Semakin Jauh

65 10 4
                                    

Danielle berdiri di tengah ruang tamu yang telah ia sulap menjadi tempat perayaan kecil. Lampu-lampu kelap-kelip menggantung di atas meja makan yang dihiasi bunga mawar putih, sementara di meja terletak sebuah kue sederhana dengan lilin berbentuk angka lima.

Ia memeriksa jam dinding. Sudah hampir tengah malam, dan Haerin belum juga pulang. Semburat kekhawatiran bercampur rasa kecewa menyelimutinya. "Dia pasti lupa," pikir Danielle, tetapi ia tetap berharap. Setelah menyiapkan semuanya, tubuhnya akhirnya menyerah pada lelah. Ia tertidur di sofa, masih memegang balon berbentuk hati di tangannya.

Pintu apartemen terbuka dengan suara pelan. Haerin masuk dengan wajah lesu, rambutnya berantakan, dan tasnya tergantung di bahu. Sekilas, ia memandang ruangan yang penuh dekorasi. Perasaan bersalah melintas di benaknya, tetapi segera tergantikan oleh rasa pusing akibat hari yang melelahkan.

"Oh, tidak. Aku benar-benar lupa," gumamnya lirih, menaruh tas di atas meja. Ia membuka kulkas, mencari air dingin untuk meredakan rasa panas di kepalanya.

Suara pintu kulkas yang tertutup membangunkan Danielle. Ia duduk, mengucek matanya, lalu melihat jam dinding. "Haerin?" suaranya terdengar serak karena baru bangun.

Haerin hanya mengangguk sambil meneguk air, tidak mengatakan apa-apa.

"Kamu baru pulang? Kamu bahkan lupa hari ini hari apa?" suara Danielle bergetar.

"Kak, aku capek. Aku nggak mau berdebat sekarang."

'Kak? Sejak kapan dia manggil aku kak?', batin Danielle tidak percaya.

"Capek? Kamu pikir aku nggak capek? Aku menunggu kamu seharian. Aku siapkan ini semua untuk kita." Danielle menunjuk ke arah meja makan, suaranya mulai meninggi.

Haerin menghela napas panjang, mencoba meredam emosinya. "Aku lupa, oke? Aku punya banyak hal yang harus kupikirkan. Tugas akhirku, dosenku—"

"Dan bagaimana dengan aku, Haerin? Apa aku nggak penting lagi?" Danielle memotong, air mata mulai menggenang di matanya.

"Kak, aku nggak bisa terus seperti ini. Aku... Aku butuh waktu." Haerin mengakhiri percakapan dengan nada tegas, lalu berjalan masuk ke kamar tanpa menoleh lagi.

Danielle terduduk kembali di sofa. Lilin-lilin di atas kue masih menyala, tetapi kini terasa seperti mengejeknya.




---------

Keesokan harinya, suara bel apartemen memecah keheningan. Danielle membuka pintu dan melihat sosok wanita paruh baya yang ia kenal.

"Danielle! Wah, semakin cantik saja," sapa Eomma Haerin dengan senyum hangat, memeluk Danielle erat sebelum melangkah masuk. Haerin yang baru keluar dari kamar menghentikan langkahnya sesaat.

"Eomma?"

"Iya, sayang. Eomma kangen. Eomma mau kalian menginap tiga hari di rumah, kita makan malam bersama. Sudah lama kita nggak kumpul," ujar Eomma-nya dengan nada penuh harap.

"Tapi Eomma, aku lagi sibuk, dan kak Danielle pasti--"

"Eitss... tidak ada tapi-tapian, pokoknya kalian harus menginap, eomma kesepian tahu."

Haerin dan Danielle saling pandang. Tak ada waktu untuk menyusun alasan, sehingga mereka hanya mengangguk pasrah.

=====

Di ruang makan, aroma ayam panggang dan sup jagung memenuhi udara, menciptakan kehangatan yang hanya bisa ditemukan di rumah. Piring porselen teratur rapi di atas meja, dan taplak putih bersih menambah kesan nyaman. Eomma Haerin, yang sibuk memastikan semua hidangan siap, berulang kali tersenyum puas saat melihat anak dan tunangannya duduk di meja makan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hype Girl | DAERINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang