"Hey!"
Belum sempat tubuh berjengit itu berbalik, sebuah genggaman kuat menarik bahunya kasar dan menghantam rahangnya hingga Namjoon bergeser mundur. Taehyung berjalan cepat dan menarik kerah jaket sang pria lalu menghujam tulang rusuknya.
"Jangan!" Seokjin menarik lengan Taehyung.
Tubuh tegap itu pun terlepas dari genggaman lalu membungkuk memeluk perutnya.Tak mengindahkan ucapan yang terlontar dari bibir bergetarnya, Taehyung kembali menghampiri Namjoon yang baru saja menegakkan kepala beberapa langkah darinya.
"Taehyung, jangan!" Seokjin berlari dan berdiri di depan Namjoon.
"Ini salahku! Jangan sakiti dia lagi!""Seokjin?" Taehyung membulatkan matanya bingung.
"Menyingkirlah dari penjaga pantai kurang ajar itu""Anda menghakimi orang yang salah, tuan..."
"Kemana anda selama produser bajingan itu menggerayangi tubuhnya huh?" Namjoon berucap pelan lalu berjalan tertatih ke depan tubuh gemetar Seokjin."Kamu gak punya hak untuk bicara!" Taehyung kembali melayangkan pukulannya hingga Namjoon jatuh tersungkur.
"Apa yang kamu lakukan pada tunanganku itu sama biadabnya dengan orang yang kamu anggap tidak sopan"
"Bangun dan lawan aku seperti seorang laki-laki, hey penjaga pantai!""Jangan hanya diam"
"Aku gak akan membalasmu, tuan aktor yang terhormat" Namjoon berdiri diantara kerumunan orang yang mulai berdatangan.
"Hanya ingin anda tahu kalau anda bukanlah pria yang baik untuk Seokjin" Ia berucap pelan mengusap bibirnya yang terluka."Bajingan!"
"Taehyung cukup!" Seokjin sontak melangkah ke depan sang pria lalu mendorongnya.
"Apa yang dia lakukan padamu?" Taehyung menarik tubuh Seokjin lalu menggenggam kedua bahu lebarnya.
"Sudah kukatakan bukan dia tapi aku yang salah, Taehyung!"
"Apa maksudmu, Seokjin?"
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Kalian saling mengenal?" Sorot mata tajam itu bergantian menatap kedua pria di hadapannya."Jin.....jangan...." Namjoon berucap pelan di balik punggung yang membelakanginya.
"Kamu!"
"Cukup...." Seokjin memotong ucapan Taehyung yang kembali bergerak menghampiri Namjoon.
"Kumohon hentikan kalian berdua"
"Aku mau pulang...." Ia pun berbalik meninggalkan mereka.
Detik jam dinding adalah satu-satunya suara yang terdengar dalam ruangan sepi berisi dua orang pria yang hanya saling terdiam.
Beberapa menit berlalu akhirnya Mingyu beringsut dari tempatnya duduk dan menghela nafas panjang seraya mengusap dahinya kasar.
"Aku tidak melawannya..." Namjoon menatap kosong jalinan jemari yang terkulai lemah di pangkuan.
"Aku tahu..." Sekali lagi hembusan nafas itu memecah keheningan.
"Itu tak merubah kenyataan bahwa di tempat ini pernah terjadi kekerasan""Pak Min marah?" Diusapnya darah yang menggumpal di sudut bibirnya singkat.
Mingyu mengedikkan bahu seraya melipat kedua tangannya di dada.
"Beliau hanya bilang selesaikan acara pernikahan itu dengan baik sebelum mereka kembali ke Jepang"
"Jangan mencemari nama baik pulau ini"Tak menjawab, Namjoon mengacak rambutnya dan menyandarkan kepalanya pada punggung kursi lalu terpejam singkat.
"Beliau memecatku?"Mingyu melirik dan mengangguk.
"Maaf, Namjoon....""Aaaahhh!" Kembali surai pirang itu disisirnya kasar dengan kedua tangan.
"Padahal ini hari terakhirku bekerja tahun ini" Ia terkekeh pahit."Kemasi barang-barangmu dan bersiaplah untuk pulang besok malam"
"Kalian diundang ke pesta pernikahan Taehyung dan Seokjin, tapi setelah peristiwa ini..."
"Aku yakin mereka pun tak akan sudi melihat wajahmu" Mingyu mendengus tersenyum memandangi pipi lebam dan sudut bibir terbelah sang pria di hadapannya.
Tungkai jenjangnya menyusuri jalan sepi. Kepala tertunduk dengan isinya yang terus bergemuruh, kedua tangan bersembunyi dalam saku celana.
Namjoon berhenti sejenak untuk membuka ponselnya."Bagaimanapun kamu harus minta maaf" Ucap lirih terakhir sebelum Hoseok dan Jungkook menepuk bahunya iba dan kembali ke kamar mereka.
"Apa yang akan kukatakan saat minta maaf nanti?"
"Jin sudah pasti tak akan mau menatap wajah berantakan ini""Dan tunangannya....saat membuka pintu pun hidungku sudah pasti jadi sasaran tinjunya" Sesaat sang pria tertunduk bak meratapi kegundahannya.
Ia menggeleng cepat.
Ponsel yang semula akan digunakan untuk menghubungi Seokjin pun segera dimasukkan kembali ke dalam saku. Kedua tungkai jenjangnya mulai kembali melangkah lalu berlari.Motor besar itu didorong untuk menghindari kebisingan di tengah malam. Pintu garasi di belakangnya pun telah tertutup rapat sebelum kendaraan itu melaju membelah jalan.
Kembali ke pulau kecil yang menjadi rahasia antara mereka berdua, Namjoon memarkir jetskinya sembarang, berjalan gontai lalu merebahkan tubuhnya di atas rumput-rumput pendek di atas bukit kecil.
Langit yang cerah namun tak berbintang menjadi pemandangan manik gelapnya yang menatap kosong.
Separuh batinnya ingin berlari dan mengetuk pintu kamar sang pria lalu meluapkan penyesalannya. Bertolak belakang dengan keinginan terbesar yang membutakan akal sehatnya. Bawa Jin pergi dari pulau ini dan jalani kehidupan baru di ibu kota sebagai seorang mahasiswa dan penulis cerita.
Lagi-lagi Namjoon menggeleng dan mendengus tertawa dengan pikirannya sendiri.
"Kamu siapa, Kim Namjoon?"
"Bekerja paruh waktu saja gak bisa" Mata lelah itu terpejam, hela nafas panjang berhembus seiring rasa perihnya yang baru terasa.Sayup debur ombak dari kejauhan seolah memanjakan pendengarannya. Perlahan manik gelap dalam kelopak terpejam itu bergerak-gerak, suara kicau burung juga sinar matahari terasa silau walau Namjoon belum membuka matanya.
"Lihatlah sekarang....aku ketiduran di atas bukit seperti gelandangan" Ia mengerang meregangkan otot-otot punggungnya yang kaku.
"Crap! Aku belum berkemas!" Dipaksanya tubuh ngilu itu berdiri lalu segera berjalan sempoyongan menuruni bukit menuju tempat jetskinya teronggok.
Tolehan kepalanya menangkap kerumunan orang dengan buket-buket bunga besar di tangan mereka, kain-kain putih dan bangku-bangku digotongnya berlalu-lalang. Namjoon sontak memalingkan wajah dan memacu kendaraannya lebih cepat.
"Mereka sudah mulai mendekor ya?" Sebanyak ia menguatkan hati, pemandangan itu masih menoreh lukanya dalam.
Pulang. Hanya itu yang berada di pikirannya saat ini. Berkemas, berkumpul kembali bersama dua orang sahabatnya dan kembali ke ibu kota.
Mungkin, mencuri waktu untuk bertemu dengan sang pujaan hati untuk terakhir kalinya. Meminta maaf dan mendoakan agar mereka bahagia. Dengus tawa meluncur keras.
Motor besar itu melaju kencang tanpa mempedulikan lagi apa yang orang-orang itu kerjakan jauh di sudut matanya.
Kamarnya yang masih berantakan pun segera ia rapikan.
"Yah....beginilah akhirnya" Koper besar itu diisinya dengan barang-barang bawaannya hingga kamar itu kosong.
Namjoon mengeluarkan ponselnya yang kehabisan baterai. Mengisi daya sembari mengeluarkan beberapa stok makanan untuk sarapan sambil menunggu.Beberapa notifikasi dan panggilan tak terjawab dari kedua sahabatnya yang mengambang di layar dihapus setelah benda pipih itu menyala.
"Iya, Hob, Kook.....sarapan dulu yaa....biar kuat menghadapi hidup" Gumamnya dengan seringai tipis.
Namjoon menyuap serealnya hingga habis, mencuci peralatan makannya lalu mematikan lampu dan menyeret kopernya keluar dari penginapan terakhirnya di pulau itu.