangi punggung yang lebarnya tak seberapa itu.

Mereka berdua mulai melangkah menaiki anakan tangga. Hingga Auriga berbelok ke kiri dimana letak kamarnya, sedangkan Hugo berjalan sedikit ke kanan. Namun langkahnya ia tahan di depan ambang pintu kamarnya sendiri.

Kepalanya tertoleh menatap adik tirinya yang mulai hilang di balik pintu kamar anak itu. Hugo masih menatap pintu itu meski Auriga sudah tertelan di dalamnya.

Hugo bingung sikap angkuhnya yang tadi begitu tinggi kini pudar lagi. Berbalik merasa iba pada Auriga, padahal tadi sikapnya begitu kejam seolah tak merasa sedikit pun peduli pada adik tirinya.

Hugo pikir itu semua karena ada Kevin disana, sehingga tak ingin terlihat goyah di hadapan lawan.

Hugo membuka pintu kamarnya, lalu melempar tas sekolahnya masuk begitu saja. Remaja itu turun ke lantai satu.

AURIGA [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang