Final Chapter.
"Embracing Our Trio: A New Era of Love."
...Dia diam saja entah kenapa kelihatannya lucu hingga akhirnya mengundang tawa keluar. Sosok itu berdiri dengan terusan panjang sebahu sampai jatuh menutupi lutut. Ada kuncut atau kunciran rambut di atas kepala dua yang dijepit oleh dua pita besar sisi kanan kiri, serta bangs tipis didepannya. Sedang merasa sendu sepertinya hingga pipi jatuh menekan kepala sofa sebelah dalam posisi dia berdiri. Tatapannya kosong, berharap-harap jika belokan didepan akan memunculkan sosok lain yang ia tunggui dengan gusar.
Jungkook perlahan-lahan menempatkan bokongnya duduk disamping, dilingkarinya pinggang itu pelan agar tidak membuat kejut yang membuat siempunya merasa dikagetkan. “Dedek lagi apa? Dari tadi diem terus hum?”
Yang dipanggil menoleh. Rasa-rasanya Jungkook kali ini sedang bercermin melihat pantulan wajahnya kini tergambar pada rupa bayi yang ada dihadapan sekarang. Meski tidak ada kaca, mereka ini serupa tapi juga tidak persis dikatakan sama.
“Mbu,” panggilnya lugu.
“Hm?” Jungkook dehum.
“Hawoh! Baba.” dia berjalan mendekat, melepaskan rangkulan pada pinggangnya sendiri kemudian berusaha menuntun tangan besar itu yang sudah bebas untuk naik ke atas memegang telinga. “Hawoh.”
Jungkook mengerti sekarang. Diamnya anak ini setelah dia dimandikan bukan sedang tak berselera bermain tetapi mencari-cari di mana sosok ayahnya yang hilang. Pagi tadi mereka semua lengkap kumpul, kemudian si ayah pergi untuk mengantar kakaknya sekolah dan kembali pulang tidak lama setelahnya. Tersisa bertiga lalu kemudian setelah puas mengisi perut dan bermain, dirinya dibawa pergi ke kamar mandi untuk mandi, bersiap hingga menjadi secantik ini. Rapi. Layak sekali untuk dibawa jalan-jalan pagi ini. Tetapi kemudian setelah langkah kaki kecilnya berhasil melewati kusen kamar, rumah semakin hening. Ayahnya tidak ada entah ke mana. Di mana sosok itu pergi tanpa sepengetahuan?
Dia kemudian naik ke atas sofa. Berdiri dengan mata yang awas untuk mengabsen siapa saja yang nanti akan keluar masuk kedalam rumah. Ketika orang lain masuk dan bertamu, dia yang akan duluan tahu.
“Dedek mau telpon baba? Babanya kita call?”
“Hmm.” dia mengangguk-angguk kecil
“Tapi sekarang baba lagi di jalan. Lagi naik motor nggak boleh ditelpon dulu nanti keganggu. Tunggu aja ya, sabar dulu sebentar lagi mereka pulang.” Jungkook tenangkan dengan alasan. “Adek nggak sabar ngajak abang sama baba main ya. Kalau ada mereka rumah jadi ramai lagi. Dedek banyak temennya.”
“Baba! Baba!” dia berceloteh.
“Bentar lagi aja. Baba bilang sama mbu tadi udah di jalan, bawain jajan dulu buat dedek Iye. Kata baba, dedek tunggu dulu ya, di rumah ya sama mbu. Bentar lagi baba pulang sama abang.” dia sepertinya tidak mengerti. Karena kalimatnya terlalu panjang atau memang kemampuan dia mencerna informasi belum sebaik kakaknya, Hyukie.
“Mbu minta cium, boleh?” dia menggeleng. “Eh, mbunya nggak boleh cium?” dan dia menggeleng lagi, Jungkook tak mau paksakan. Sudah bisa menolak dan dia juga punya hak untuk merespon bagaimana dia diperlakukan.
Salah satu bentuk kemurahan Tuhan pada keluarga kecil ini akhirnya mereka kembali dikarunia seorang bayi. Mesti tidak dibilang cepat karena adiknya Hyukie baru ada setelah Hyukie sendiri berusia tiga tahun. Syukur jarak antara dia dengan adiknya juga dirasa pas. Hyukie sudah lepas asi, sudah semakin pintar dan mandiri. Ada adik kekangan orang tua pada dirinya kian melonggar karena kini adiknya yang mendapat giliran. Hyukie bisa bernapas lega dan bebas. Tidak melulu terjerat dalam dua tangan dengan alasan orang tua tak mau berbagi dia dengan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Last Night [COLLECTION]
ContoMelihat kehidupan taekook dari berbagai sisi. Masih dengan tokoh yang sama, cinta yang sama, namun dikemas dengan beragam gendre yang berbeda. Tertarik? Beberapa part mengandung unsur 🔞 jadi mohon bijak!