Changbin sering mendengar cerita tentang para hantu di televisi yang sering memakan persembahan dan sejenisnya. Tapi untuk pertama kalinya, Changbin mendengar sosok hantu yang memakan tikus hidup-hidup. Netranya terus membelalak saat mendengar penjelasan yang Felix tuturkan padanya. Tak mampu satu detikpun Changbin membayangkan dan menggambarkan apa saja yang telah Felix ceritakan ke dalam kepalanya.
"Lupakan saja. Aku nggak peduli jika dia makan seluruh tikus yang ada di kota ini. Selama dia nggak datang menggangguku, aku akan baik-baik saja." ujar Changbin mengalihkan pembicaraan. Melihat respon sang manusia, Felix terkikik pelan, "Changbin takut?"
Alih-alih menjawab, Changbin terus saja mengubah pembicaraan, "Selama ini kamu hanya tinggal di rumahmu saja? Apa kamu pernah kembali kesini atau ke rumah kosong tanpa sepengetahuanku?"
Senyuman geli Felix melebar. Walaupun begitu, ia tetap menuruti keengganan Changbin untuk melanjutkan pembahasan tentang sosok menyeramkan tersebut, "Enggak pernah. Setiap hari aku hanya menghabiskan waktuku disana. Di rumah, aku bisa merasa sangat tenang. Lebih tenang daripada saat aku berada di tempat lain manapun. Dan aku juga bisa merasa lebih dengan Jeongin."
"Apa kamu juga mengingat sesuatu disana?"
Pemuda manis itu mengangguk, "Aku nggak mengingat memori yang berhubungan dengan kematianku. Tapi aku banyak mengingat hal-hal baik yang pernah terjadi dalam hidupku." ucapnya lembut, "Kapan-kapan aku ingin mengajakmu untuk pergi ke rumahku. Memang sudah sangat nggak terurus karena sudah lama ditinggalkan. Tapi tempat itu merupakan satu-satunya tempat penuh kenangan yang aku miliki. Dan jika kamu mau, aku ingin membaginya denganmu."
Setelah apa yang telah Changbin lakukan pada Felix, lelaki itu masih bisa dibuat terenyuh dengan segala perangai si hantu yang begitu dipenuhi oleh kasih. Rasa bersalahnya kian membumbung tinggi, dan Changbin sudah bulat dengan keputusannya untuk memperbaiki semua itu.
"Kenapa harus menunggu kapan-kapan? Kita bisa pergi hari ini juga,"
Felix mengernyit heran. Untuk sesaat, ia melirik jam dinding yang tergantung diatas dinding, "Sudah malam, Changbin. Seharusnya kamu tidur saja sekarang."
"Belakangan ini aku mengalami insomnia. Berjalan-jalan sejenak mungkin bisa membantuku untuk mengantuk lebih cepat, 'kan?"
Melihat Changbin yang terus bersikeras, Felix akhirnya mengangguk setuju. Berbekal ponsel dan beberapa lembar uang⚊untuk berjaga jikalau ia tiba-tiba merasa lapar di malam hari⚊Changbin mengikuti setiap arahan jalan yang Felix jelaskan padanya. Sampai kemudian, kendaraan besi yang ditumpangi Changbin berhenti di depan sebuah pemukiman warga yang cukup terpencil.
Puluhan tahun Changbin menghabiskan hidupnya di kota ini, Changbin tidak pernah mengetahui keberadaan pemukiman tersebut. Rumah-rumah yang berjejer disana tampak sangat sederhana. Akan tetapi, pada akhirnya Changbin berhenti di depan sebuah rumah yang terlihat sangat tidak terurus, bahkan bisa dibilang rumah itu sudah nyaris ambruk dan rubuh.
Beberapa atap berbahan seng yang melindungi bagian atas rumah telah terjatuh dan berlubang sehingga disaat Changbin memasukinya, ia bisa langsung melihat bentangan langit malam yang dipenuhi bintang.
"Kamu tinggal disini?" tanya Changbin yang kemudian diangguki oleh si hantu manis. Pemuda itu kemudian berjalan menghampiri jendela yang sudah usang penuh dengan sarang laba-laba, "Dan rumah dibalik jendela ini adalah rumah Kak Chan."
Changbin edarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah. Tempat itu begitu berantakan, seolah penghuninya telah meninggalkan rumah dengan terburu-buru. Changbin mampu berspekulasi demikian karena ia sempat melihat sebuah lemari kayu di salah satu ruangan yang terbuka lebar, dengan bagian dalamnya yang sudah kosong melompong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Sunshine ⚊ Changlix
FanfictionDemi menyembunyikan kondisi pasca kecelakaannya yang berakhir buruk, Changbin nekat pindah ke sebuah rumah lama milik sang kakak, Minhyuk. ••• Sebagai seorang Pemadam Kebakaran, tugas Changbin adalah menjaga keselamatan semua orang. Tidak peduli bag...