4. Kesempatan Kedua

26 7 0
                                    

"Kenapa dia nggak bangun juga? Dia nggak akan mati, 'kan?"

Pening. Sepasang kelopak mata itu belum mampu untuk terbuka, namun rasa pusing sudah menderanya secara bertubi-tubi. Meski demikian, lebih dari apapun Changbin bisa merasakan bahu kirinya yang terus berdenyut hebat. Sekujur tubuh, terutama bahunya terasa ngilu. Dan Changbin tidak tau harus fokus pada rasa sakitnya atau pada suara-suara aneh yang sejak beberama menit lalu terus saja mengganggunya.

"Dia sudah di operasi, dan dia nggak boleh mati. Siapa yang akan menjadi best man 'ku saat kita menikah nanti kalau Kak Changbin mati disini?"

Operasi? Operasi apa yang dimaksud?

Berhati-hati, Changbin coba untuk gerakkan kelopak matanya. Satu hal yang menyapa penglihatannya untuk pertama kali adalah atap dan dinding-dinding ruangan berwarna putih yang mengelilinginya. Selanjutnya, aroma obat-obatan terasa menusuk. Bersamaan dengan itu, obsidiannya bergulir pada dua sosok lelaki yang sangat ia kenal bahkan dari ujung rambutnya saja.

Minhyuk dan Dong Seok terduduk nyaman diatas sofa, memperhatikan dua lelaki lainnya yang sejak awal belum puas untuk saling beradu argumen.

"Aku yang akan menjadi best man mu,"

Suara lainnya, yang baru Changbin kenali sebagai suara Jisung itu kembali terdengar, "Jika kamu jadi best man, aku menikah dengan siapa, bodoh! Dengan Kakekmu?!"

Changbin mendengus halus. Yang benar saja? Disaat ia terluka seperti ini, justru hal yang menyambutnya saat terbangun adalah pertengkaran yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Ia tidak sekarat, meskipun sebelum ini ia sempat berpikir demikian.

"Nggak ada yang akan mati, Jisung," Changbin meringis kecil mendengar suaranya yang begitu serak, "Dan aku juga nggak berminat menjadi best man mu."

"Astaga, kaget," respon singkat Jisung dengan kepala yang refleks menatap Changbin. Tak jauh berbeda dengannya, Minhyuk, Minho serta Dong Seok juga segera beranjak mendekati ranjang Changbin. Melirik kehadiran sang ayah, Changbin langsung menatap Minhyuk penuh pertanyaan.

Sang sulung menghela nafas pelan, "Aku nggak bisa menyimpan rahasia sebesar ini sendirian, Changbin. Setidaknya Ayah perlu mengetahui keadaanmu."

Menggeliat kecil untuk perbaiki posisi tidurnya, Changbin terlalu lemas untuk layangkan kalimat protes. Setelah memperhatikan Minho yang berpamitan untuk keluar ruangan⚊sambil menyeret paksa lengan Jisung⚊dengan alasan untuk memanggil perawat, Changbin kembali pandangi wajah dua lelaki yang sedarah dengannya tersebut.

"Operasi apa yang Jisung maksud? Apa yang terjadi padaku?"

Sebelum Minhyuk sempat membuka suara, seorang dokter datang dari arah pintu dengan diiringi oleh satu perawat muda yang berjalan tepat di belakangnya. Melihat itu, Minhyuk menepuk pelan bahu Changbin yang tak terluka sedikitpun. "Biar Dokter yang menjelaskannya padamu."

Harap-harap cemas, Changbin fokuskan mata dan telinganya untuk menyimak setiap ucapan dari wanita berbalut jas putih tersebut. Terlalu fokus, Changbin tak lagi pedulikan tentang apapun yang perawat lakukan pada tubuhnya.

Kejadian malam itu memang tidak cukup untuk membuat Changbin jatuh sekarat. Dan entah ini bisa disebut sebagai keberuntungan atau tidak, meskipun kaki Changbin sudah tertusuk besi⚊bahkan sempat terkilir dan terbentur⚊hal itu tidak sampai menyebabkan patah tulang atau kelumpuhan pada kedua kakinya. Sepatu tebalnya menjadi penyelamat, menghalangi besi itu menancap lebih dalam. Meskipun dokter mengatakan jika Changbin tidak akan bisa berjalan secara lugas untuk beberapa waktu, dan juga mewajibkan Changbin untuk menggunakan kruk selama tiga minggu pertama, Changbin masih mampu untuk menghela nafas lega.

Blue Sunshine ⚊ Changlix Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang