Danielle POV
Waktu berputar begitu cepat, memori yang terjalin mengenang di alam pikiranku. Tawamu, senyumanmu bagaikan gula yang selalu membuatku candu. Aromamu dan sentuhan membuatku melayang itu ternyata sudah lenyap entah kemana. Kata orang, kita bagaikan sepasang kaos kaki, yang selalu bersama dan menjadi pasangan yang tak terpisahkan rupanya hanya sementara. Kau tidak seperti dulu lagi. Di masa SMA, kau sangat begitu manis. Musim telah berganti, awalnya aku mengira cinta kita tidak akan pudar seiring bertambahnya tahun. Bahkan ditahun terakhirku di SMA, kau menangis dan berjanji padaku bahwa kau akan menempuh universitas yang sama agar kita bisa bersama. Lagi dan lagi hanya bualanmu semata, seperti permen karet. Apabila rasa manisnya telah usai, harus dilepehkan dan dibuang dikarenakan tidak kuat akan rasa hambar dan datarnya. Hal itu digambarkan seperti sikapmu, cintamu.
Sudah hampir setahun sejak kami bertunangan. Haerin, orang yang selalu ada di sampingku, kini terasa seperti seseorang yang asing. Setiap kali aku melihat matanya, ada sesuatu yang bersembunyi di sana—entah lelah atau perasaan yang tak pernah ia ungkapkan. Akhir-akhir ini, rasanya aku sedang berdiri di tepi jurang, menunggu dia jatuh—atau mungkin justru aku yang akan jatuh.Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa ini hanya karena dia sedang sibuk dengan tugas akhir. Tapi mengapa, meski kami berada di ruangan yang sama, dia seperti begitu jauh? Mungkin aku harus berbicara dengannya sekarang. Mungkin aku harus tahu apa yang sebenarnya dia rasakan.
Sudah tiga minggu berlalu sejak kami terakhir berbagi ranjang yang sama. Rasanya seperti aku hidup dengan seseorang yang semakin hari semakin menjadi orang asing. Apartemen ini sunyi, meski kami berdua tinggal di dalamnya. Tidak ada lagi ciuman pagi yang lembut atau sapaan mesra seperti dulu. Haerin lebih sering menghabiskan waktu di kampusnya, meninggalkanku sendiri di sini, berkutat dengan pekerjaanku dari rumah.
Setiap kali aku menyiapkan makanan, dia bahkan tak menyentuhnya. Tidak ada lagi obrolan santai saat makan malam atau gelak tawa di antara suapan. Aku mulai meragukan, apakah semua ini hanya ada dalam pikiranku? Apakah cintanya benar-benar mulai pudar?
Hari ini, Sabtu. Hari yang biasanya menjadi waktu kami untuk bersama, berbagi cerita, atau sekadar bermalas-malasan di sofa sambil menonton film favorit. Tapi tidak hari ini. Haerin mengunci diri di kamar tamu yang kini lebih sering ia gunakan. Ruang tidur kami tak lagi menjadi milik kami berdua—seperti perasaan yang kini terpisah, berjarak, dan dingin.
Aku duduk di dapur, memandangi dua cangkir kopi yang sudah dingin. Aroma kopi yang biasanya menenangkan, kini terasa pahit. Udara di apartemen ini semakin berat setiap harinya. Aku menghela napas panjang. Setelah beberapa menit, aku mendengar pintu Haerin terbuka bahkan derapan langkah ke arah dapur.
"Haerin, kamu sudah makan? Aku bikin kopi... mau duduk sebentar?"
Matanya hanya melirik sekilas ke arahku, dingin dan kosong. Laptopnya masih terbuka di tangan, dan sepertinya dia lebih sibuk dengan pekerjaannya daripada mendengar apa yang baru saja kuucapkan. Dulu, hanya dengan menyebut namanya, Haerin akan tersenyum, menghampiri, dan memberiku ciuman singkat di pipi. Sekarang, seolah-olah aku tak lebih dari bayangan yang melintas di hadapannya.
"Aku nggak lapar. Hari ini banyak yang harus dikerjakan. Mungkin nanti."
Aku berharap dia berhenti sejenak, menatapku, mungkin tersenyum seperti dulu. Tapi dia hanya mengangkat bahu tanpa melihatku. Seperti angin lewat.
"Capek, banyak tugas."imbuhnya
Dan hanya itu. Dia menghilang ke dalam kamarnya sebelum aku sempat berkata lebih jauh. Seolah-olah tidak ada yang penting lagi di antara kami. Aku memandangi pintu kamarnya yang tertutup, dan rasanya seperti seluruh dunia ikut menutup diri dariku. Air mataku sudah habis di malam-malam sebelumnya. Ada saat-saat di mana aku ingin berteriak, ingin memaksanya mendengar, ingin mengatakan betapa aku merindukan dia, merindukan kami yang dulu. Tapi setiap kali aku melihat wajahnya yang dingin dan acuh, semua kata-kata itu tenggelam dalam ketakutan—takut bahwa apa yang dulu kami miliki benar-benar telah hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hype Girl | DAERIN
FanfictionDanielle Marsh merupakan siswi hits SMA Hype Nusantara. Siswi yang selalu ceria, dan ramah yang membuat ia terkenal. Pertemuannya dengan Haerin membuat dirinya mengenal arti cinta. Dikala ia tidak sengaja bersitatap dengan siswi bermata kucing itu m...