Jake menatap kosong ke arah lorong rumah sakit, seolah-olah semua suara di sekitarnya telah menghilang. Hatinya hancur berkeping-keping ketika dokter memberitahukan bahwa bayi yang ada di dalam kandungan Heeseung tidak dapat diselamatkan. Saat kata-kata itu diucapkan, dunia Jake seakan runtuh. Ia merasa seluruh beban kesedihan menimpa dirinya sekaligus, menghancurkan segala harapan yang baru saja mulai tumbuh. Dokter bahkan harus menyuntikkan obat penenang untuk menenangkan Heeseung yang menangis histeris, suaranya menggema di sepanjang lorong, menambah perih di hati Jake. Ia tahu betapa besar cinta Heeseung untuk bayi mereka, dan melihatnya begitu hancur membuat rasa bersalah yang luar biasa membanjiri dirinya.
Jay berdiri di samping Jake, diam-diam menyentuh pundaknya dengan lembut. Jay tak perlu berkata apa-apa; sentuhan itu sudah cukup menyampaikan bahwa ia ada di sana, mencoba memberi sedikit kekuatan di tengah kekacauan emosi yang melanda sahabatnya. Jake tidak merespon, tatapannya tetap terpaku ke depan, namun Jay tahu bahwa dukungannya diterima, meskipun hanya sedikit.
Di sudut lain, Yeonjun menghela napas panjang sambil melirik bungkusan makanan yang diletakkan di meja kecil di sebelah Jake. Bungkusan itu masih tertutup rapat, tak tersentuh sama sekali. Sudah hampir tiga jam berlalu sejak Jake duduk di depan ruang rawat Heeseung, tanpa bergerak, tanpa bicara. Matanya tampak sembab, jelas menunjukkan bahwa air mata telah lama berhenti, tetapi luka di dalam hatinya terus berdarah.
“Soobin, berikan ini padanya,” ujar Yeonjun dengan suara rendah, menyerahkan segelas susu hangat yang diambil dari kantin rumah sakit. Soobin berjalan mendekati Jake, duduk di sampingnya, dan menyerahkan gelas susu tersebut ke tangan Jake dengan hati-hati.
“Setidaknya minumlah ini,” kata Soobin dengan suara pelan, tetapi cukup tegas untuk menyentuh kesadaran Jake. Jake tidak langsung merespons, pandangannya tetap kosong, seolah-olah ia tidak mendengar apapun. Namun, Soobin tidak menyerah. “Heeseung dan kau sama-sama sedang terluka. Kami mengerti, Jake. Tapi kau tidak bisa terus seperti ini. Heeseung akan lebih sedih kalau tahu kau jatuh sakit nanti.”
Kata-kata Soobin akhirnya tampak berhasil menembus tembok kekecewaan yang mengelilingi Jake. Perlahan, tanpa sepatah kata pun, Jake mengambil gelas susu itu dan meminumnya sedikit demi sedikit. Soobin menarik napas lega, sedikit tersenyum meski hatinya ikut pedih melihat kondisi sahabatnya. Setidaknya Jake masih memiliki sedikit kesadaran untuk merawat dirinya, pikir Soobin.
Sunghoon dengan hati-hati, melirik ke dalam kamar rawat Heeseung melalui celah kecil di pintu. “Heeseung sudah tidur,” kata Sunghoon setelah memastikan keadaan di dalam. “Kau juga sebaiknya beristirahat, Jake. Tubuhmu perlu istirahat. Jangan biarkan dirimu jatuh terlalu dalam.” Jake tidak merespons, tapi Sunghoon tahu bahwa kata-katanya diterima. Jake menunduk sedikit, seolah memikirkan sesuatu, sebelum akhirnya menghela napas panjang.
Di sudut ruangan, tepatnya di dalam ruang rawat Heeseung, Sunoo, Beomgyu, Taehyun, Jungwon, Ni-ki, dan Kai duduk diam di atas sofa yang disediakan. Mereka tak mengucapkan sepatah kata pun, hanya menatap Heeseung yang terlelap dengan penuh keprihatinan. Meskipun mereka tidak terlibat langsung, semua yang hadir di ruangan itu bisa merasakan keheningan berat yang menggantung di udara—keheningan yang penuh dengan rasa sakit dan kehilangan.
Setiap detik terasa seperti selamanya. Heeseung mungkin tertidur di balik pintu itu, tetapi Jake tahu bahwa begitu Heeseung terbangun, kesedihan akan kembali menghantamnya, menghancurkannya sekali lagi. Dan Jake tidak tahu apakah ia punya cukup kekuatan untuk menghibur istrinya saat ia sendiri merasa begitu hancur. Namun, satu hal yang pasti—meskipun luka mereka terlalu dalam untuk sembuh dengan cepat, mereka harus menghadapi semua ini bersama.
***
“Jake...” bisik Heeseung dengan suara yang nyaris tak terdengar, terputus oleh isakan pelan yang tertahan di tenggorokannya. Ia terbaring di ranjang rumah sakit, tubuhnya lemah dan pikirannya penuh dengan rasa bersalah yang menyesakkan dada. Pandangannya tertuju pada punggung Jake, yang berdiri mematung di dekat jendela, menatap kosong ke luar tanpa berkata apa-apa. Air mata menggenang di pelupuk mata Heeseung, matanya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Perasaan bersalah menghantamnya, membanjiri setiap sudut pikirannya, membuatnya yakin bahwa Jake mungkin kecewa padanya, bahkan mungkin marah. Pikiran itu menghancurkannya lebih dari rasa sakit fisik yang ia rasakan. Bagaimana jika Jake menyalahkannya? Bagaimana jika suaminya kecewa karena ia tak bisa menjaga bayi mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
From God to Me [JAKESEUNG]
RomanceLee Heeseung mendapati hidupnya berubah drastis, ketika sang Ayah mengajukan syarat tak terduga untuk mendapatkan warisannya. Untuk menerima bagian warisan yang menjadi haknya, Heeseung harus menikahi Jake Shim, putra dari pelayan setia keluarga mer...