Bab 13

13 11 0
                                    

Setelah pertandingan basket yang penuh emosi, sore itu Kaelan merasa perlu menyegarkan pikiran. Ia merencanakan piknik bersama kedua orang tuanya, Danu dan Lintang, di taman dekat rumah. Sementara itu, pikiran tentang Myra dan 06 DETECTIVE terus mengganggu benaknya. Momen ini adalah kesempatan yang sudah lama ditunggu-tunggu untuk mengenalkan Myra kepada orang tuanya, meski ia tahu akan sulit menjelaskan semuanya.

Saat mereka tiba di taman, Danu dan Lintang sudah menyiapkan tikar dan makanan. Danu, dengan senyum hangatnya, menatap Kaelan. “Ayo, Kael! Bantu ayah menyiapkan semuanya,” serunya dengan antusias. Lintang juga tersenyum, menunjukkan bahwa mereka berdua sangat mendukung kegiatan Kaelan.

“Maaf, Ayah. Aku sedikit lelah setelah pertandingan,” jawab Kaelan, mencoba tersenyum meski hatinya berat. Ia tidak ingin membuat suasana menjadi canggung, terutama saat sedang berkumpul dengan keluarganya.

Setelah semua siap, mereka duduk berkeliling di atas tikar. “Gimana pertandinganmu? Dengar-dengar ada yang cukup menegangkan, ya?” tanya Lintang, matanya penuh perhatian.

“Ya, sedikit,” jawab Kaelan sambil mengambil sandwich. “Tapi, aku harus lebih fokus. Kadang, pikiranku melayang jauh.” Ia mengingat kembali firasatnya tentang Myra yang menghantuinya, merasakannya lebih kuat dari sebelumnya.

“Fokus itu penting, Kael. Keluarga kita selalu mendukungmu, ingat itu,” Danu menambahkan. Suaranya mantap, memberi semangat pada Kaelan.

“Berbicara tentang dukungan,” Lintang melanjutkan, “kapan kau akan memperkenalkan kami pada Myra? Kami ingin sekali bertemu dengan teman-teman terdekatmu.”

Kaelan terdiam sesaat. “Aku… aku akan mengajak dia secepatnya, Ibu. Dia sangat berarti bagiku.” Suaranya bergetar, tetapi ia berusaha tersenyum.

Kemudian, adiknya, **Raga**, datang menghampiri mereka. Dengan tinggi yang mirip Kaelan, Raga memiliki alis tebal dan mata tajam seperti elang, tetapi dengan sedikit tengil yang membuatnya tampak lebih nakal. “Ayo, Kael! Main basket lagi? Atau kamu masih sibuk membahas si Myra itu?” goda Raga sambil tersenyum lebar.

Kaelan hanya menggelengkan kepala, merasa sedikit jengkel. “Sibuk menghabiskan waktu dengan orang tua seharusnya jadi prioritas, Raga. Lagipula, kamu tidak seharusnya terus-menerus menggoda.”

“Tenang saja! Aku hanya bercanda. Lagipula, apa kamu berpikir akan ada orang lain sebaik Myra?” Raga berusaha menahan tawa.

“Berhenti, Raga!” Kaelan menjawab, meski dalam hati ia tersenyum. Adiknya memang selalu bisa mencairkan suasana. Momen itu mengingatkan Kaelan betapa pentingnya dukungan keluarga, terutama di saat-saat sulit.

Mereka melanjutkan piknik dengan obrolan ringan dan canda tawa, meskipun Kaelan tidak bisa sepenuhnya menghilangkan beban pikirannya. Ketika senja mulai menjelang, dia merasakan harapan baru tumbuh—semoga suatu saat nanti, Myra bisa menjadi bagian dari keluarganya yang hangat ini.

Kaelan sedang berjalan pulang dari sekolah bersama Raga ketika ia melihat sosok familiar berdiri di depan minimarket. Tanpa sadar, ia menghentikan langkahnya dan menatap Myra yang sedang memilih camilan. Hatinya berdebar-debar melihat senyumnya yang cerah. “Myra!” serunya, melambaikan tangan.

Myra menoleh dan wajahnya langsung bersinar saat melihat Kaelan. “Kaelan! Hai!” jawabnya, melangkah mendekat.

Raga, yang berjalan di belakang Kaelan, langsung terpesona. Ia melihat Myra dengan mata yang lebar, merasakan getaran aneh di dadanya—seperti cinta pandangan pertama. “Wow, siapa dia?” gumam Raga pada dirinya sendiri.

Kaelan tidak menyadari adiknya yang terpesona. Ia lebih fokus pada Myra, yang kini berdiri di sampingnya. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Kaelan, sedikit khawatir melihat Myra sendirian.

06 DETECTIVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang