Bab 15

12 10 0
                                    

Hari berikutnya, Myra merasa cemas. Perasaannya bercampur aduk antara rasa takut dan ketidakpastian. Dia tahu bahwa dia harus bertemu dengan cowok yang dijodohkan oleh ayahnya, dan itu membuatnya tidak nyaman. Namun, dia juga merasa tidak ada pilihan lain.

Saat pertemuan itu berlangsung, mereka sepakat untuk bertemu di kafe dekat sekolah. Myra duduk di sudut kafe dengan hati yang berdebar, menunggu sosok yang akan menjadi calon pasangan hidupnya. Beberapa menit berlalu, dan tiba-tiba pintu kafe terbuka. Seorang pemuda masuk dengan penampilan santai dan aura misterius yang menyelimutinya.

Cowok itu tidak langsung menghampiri Myra. Dia berdiri sejenak di depan pintu, menatap sekeliling, sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkah ke arah meja Myra. Meski wajahnya tidak terlalu jelas terlihat, Myra bisa merasakan kehadiran yang kuat darinya.

Saat mereka saling bertatapan, Myra merasakan ketertarikan yang aneh. Suaranya terdengar tenang dan sedikit dalam, membuatnya teringat akan Raden. "Hai, Myra. Maaf jika membuatmu menunggu," ucapnya, suaranya tenang namun penuh percaya diri.

Myra hanya bisa mengangguk, mencoba menahan rasa penasaran yang meluap-luap dalam dirinya. “Tidak apa-apa. Aku juga baru datang.”

Cowok itu duduk di hadapannya, dan Myra merasakan kecerdasan yang mengalir dari setiap kata yang diucapkannya. Dia berbicara dengan nada yang sedikit cuek, seolah-olah tidak begitu peduli, mirip dengan Kaelan. Namun, ada sesuatu yang membuat Myra tertarik untuk menggali lebih dalam tentangnya.

“Jadi, kamu suka basket?” tanya Myra, mencoba untuk membuka obrolan.

“Cukup. Tapi aku lebih suka olahraga lain, seperti lari,” jawabnya dengan nada datar. “Bagaimana denganmu?”

Myra merasa sedikit bingung dengan responnya. “Aku suka basket, tapi aku juga suka musik. Aku sering ikut kegiatan di sekolah,” balasnya, berusaha menciptakan suasana lebih akrab.

Dia memperhatikan setiap detail dari cowok itu, mulai dari caranya berbicara hingga gestur tubuhnya. Meski tidak tahu siapa dia sebenarnya, Myra tidak bisa menepis rasa ketertarikan yang tumbuh dalam hatinya.

Di dalam hati, Myra terus-menerus bertanya-tanya siapa sebenarnya cowok ini. Apakah dia orang yang tepat untuknya? Kenapa dia merasa ada yang familiar dari suara dan sikapnya?

Pertemuan itu membuat Myra semakin bingung. Rasa sayangnya kepada Kaelan masih ada, namun dia tidak bisa mengabaikan ketertarikan yang timbul terhadap cowok misterius di depannya. Akankah dia menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang menggelayuti pikirannya?

Setelah pertemuan yang penuh ketegangan dengan cowok misterius itu, Myra pulang ke rumah dengan perasaan campur aduk. Di dalam hatinya, ada kegelisahan yang terus menggerogoti pikirannya, terutama tentang Kaelan. Dia tidak bisa membiarkan Kaelan tahu tentang perjodohan ini, apalagi tentang cowok yang akan menjadi jodohnya. Tak ada cara untuk menjelaskan semua ini tanpa membuat Kaelan merasa terluka atau bahkan marah.

Malam itu, saat berbaring di ranjang, Myra tidak bisa tidur. Setiap kali dia memejamkan mata, wajah Kaelan muncul dalam pikirannya, mengingatkan betapa posesifnya Kaelan terhadapnya dan betapa kuatnya perasaan mereka satu sama lain. “Bagaimana jika Kaelan tahu tentang cowok misterius itu?” pikirnya. “Apa yang akan dia lakukan?” Kecemasan mulai menyelimutinya.

Meskipun dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa pertemuan itu hanyalah sebuah kesempatan yang diatur oleh orang tuanya, di dalam hatinya, dia merasakan ada ikatan yang aneh dengan cowok itu. Suaranya yang tenang dan cara berpikirnya yang cerdas membawa ketenangan yang berbeda, tetapi Myra tahu, dia tidak boleh terjebak lebih dalam.

Hari Senin pagi pun tiba, dan Myra merasa canggung saat bertemu Kaelan di sekolah. Mereka selalu memiliki rutinitas yang menyenangkan, tetapi kali ini ada bayang-bayang rahasia yang menghalangi kedekatan mereka. Kaelan, seperti biasa, terlihat percaya diri dan penuh semangat, tetapi Myra bisa merasakan perubahan dalam sikapnya. Ada kekhawatiran di dalam dirinya.

“Hey, Myra! Kenapa kamu terlihat berbeda?” tanya Kaelan, mengamati ekspresi wajahnya dengan teliti.

“Oh, aku baik-baik saja,” jawab Myra sambil tersenyum, meski senyumnya terasa dipaksakan. “Hanya sedikit lelah.”

Kaelan tidak terlihat puas dengan jawabannya. “Kamu pasti ada yang mengganggu pikiranmu. Apa ada yang terjadi? Kamu tahu aku selalu ada untukmu,” katanya dengan nada khawatir, menunjukkan betapa pedulinya dia terhadapnya.

Kecemasan semakin menyiksa hati Myra. Dia ingin berbagi semua yang terjadi, tetapi ada rasa takut yang membuatnya terdiam. “Aku... aku hanya butuh waktu untuk berpikir. Semua ini terasa sedikit rumit,” jawab Myra, berharap itu cukup untuk meyakinkan Kaelan.

“Jika ada yang perlu kamu bicarakan, katakan saja. Aku tidak suka melihatmu seperti ini,” Kaelan berkata, menatapnya dalam-dalam.

Myra mengangguk, tetapi hatinya terasa berat. “Aku janji akan berbagi, tapi... aku perlu waktu,” ujarnya, mencoba menahan air mata yang hampir menggenang di pelupuk matanya.

Sementara itu, cowok misterius itu yang belum dikenali Kaelan, tidak tahu betapa dalamnya pertarungan emosional yang terjadi di antara mereka. Myra merasa terjebak dalam lingkaran antara perasaannya terhadap Kaelan dan ketertarikan baru yang tidak terduga. Dia tahu bahwa dia harus mengambil keputusan, tetapi rasa takut akan kehilangan Kaelan membuatnya enggan untuk melangkah lebih jauh.

Dengan pikiran yang terus berputar, Myra menyadari bahwa tidak ada jalan keluar dari situasi ini. Dia harus menghadapi kenyataan, apapun bentuknya, dan segera mencari cara untuk mengatasi perasaannya sebelum semuanya terlambat. Saat hari-hari berlalu, kecemasan itu hanya semakin menguat, dan Myra tahu bahwa dia tidak bisa terus berbohong pada diri sendiri dan pada Kaelan.

06 DETECTIVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang