Bab 12

12 10 0
                                    

**Senin pagi**. Sinar matahari mulai menghangatkan gedung sekolah yang megah, dan suasana riuh terdengar dari lapangan basket. Hari ini adalah pertandingan besar antarsekolah, dan Kaelan berdiri di tengah lapangan, mengenakan seragam timnya dengan nomor punggung 06. Sorak-sorai para siswa memadati tribun, membuat suasana semakin tegang dan penuh semangat.

Di pinggir lapangan, teman-teman 06 DETECTIVE mengawasi dengan gelisah. Asher, Myra, Aislin, dan Raden tahu bahwa hari ini seharusnya hanya tentang basket, tapi sayangnya, ancaman dari malam sebelumnya belum sepenuhnya berlalu. Mereka sudah sepakat untuk tidak mengganggu Kaelan—agar dia bisa fokus pada pertandingan—tapi sesuatu membuat mereka waspada. 

“Lo yakin kita nggak bilang Kael?” bisik Aislin, masih memegang jimat di sakunya. 

“Kita udah sepakat,” jawab Myra dengan nada tegas, meskipun jelas ada keraguan dalam suaranya. "Ini cuma firasat, belum ada bukti konkret. Nggak bisa kita bikin dia terganggu."

Raden memutar-mutar rantai kecilnya sambil menatap lapangan. "Gue nggak suka firasat buruk kayak gini... Biasanya kita nggak salah."

Asher menutup bukunya perlahan. "Cerdik, berani, tak terkalahkan. Tapi kalau gegabah, kita bisa kalah duluan." 

Kaelan, yang saat itu berada di lapangan, sejenak melirik ke arah tribun tempat teman-temannya duduk. Mereka terlihat terlalu serius, tidak seperti biasanya. Firasat aneh mulai muncul di hatinya, tapi dia buru-buru menghilangkan pikiran itu. 

Peluit wasit berbunyi nyaring. Pertandingan dimulai.

Kaelan langsung bergerak lincah, membawa bola dengan kecepatan luar biasa. Dribelnya sempurna, dan setiap langkahnya penuh percaya diri. Sorak-sorai semakin menggema saat dia berhasil mencetak poin pertama bagi timnya. Namun, di sela-sela permainan, matanya terus melirik ke arah tribun, di mana Myra tampak resah. Itu membuat pikirannya sedikit terpecah.

Di kuarter kedua, sesuatu terjadi. Myra menerima pesan misterius di ponselnya. Wajahnya seketika berubah pucat, dan dia segera menunjukkan layar itu pada Asher. 

"Ini nggak bisa dibiarkan," bisik Myra cemas. "Kaelan harus tahu sekarang." 

"Tunggu, Myra," kata Asher, menahan lengannya. "Kalau kita ganggu dia di tengah pertandingan, dia bakal hilang fokus total. Itu bisa bahaya buat kita dan buat dia." 

“Tapi kita juga nggak bisa diam aja!" Myra menepis tangan Asher dan berdiri dari tempat duduknya, bersiap memanggil Kaelan. 

Di lapangan, Kaelan melihat pergerakan Myra dari sudut matanya. Konsentrasinya goyah. Sesuatu pasti sedang terjadi—sesuatu yang penting. Itu bukan sekadar kecemasan biasa. Firasat buruk semakin kuat menguasainya. Saat bola dilemparkan kepadanya, dia terlambat bereaksi. Bola terlepas dari tangannya, dan tim lawan dengan mudah mencuri dan mencetak angka. 

Kaelan mengutuk dirinya dalam hati. Ini bukan dirinya yang biasanya. Tapi pikirannya tak bisa fokus. Ada sesuatu yang terjadi, dan itu melibatkan Myra.

***

Di tribun, Myra sudah turun ke pinggir lapangan, siap memanggil Kaelan di sela jeda. Namun, langkahnya tertahan saat Asher menariknya kembali dengan cengkeraman tegas. "Lo mau dia kalah karena lo? Ini pertandingan penting buat dia!" 

“Dan kalau kita nunggu lebih lama, sesuatu yang lebih buruk bisa terjadi!" balas Myra dengan frustasi. 

Kaelan, dari tengah lapangan, melihat percakapan tegang antara Myra dan Asher. Hatinya mencelos. “Ada yang nggak beres,” pikirnya. Nalurinya memerintahkan dia untuk segera menghampiri mereka, tapi peluit berbunyi, menandai kuarter terakhir. 

06 DETECTIVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang