Changbin sudah tidak ingat lagi kapan terakhir kali ia menginjakkan kaki di pelataran rumah tua yang pernah Minhyuk tinggali selama beberapa tahun tersebut. Rumah sederhana yang dulu Dong Seok bangun sebagai hadiah untuk putra sulung kebanggaannya itu kini masih berdiri dengan sempurna, meskipun sudah tidak sekokoh dahulu.
Pukul dua siang di hari yang sama, setelah mengemasi pakaian beserta beberapa barang miliknya dari stasiun, tanpa berlama-lama Changbin langsung menuju rumah lama sang kakak.
"Setiap minggu, aku meminta seseorang untuk rutin membersihkan seluruh rumah beserta halaman depan dan belakang. Jadi nggak perlu khawatir akan debu dan yang lainnya. Untuk air dan yang lainnya, nanti aku akan memanggil tukang ledeng untuk memperbaikinya."
Memperhatikan sekitar, Changbin mengangguk singkat untuk merespon ucapan sang kakak. "Disini cukup sepi, ya?"
"Hmm ... lumayan. Tapi nggak terlalu sepi, kok. Sudah ada banyak rumah-rumah baru di sekitar sini. Lingkungan ini sudah lebih terang dibanding saat aku masih menempatinya dulu."
Setelah ucapkan kalimat terima kasih saat Minhyuk meletakkan bawaannya diatas meja ruang tamu, Changbin kembali menoleh ke satu arah yang menunjukkan sebuah rumah kecil yang tampak lebih tua dibandingkan rumah Minhyuk. "Aku nggak pernah sadar ada rumah itu disekitar sini sejak dulu. Apa disana sudah ada penghuninya?"
Hening untuk sejenak. Saat menoleh ke arah sang kakak, Changbin mendapati Minhyuk tampak tengah memikirkan sesuatu. Beberapa saat kemudian, Minhyuk berjalan mendekatinya, "Seingatku, rumah itu sudah ada bahkan sebelum Ayah membangun rumah ini. Sejak dulu, nggak ada satu orang pun yang menempatinya. Dan sepertinya sampai saat ini pun masih seperti itu."
"Jika sudah setua itu, kenapa nggak dirubuhkan saja?"
Minhyuk mengendik tanpa bersuara lebih lanjut, sebelum kemudian berucap akan memasuki rumah untuk memeriksa saluran air. Dalam diam, Changbin terus memperhatikan rumah kecil yang beberapa bagiannya sudah tampak kotor dan berlumut itu. Changbin bisa melihat kaca-kaca jendela rumah tersebut sudah pecah. Bahkan beberapa sisi dindingnya sudah penuh dengan coretan-coretan mural berbagai bentuk.
Pandangannya teralihkan saat sudut mata Changbin menangkap bayangan seseorang yang berjalan melewati halaman rumah. Menoleh ke arah depan rumah, Changbin melihat seorang remaja yang masih mengenakan seragam sekolah dengan riang melompat-lompat kecil sambil lantunkan nyanyian lagu anak-anak.
Changbin terkekeh kecil. Dan sepertinya, kekehan tersebut menarik perhatian si remaja. Anak lelaki berambut hitam dengan balutan seragam khas sekolah menengah pertama itu memandang Changbin sedikit terkejut. Kedua mata bulatnya berkedip-kedip layaknya boneka menggemaskan.
Sudut bibir Changbin tertarik perlahan. Ia memang tidak terlalu bisa berbaur dengan anak-anak. Tapi sesekali mencoba beramah-tamah dengan mereka bukanlah hal yang buruk, bukan?
Melambaikan tangan, Changbin berusaha untuk memasang senyum ramah. Lelaki tersebut sudah membayangkan apa saja yang akan ia obrolkan bersama remaja tersebut untuk pembuka perkenalan. Namun tanpa disangka-sangka, tindakan Changbin justru dibalas dengan sebuah delikan dan pekikan takut. Tak sampai tiga detik, remaja tanggung tersebut langsung pontang-panting berlari menjauhi halaman rumahnya.
Senyuman Changbin luntur seketika.
Beberapa saat kemudian, akibat rasa nyeri yang mulai sambangi kaki dan bahunya, Changbin mendudukkan diri diatas sofa ruang tamu. Sesekali ia memandangi pantulan wajahnya dari layar ponsel yang gelap gulita. Sebuah hal ganjil yang membuat Minhyuk melirik aneh.
"Kamu ngapain?"
"Kak," panggil Changbin, "Apa wajahku sangat menyeramkan?"
Menahan senyuman geli, Minhyuk berkacak pinggang sembari kernyitkan dahi, "Kenapa tiba-tiba tanya begitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Sunshine ⚊ Changlix
FanfictionDemi menyembunyikan kondisi pasca kecelakaannya yang berakhir buruk, Changbin nekat pindah ke sebuah rumah lama milik sang kakak, Minhyuk. ••• Sebagai seorang Pemadam Kebakaran, tugas Changbin adalah menjaga keselamatan semua orang. Tidak peduli bag...