9. Roti, Sayur dan Daging

31 12 4
                                    

Kesan pertama yang Changbin rasakan saat bertemu dan bertatapan langsung dengan dokter Bang adalah; pria ini terlihat tegas, tenang dan mengayomi. Tutur katanya begitu santun. Meskipun figur dan wajahnya tampak penuh dominasi, sisi itu tidak membuat Changbin merasa terintimidasi. Bahkan, ketika Changbin merasa kalimatnya sedikit terbata dan tidak fokus akibat perilaku aneh Felix, dokter berwajah rupawan itu tak sekalipun menyela atau memojokkan Changbin.

"Ini biasa terjadi di sesi pertama konsultasi. Tenang saja, Tuan Seo. Tidak perlu terlalu tegang dan khawatir."

Sesi konsultasi selama satu jam penuh itu berjalan cukup lancar, walaupun sesekali fokus Changbin terpecah antara dokter Bang dan juga Felix yang duduk disampingnya. Sosok hantu manis itu terus menatap sang dokter tanpa berkedip. Tatapannya sendu, dan kedua telapak tangan kecilnya saling mengepal diatas paha.

Changbin sama sekali tidak mengerti tentang apa yang terjadi dan apa yang Felix rasakan selama berada di ruangan tersebut. Karena sampai keduanya kembali pulang, Felix tidak sekalipun berbicara satu patah kata apapun. Dan ketika Changbin berjalan memasuki kamar, Felix hanya terpaku di tengah pintu.

"Changbin," panggil Felix setelah beberapa saat menghilang dalam pikirannya, "Pria tadi ... bekerja sebagai Psikiater, ya?"

Changbin tidak langsung menjawab. Kepalanya memilah kalimat yang cocok untuk menjawab pertanyaan tersebut. Setelah beberapa saat, ia mengangguk kecil, "Kamu mengenalnya?" tanya Changbin yang telah mendudukkan diri di tepi ranjang. Tanpa ia duga, ia justru melihat netra bulat Felix kembali berembun.

"Syukurlah ..." lirihnya, "Dia sudah berhasil mencapai impiannya. Syukurlah ..."

"Felix?"

"Syukurlah," nafasnya tersendat. Changbin semakin keheranan saat kini Felix justru terus menatap dirinya sambil terisak-isak. Tidak tau harus berbuat apa, Changbin kembali bangkit dan beranjak menghampiri si pemuda, "Felix? Ada apa?"

Pertanyaan itu nyatanya membuat tangisan Felix semakin kencang. Kali ini, Felix mengangkat kedua telapak tangannya guna menutupi wajah, sehingga perlahan tangisannya berubah sedikit teredam. Kian kebingungan, Changbin dengan gemetar dan ragu mengulurkan tangannya pada Felix. Pikirannya yang berkecamuk ingin sekali mencoba untuk menyentuh Felix. Dan setelah menelan ludah, Changbin dengan lembut daratkan telapak tangannya diatas bahu si hantu manis.

Semula Changbin berpikir bahwa sentuhannya akan menembus tubuh Felix, sama seperti remot televisi yang dulu pernah ia lemparkan pada si manis. Akan tetapi, kedua matanya terbelalak saat ia bisa merasakan tubuh Felix secara langsung. Rasanya sangat nyata, seolah Changbin tengah menyentuh tubuh manusia yang masih hidup. Dengan perasaan heran, bingung dan juga sedikit takut, Changbin menarik tubuh kecil Felix ke dalam dekapannya. Ia lingkarkan tangan sehatnya di sekitar punggung Felix, mengusapnya dengan gerakan lembut.

Setelah kurang lebih lima menit, Felix sudah mampu menguasai emosinya sendiri. Masih dengan senggukan yang sesekali terdengar pelan, Felix mengikuti langkah Changbin yang mengisyaratkannya agar duduk di ujung ranjang. Tanpa berkomentar apapun, Changbin menutup mulutnya rapat-rapat, membiarkan Felix yang lebih dulu memecah keheningan.

Felix menatap jemarinya yang saling bertaut, "Aku sangat mengenalnya, Changbin. Dia ... dia adalah salah satu orang yang sangat penting di kehidupanku dulu." ujarnya bercerita. "Bisa dibilang, dia sudah seperti sosok Kakak dan keluarga yang tak pernah aku miliki." lanjutnya kemudian.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Blue Sunshine ⚊ Changlix Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang