Penginapan yang disewa oleh sahabat-sahabat Heeseung bukanlah tempat yang kecil, justru lebih menyerupai rumah pribadi berlantai dua dengan desain elegan yang dilengkapi fasilitas mewah. Penginapan itu dirancang khusus untuk keluarga besar, dengan dua belas kamar luas, ruang tamu yang lapang, dan halaman belakang yang menghadap ke pegunungan hijau di kejauhan. Ini adalah tempat sempurna bagi orang-orang yang ingin melepas penat dan beristirahat dengan nyaman.
Namun, di tengah kemewahan dan keheningan penginapan itu, Heeseung merasa terasing. Sudah tiga hari ia tidak pulang ke rumah yang ia tinggali bersama Jake. Dalam tiga hari itu pula, Heeseung belum sekalipun berbicara dengan suaminya, bahkan sekadar membalas pesan atau mengangkat telepon dari Jake pun tidak. Dia tahu Jake terus berusaha menghubunginya-berkali-kali mencoba untuk menemui dan bicara dengannya, bahkan datang langsung ke penginapan. Tapi setiap kali Jake tiba, Heeseung memilih mengurung diri di kamarnya, menghindari konfrontasi.
Perasaan Heeseung campur aduk. Di satu sisi, ia merasa bersalah karena mendiamkan Jake, tetapi di sisi lain, hatinya terasa berat setiap kali mengingat pemandangan di kebun teh itu-saat Jake memeluk Ningning. Pemandangan itu menusuk perasaannya seperti duri tajam, meskipun ia berusaha menyangkalnya. Dia ingin meyakinkan dirinya bahwa dia tidak peduli, bahwa itu hanya sekadar pelukan antara teman. Namun, dalam hati kecilnya, Heeseung sadar bahwa ia tidak suka. Lebih dari sekadar ketidaksukaan biasa, ini adalah cemburu-perasaan yang sudah Beomgyu ungkapkan, meski Heeseung dengan keras kepala terus menolaknya.
"Cemburu? Aku? Tidak, itu tidak mungkin," gumam Heeseung sambil melangkah pelan menuju sofa besar yang terletak di ruang tamu lantai bawah. Sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam rumah itu, membuatnya bertanya-tanya ke mana semua orang pergi. Pagi ini benar-benar hening, padahal biasanya teman-temannya seperti Beomgyu atau Taehyun selalu berada di sekitar, tertawa atau bercanda.
Namun keheningan itu pecah oleh suara yang tidak asing lagi di telinganya.
"Kalau tidak cemburu, kenapa mendiamkanku?" Suara Jake terdengar rendah dan berat dari belakang. Heeseung terkejut bukan main, nyaris tersandung langkahnya sendiri saat ia cepat-cepat berbalik. Matanya membelalak lebar saat melihat Jake berdiri di sana, hanya beberapa meter dari tempatnya berdiri.
Panik mulai menyergap dirinya. Tanpa pikir panjang, Heeseung berniat melarikan diri ke lantai dua, tetapi Jake lebih cepat. Dengan sigap, Jake meraih pergelangan tangannya, menahannya.
"K-Kau... Apa yang kau lakukan?" seru Heeseung dengan nada cemas saat Jake dengan mudah mengangkat tubuhnya dan mendudukkannya di atas meja makan kayu besar yang berada di dekat ruang tamu. Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena kaget, tetapi juga karena kedekatan yang tiba-tiba ini.
Jake tidak menjawab pertanyaannya. Dia hanya berdiri di antara kedua kaki Heeseung yang tergantung di tepi meja, menatap langsung ke dalam mata istrinya. Pandangan Jake tajam namun penuh emosi yang terpendam, membuat Heeseung merasakan degup jantungnya semakin kencang.
"Katakan padaku, Heeseung. Kau benar-benar tidak cemburu?" Suara Jake terdengar lembut tapi sarat dengan keinginan untuk mendapatkan jawaban yang jujur. Heeseung merasakan tenggorokannya kering. Ragu, dia menggeleng pelan, tapi Jake tidak percaya begitu saja.
"Begitu ya?" Jake berujar dengan nada rendah, "Jadi kau tidak cemburu? Kalau begitu, tidak masalah jika aku mencium Ningning, kan?"
Jake bahkan belum selesai berbicara saat Heeseung tiba-tiba menyela, suaranya pelan namun cukup jelas untuk terdengar oleh Jake yang berdiri sangat dekat. "Cium saja gadis itu, dan aku akan mencium Sunghoon setelah itu," gumamnya, suaranya bergetar halus. Kepalanya tertunduk, enggan menatap Jake, meski hatinya menjerit bertentangan dengan kata-katanya sendiri.
Jake terdiam sejenak, mencerna kata-kata Heeseung. "Kau tidak bisa melakukan itu," jawab Jake dengan nada datar.
Kata-kata itu membuat Heeseung merasa tersulut. Kenapa Jake bisa seenaknya mengatakan hal seperti itu? Keningnya berkerut, kepalanya mendongak menatap Jake dengan tatapan tajam penuh kemarahan. "Kenapa? Kenapa aku tidak bisa? Kau bisa seenaknya memeluk wanita lain di depan mataku, bahkan kau ingin menciumnya! Kenapa aku tidak bisa melakukan hal yang sama?!" seru Heeseung, tangannya bergerak memukul dada Jake dengan frustrasi.
"Kau cemburu, hah?!" Heeseung melanjutkan, nadanya lebih emosional daripada yang ia sadari.
"Ya, aku cemburu," jawab Jake tiba-tiba, membuat Heeseung terkejut. "Jadi jangan menciumnya, atau aku akan bertengkar habis-habisan dengan sahabatku sendiri, Shim Heeseung."
Pengakuan itu membuat Heeseung terdiam membeku. Kata-kata Jake meresap dalam pikirannya, membuatnya tertegun. Suasana di antara mereka mendadak berubah, lebih tenang namun penuh dengan perasaan yang tidak terucap. Perlahan, tangan Jake yang tadinya berada di pinggang Heeseung kini bergerak menyentuh pipinya, mengusap lembut.
"Kamu istriku, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuhmu," lanjut Jake dengan suara yang lebih lembut. Dia maju selangkah, mendekatkan tubuhnya ke Heeseung, sementara tangan satunya meraih dagu Heeseung, memaksa tatapan mereka bertemu. "Aku ingin menjelaskan ini sejak hari pertama kau salah paham. Ningning dan aku hanya teman baik. Dia sangat dekat dengan Eunji, dan meskipun Ningning menyukaiku, aku hanya menganggapnya sebagai teman. Saat keluarganya datang dan memintaku menikahi Ningning, aku menolak. Aku sudah menikah, Heeseung. Aku sudah menikah denganmu."
"Jadi... jika kau belum menikah denganku saat itu, kau akan menikahi Ningning?" Heeseung menyela, suaranya terdengar getir.
Jake hanya tertawa kecil. "Mungkin. Tapi jujur saja, aku bersyukur karena ayahmu memintaku untuk datang ke Seoul dan menikahimu. Ningning atau siapa pun tidak akan pernah bisa membuat jantungku berdetak secepat ini," ujar Jake, meraih tangan Heeseung dan meletakkannya di dada kirinya, tepat di atas jantungnya yang berdetak cepat. "Hanya kau yang bisa membuatku seperti ini, Shim Heeseung. Pelukan di kebun itu hanyalah ucapan perpisahan karena Ningning akan pergi ke London untuk melanjutkan studi. Aku minta maaf jika itu menyakiti perasaanmu."
Heeseung terdiam, matanya mengerjap beberapa kali saat kata-kata Jake masuk ke dalam hatinya.
"Meski mungkin terlambat, aku ingin mengatakan ini dengan jujur. Aku mencintaimu, Heeseung," bisik Jake, menyatukan dahinya dengan dahi Heeseung. Jarak mereka begitu dekat sehingga mereka bisa merasakan napas satu sama lain.
Pengakuan itu menghantam Heeseung seperti gelombang besar. Jantungnya berdebar tak terkendali, dan napasnya tersendat. "Aku juga mencintaimu..." bisiknya, hampir seperti angin lalu.
Jake tersenyum lembut mendengar jawaban Heeseung. "Katakan lagi," pinta Jake pelan. Namun, bukannya mengucapkan kata-kata yang diminta, Heeseung justru menarik kerah jaket denim Jake dan menyatukan bibir mereka dalam ciuman ringan yang perlahan semakin dalam.
Ciuman yang dimulai dengan kelembutan perlahan berubah menjadi semakin intens seiring detik berlalu. Jake yang awalnya membiarkan Heeseung memimpin, segera membalas dengan gairah yang sama. Kedua bibir mereka saling berpaut, seolah berlomba untuk mendominasi satu sama lain. Gerakan mereka semakin selaras, saling menyatu dalam keintiman yang tak bisa dihindari. Tangan Jake yang awalnya menyentuh pipi Heeseung berpindah ke tengkuknya, jemarinya menelusuri rambut halus di sana sebelum menariknya lebih dekat, memperdalam ciuman yang semakin menghangat.Desahan pelan keluar dari mulut Heeseung, tubuhnya sedikit menegang namun perlahan melunak dalam dekapan Jake yang semakin erat. Nafas mereka berdua semakin tidak teratur, udara di sekitar terasa semakin menipis namun tak ada dari mereka yang ingin menghentikan momen itu. Setiap sentuhan, setiap gerakan terasa seolah dunia di sekitar mereka lenyap. Satu-satunya yang tersisa hanyalah mereka berdua dan perasaan yang semakin membuncah.
Namun, setelah beberapa detik yang terasa abadi, Heeseung akhirnya memukul dada Jake pelan, memberi isyarat bahwa ia mulai kehabisan napas. Jake dengan enggan melepas ciuman mereka, bibirnya masih sedikit basah, sementara Heeseung terlihat terengah-engah, berusaha menarik oksigen yang sempat hilang dari paru-parunya. Keduanya saling menatap dalam diam, di tengah keheningan yang hanya diisi oleh suara napas mereka yang saling berkejaran.
Jake terkekeh kecil, suaranya terdengar serak namun penuh dengan kehangatan. "Terima kasih," ucapnya, sebelum ia membubuhkan kecupan ringan di dahi Heeseung yang masih sedikit merah karena ciuman mereka tadi. Sentuhan lembut itu membuat Heeseung merasa nyaman meski perasaannya masih campur aduk. Heeseung sedang menatap Jake, ketika tiba-tiba ia merasakan seluruh wajahnya basah tersiram air.
TBC...
![](https://img.wattpad.com/cover/377043191-288-k182357.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
From God to Me [JAKESEUNG]
RomanceLee Heeseung mendapati hidupnya berubah drastis, ketika sang Ayah mengajukan syarat tak terduga untuk mendapatkan warisannya. Untuk menerima bagian warisan yang menjadi haknya, Heeseung harus menikahi Jake Shim, putra dari pelayan setia keluarga mer...