7

1.4K 252 15
                                    

_OBSESI_

Siang ini Zeran memilih Cafe yang cukup santai untuk dijadikan tempat makan siang. Dia hanya sendiri. Tidak ada kekasih dan sibuknya para teman membuatnya apa-apa harus sendiri. Namun, Zeran tak mempermasalahkan hal itu, karena sudah terbiasa. Seperti saat ini, Zeran tengah menikmati makan siangnya dengan ponsel yang bersandar pada tas di atas meja yang menyangkan sebuah film action.

Srek!

"Uhuk! Uhuk!" Zeran tersedak karena terkejut, sebab tiba-tiba seorang perempuan meletakkan tas sedikit kasar ke atas meja dan ikut bergabung duduk di depannya. Zeran meraih air minumnya segera meneguk membantu meringankan rasa perih di tenggorokannya. "Uhukk, ah!" Zeran mengusap lehernya dengan menatap kaget ke depan.

"Kamu ngapain duduk di sini?" tanya Zeran.

"Loh serah gue lah, ini kan tempat umum," jawab perempuan itu dengan ketus. Dia bersedekap dada menatap kesal pada Zeran. Sementara Zeran mengusap kepalanya pelan merasa benar dengan jawaban Marsha. Marsha? Ya dia adalah perempuan itu. Dunia seluas ini, tapi Zeran terus saja bertemu dengan Marsha. Zeran memperhatikan sekitar yang masih banyak meja yang kosong.

"Padahal meja lain masih banyak yang kosong," celetuk Zeran.

"Kan gue udah bilang ini tempat umum, jadi terserah gue mau duduk dimana," jawab Marsha menegaskan. Zeran menelan ludah pelan, mengangguk dan menatap Marsha sekilas dia tak ingin terjadi perdebatan, kemudian Zeran memilih melanjutkan makan dengan cepat. Dia tak ingin lama-lama di satu meja dengan Marsha.

"Ternyata bener ya, cowo kalau lagi makan keliatan kasihan banget," celetuk Marsha. Sendok berisi nasi yang akan masuk ke dalam mulut sontak berhenti di depan mulut dengan posisi mulut Zeran terbuka saat mendengar apa yang Marsha katakan.

"Maksudnya?" tanya Zeran.

"Lo makan kasihan banget, kayak udah ga makan berhari-hari," jelas Marsha.

"Ck, saya makan memang seperti ini," jawab Zeran lalu memasukkan nasi tadi ke dalam mulutnya. Matanya kembali terfokus pada film yang masih terputar di ponselnya. Namun, di kepalanya berbagai pikiran terputar seperti; Mengapa Marsha memilih duduk di satu meja yang sama dengannya bukan di meja yang lain? Padahal sudah jelas-jelas masih banyak meja yang kosong. Dan juga, bukankah Marsha selalu terlihat tak suka saat ada dirinya? Namun, mengapa Marsha masih saja berseliweran di sekitarnya?

"Enak ya yang selesai dapet job ngefoto celana dalam? Gimana tuh bodynya," celetuk Marsha yang sambil menggesekkan jari-jari kukunya. Zeran mengangkat pandanganannya menatap Marsha, batinnya; apalagi kali ini?

"Lo pasti suka kan dapet job kayak gitu?" tanya Marsha terlihat seperti menuntut jawaban. Apalagi kini Marsha atensi sepenuhnya pada Zeran yang membuat lelaki itu gugup. "S-sok tau. Saya tidak seperti itu," jawab Zeran.

"Bohong banget. Lelaki semuanya sama aja. Sama-sama mata keranjang," tuduh Marsha. Tentu Zeran semakin bingung dengan sikap Marsha sekarang. Ada apa dengan perempuan di hadapannya itu? "Asal lo tau, body gue lebih bagus dari dia! Dia bukan apa-apa kalau bersaing sama gue. Lo percaya?"

Zeran terdiam, pikirannya berkelana bagaimana bentuk tubuh Marsha saat—tersadar dengan pikiran joroknya Zeran menggeleng cepat. "Lo ga percaya?!" Marsha melotot tak percaya ketika Zeran menggelengkan kepala seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja dia katakan.

"Ha?" Entah mengapa Zeran sekarang terlihat seperti lelaki bodoh. Marsha berdecak kesal, raut kesal tercetak jelas di wajahnya.

Tanpa persetujuan dia mengambil ponsel Zeran, mematikannya. Kemudian dia mengeluarkan lisptik di dalam tasnya. Dia menggunakan ponsel Zeran untuk dijadikan kaca, menambahkan ketebalan warna di bibirnya. Ponsel yang semula mati seketika menyala saat ada sebuah pesan masuk dari nomor yang tak di kenal. Pesan yang tak sengaja Marsha baca itu entah mengapa membuat dirinya kesal.

+62...
Hai, aku Kathrin.
Save ya, oh iya jangan lupa kalau ada waktu kosong kita harus keluar bersama.

Marsha menarik napas kesal dan tanpa sadar meletakkan ponsel secara kasar ke atas meja. "Woi, hp saya!" pekik Zeran kaget mendapati ponselnya diletakkan dengan kasar oleh Marsha. Dia segera mengeceknya, takut kalau ada kerusakan atau apa. "Salah ponsel saya apa? Tiba-tiba dilempar gitu, kalau rusak gimana?" kesal Zeran.

"Halah! Hp buluk gitu, gue bisa ganti sama yang keluaran terbaru," jawab Marsha dengan ketus.

"Sha, gua cariin ternyata lo di sini." Ashel datang setelah dirinya menuntaskan sesuatu di toilet. Mendapati adanya Zeran, dia pun menyapanya, "Hai Zee. Kok lo bisa sama Marsha?"

"Dia yang tiba-tiba duduk di satu meja sama saya," jelas Zeran.

"Loh beneran Sha? Wah kayaknya lo serius suka sama Zeran deh," celetuk Ashel. Marsha dan Zeran yang mendengarnya langsung tersedak bersamaan. Mereka sama-sama memegang gelas berisi air dan saling menarik ingin minum.

"Gue dulu tenggorokan gue sakit," kata Marsha.

"Saya dulu mbak, ini punya saya," kata Zeran juga.

"Ngalah dong sama cewe!" Mau tak mau Zeran melepaskan dan membiarkan Marsha meminum airnya.

Tak!

Marsha meletakkan gelas dengan kasar. "Shel, lo kalau ngomong jangan sembarangan dong. Gue mana mungkin suka sama dia," kata Marsha.

"Eih, gue nebak aja. Apalagi tadi gue denger lo ngigo nyebut nama Zeran saat tidur," ungkap Ashel. Memang saat perjalanan ke Cafe ini, Marsha sempat tertidur di mobil dan yang mengejutkan Ashel, Marsha mengigo menyebutkan nama Zeran sampai 3 kali. Wajah Marsha memerah malu sekarang! "Sembarangan, ngaco lo!" elak Marsha tak mau percaya.

"Yeuu, santai dong Sha. Lagian juga pasti Zeran ga bakal mau sama lo. Dia kan bakal jadi jodoh gue nanti, yakan Zee." Ashel malu-malu menatap Zeran, yang dibalas senyuman canggung.

"Ck orang-orang pada ga jelas! Gue mau ke toilet dulu!" Marsha bergegas pergi ke toilet dengan wajah yang masih terlihat memerah malu.











Dah gitu aja, maap buat typo.

OBSESITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang